"Kau terlihat aneh." Ucap Zielle.
Vahit yang sibuk berkutat pada lembaran kertas di meja sejenak menoleh berkata. "Aneh? Apa maksudmu?" Tanyanya kembali fokus.
"Akui saja sepulang dari istana sikapmu berubah." Sahut Zielle meraih cemilan yang tersaji di atas meja memasukkannya dalam satu suapan. "Kau lebih banyak melamun," Tukasnya tanpa basa-basi.
"Ya ku pikir awalnya tidak ada yang salah dengan ekspresimu,toh wajah sedatar papan triplek itu adalah wajah sehari-harimu." Ujar Zielle mengabaikan pelototan Vahit dari meja seberang.
"Tapi ternyata dugaanku benar hanya butuh satu detik aku mengetahuinya ...," jeda Zielle menggantung sejenak meneruskan. "Ternyata memang terjadi sesuatu." Sambung pria itu.
Vahit yang masih meneruskan pekerjaannya diam-diam menyimak.walau setengah hati ia tetap memasang telinga akan kalimat yang dikeluarkan Zielle selanjutnya.
"Kau menemuinya bukan?" Tembak Zielle.
Hening.ruangan yang diisi dua orang itu mendadak sunyi.goresan tinta yang menodai kertas di tangan Vahit seketika terhenti,hanya terdengar kibasan gorden yang terdengar sayup-sayup ditiup angin.
Sepi sekian detik namun,beberapa saat Vahit kemudian membuka suara. "Siapa yang kau maksud?" Tanya Vahit kembali ke aktivitasnya.
Mendapati reaksi itu Zielle di kursinya tersenyum miring lantas berujar. "Rowena siapa lagi." Pungkas pria itu memberitahu.melirik sang teman dengan ekspresi mengejek ia terkekeh tak kuasa menahan tawa. "Biar ku tebak kau merasa bersalah dan meminta maaf padanya bukan?" Tebak Zielle tepat sasaran.
Memicing sinis Vahit di tempatnya menatap tak suka enggan bersuara.sementara Zielle memegang perutnya;terkikik tak menyangka Vahit akan mendengarkan sarannya.si manusia batu itu akhirnya bersikap seperti manusia pada umumnya.
"Tidak,aku tidak menguntitmu ya." Sergah Zielle meredam kekehan. "Informasi itu aku dapat dari seorang prajurit yang aku lihat sedang tergesa-gesa ke suatu tempat." Beritahu pria itu. "Cukup dengan memperlihatkan statusku dan voila aku mengetahuinya." Menyeka bibir dari sisa-sisa kue tak membiarkan Vahit untuk bicara.
"Jadi,bagaimana?"
Jadi,bagaimana? Kalimat itu tiba-tiba menghentikan Vahit dari kegiatannya. Apanya yang bagaimana? Benaknya jengkel dia saja tidak mendapat jawaban.benar dia akui itu kesalahannya terkait pertemuan kemarin—itu tidak disengaja tapi meski begitu ia berniat meminta maaf namun,entah apa yang merasukinya dia kembali melakukan kesalahan.
Kesalahan konyol yang membuat pria itu semakin membencinya.entahlah dia juga tak habis pikir apa yang ada dipikirannnya saat itu? Yang pada akhirnya ia tidak bisa meminta maaf dengan benar dan hanya memberikan salep beserta sebuah surat melalui perantara orang lain.
"Sepertinya tidak berjalan mulus." Tukas Zielle menyadarkannya ke alam sadar.
"Ngomong-ngomong aku tertarik padanya." Ucap Zielle. "Well kau tidak akan merasa terganggu 'kan? Jika aku mendekatinya?" Tanya Zielle yang lebih seperti meminta kepastian.
Hening kembali.
Tak mendapat jawaban Zielle yang merasa membuang waktu segera hengkang,ia menyahut lagi. "Dan sampai saat itu jangan coba-coba menghalangiku." Melambaikan tangan ia beranjak dari sana.
Sepeninggal Zielle,Vahit yang berada di tempatnya masih mode fokus tidak memberikan jawaban apa-apa.
♤◇♤
Kerajaan Zaura dulunya kerajaan kecil yang hanya memiliki satu wilayah.wilayah itu dinamakan Beretta namun seiring berjalannya waktu, kerajaan yang semula kecil itu mengalami berbagai macam hal yang membuatnya sampai ke titik ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Supernumerary
Fantasy[Slow Update] he is just an extra in this novel,not antagonist or protagonist not at all.