1. LANGKAH PERTAMA

56 16 6
                                    

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Sejak pertemuan itu, pertemuan yang mengubah hidup Aruna sepenuhnya. Setelah apa yang terjadi antara dirinya, Eksa, dan Nata, dia merasa seperti dunia telah runtuh di atas kepalanya. Namun, dia percaya, bahwa di balik setiap runtuhan, selalu ada ruang untuk bangkit. Hanya saja, Aruna masih berjuang untuk menemuka caranya.

Pagi itu, Aruna duduk di balkon apartemennya, menatap kosong ke arah jalanan yang mulai sibuk. Matanya yang sembab menunjukkan betapa kerasnya malam yang ia lewati. Sejak pertemuan dengan Nata, setiap harinya kepala Aruna dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Kenapa Eksa memilih Nata? Kenapa Eksa tidak memberitahunya kalau sudah memiliki kekasih? Apakah yang mereka jalani selama ini hanya sekadar pelarian bagi Eksa? Apakah dirinya tidak pernah cukup baik?

"Gue harus berhenti mikirin ini," gumamnya pelan, mencoba menyemangati dirinya sendiri. Tapi seperti biasa, rasa sesak di dadanya tidak bisa hilang begitu saja.

Suaranya nyaris tak terdengar di tengah deru kendaraan yang melintas di bawah sana. Seakan-akan dunia tetap berjalan seperti biasa, meski dunianya sudah hancur. Handphonenya bergetar di meja kecil samping kursi balkon. Nama yang muncul di layar membuat Aruna tersenyum lemah-Dila.

"Run, gue bentar lagi nyampe. Jangan bilang lo masih belum mandi?!" suara ceria Dila terdengar penuh semangat di seberang sana.

Aruna menghela napas, berusaha tersenyum meski tak terasa tulus. "Enggak kok, gue udah siap," jawabnya sambil berbohong.

Dia tahu Dila pasti akan datang dengan semangat penuh, seperti biasa, berusaha menariknya keluar dari bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan. Dila adalah sahabat yang selalu ada di saat-saat terburuknya, bahkan ketika Aruna sendiri merasa kehilangan arah. Tapi di dalam hatinya, Aruna tahu, tidak semudah itu untuk melupakan Eksa dan semua yang terjadi.

Tidak lama kemudian, bel apartemennya berbunyi. Aruna menyeret tubuhnya dengan malas ke pintu dan membuka kunci. Benar saja, Dila dan sudah berdiri di sana, lengkap dengan senyum cerah yang seolah siap untuk menghapus awan kelam di atas kepala Aruna.

"Run, lo belum mandi, kan?" Dila langsung menebak sambil menatap Aruna dari atas sampai bawah.

Aruna tertawa kecil, walau rasanya agak dipaksakan. "Gue cuma belum sempet aja."

Dila menggulung lengan bajunya, seolah siap untuk beraksi. "Oke, fix! Gue nggak bakal ninggalin lo sebelum lo beres! Ayo, mandi, kita keluar hari ini. Lo butuh udara segar, Run!"

Aruna mencoba protes, tapi tahu itu akan percuma. Dalam sekejap, Dila sudah mendorongnya masuk ke kamar mandi, meninggalkannya tak punya pilihan lain selain mengikuti perintahnya.

Dia menatap bayangannya di cermin. Mata bengkak, wajah lelah, rambut acak-acakan. Ini bukan dirinya yang dulu. Ini bukan Aruna yang penuh percaya diri dan selalu optimis tentang masa depannya.

ANAGAPESISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang