"Habis ini foto satu kelas, ya!" Titi, anggota kelas yang paling suka mengabadikan momen mengelilingi seisi kelas agar teman kelas mendengar informasi yang diberikannya.
Karena hari ini merupakan hari batik, mereka sepakat untuk memakai batik hari ini. Yang pasti, semua itu atas usulan Titi dan menyuruh Reza selalu komting untuk menyebarkannya di group kelas.
Lusi membuka pouch makeup untuk touch up selagi masih ada waktu. Penampilannya harus perfect di kamera nanti. Samira melakukan hal yang sama. Dia mengeluarkan lip tint yang dia bawa dan mengoleskan di bibir tipis karena salah shade saat membelinya.
Segera, keduanya keluar ketika mendapati bahwa Reza menunggu untuk mengunci pintu kelas setelah mereka berdua keluar. Teman kelasnya memilih menggunakan lift untuk turun dari lantai empat. Samira dan Lusi, dua manusia sok-sokan hidup sehat, memilih untuk turun menggunakan tangga. Hal ini dilakukan agar tidak menyia-nyiakan kesempatan olahraga karena sejatinya mereka jarang sekali olahraga. Jadi, harus sadar diri untuk turun menggunakan tangga sebagai pengganti olahraga.
"Gimana kalau di sini?" Sheila memberikan usulannya.
Hal tersebut langsung dibantah Chandra. "Yang jadi pertanyaannya itu, siapa yang fotoin?"
"Kan cari tempat foto dulu! Gimana, sih? Nggak pernah foto lo?" Tidak terima usulannya dibantah seperti itu, Sheila naik pitam. "Wibu nggak jelas," lanjut Sheila lagi.
"Heh penganut oppa-oppa?! Nggak usah bawa-bawa wibu, lah! Nggak fair amat kalau debat. Dasar jenis makhluk bumi paling aneh."
Lusi geleng-geleng kepala. Menarik lengan Chandra sebelum sumpah serapah paling jelek menyakiti hati mungil Sheila. Samira diam saja. Dia justru menikmati perdebatan yang tak kunjung selesai antar keduanya. Kapan lagi bisa melihat dua ras terkuat di bumi saling ejek? Seakan merasa paling benar tentang apa yang mereka teguhkan.
"Suruh orang lewat aja buat fotoin," ucap Samira setelah mereka mendapat tempat spot foto.
"Laki-laki tidak bercerita tapi prengat-prengut," ucap Reza tiba-tiba. Mengundang gelak tawa semua orang sembari melihat Chandra yang memang sedang prengat-prengut seperti yang Reza katakan.
"Setahu gue yang prengat-prengut itu cewek, deh. Ganti jenis kelamin, bro?" Kabir menyenggol Chandra. Ini Chandra yang lemah atau bagaimana? Kenapa laki-laki itu langsung hendak tersungkur jatuh?
"Mewing dulu, Chan! Biar mood makin bagus," suruh Samira asal karena laki-laki itu sering melakukan mewing dan sigma untuk pamer.
"Mewing sambil prengat-prengut!" Memang lebih baik Reza suruh diam untuk hari ini.
Demi menjaga mood yang tiba-tiba jadi buruk. Chandra melakukan mewing sesuai ekspektasi teman kelasnya. Chan, yang bener aja mewing sambil prengat-prengut? Kocak.
"Kak! Bisa minta tolong fotoin nggak?" Hidup bersama spesies aneh, harus membuat Titi tetap waras. Perempuan itu meminta tolong pada laki-laki yang lewat.
Walau sempat menolak, Titi tetap memaksa dan menyakinkan bahwa hasil fotonya akan bagus. Untung saja datang teman dari laki-laki ini. Memberikan ponsel pada temannya, Samira tersenyum paksa melihat siapa yang sekarang mengambil foto kelasnya.
"Kak! Kasih aba-aba, dong!" Dina berkomentar saat Hagya tidak memberikan aba-aba saat memotret.
Menurut dengan mengangguk, Hagya mengambil dengan perasaan ogah. "Two, three, one."
Semuanya tertawa mendengar urutan angka yang tidak ada harga dirinya. "Three, two, one."
"Eh, kurang mepet nggak sih?" Dina secara otomatis mendekatkan diri pada teman sebelahnya yang diikuti oleh yang lain.
Hagya tersenyum ketika mendapati Samira juga berada dalam barisan tersebut. "Ayo mepet. Kurang mepet itu. Terus, iya mepet terus," ucap Hagya yang melihat objek fotonya terus bergeser agar dekat dan rapat.
"Yang pakai batik hitam kuning bagian pinggir ganti gaya." Samira terkejut mendengar Hagya berani menyebutnya. Lusi yang berdiri di samping bersikap pura-pura tidak tahu padahal setengah mati menahan untuk tidak tersenyum.
"Udah?" tanya Hagya karena merasa bahwa foto yang dia ambil sudah banyak. Cukup untuk membuat Oktober dump seumpama memang mau dibuat.
"Udah. Terima kasih ya, Kak!" Titi maju dan menerima ponsel yang dia berikan tadi.
Sedangkan Samira, perempuan itu cepat-cepat membawa Lusi agar pergi dari sini. Melarikan diri dari Hagya adalah hal wajib yang harus dia lakukan. Persetan dengan teman-teman yang melihat dengan tatapan aneh, yang penting kewarasannya masih utuh. Hidup kehidupan kuliah semester satu! Tidak ada yang boleh mengobrak-abrik selain kehendak Allah SWT!
"Kenapa, sih? Ada Hagya masak kabur? Disapa atuh calon pacarnya." Samira tidak tahu bagaimana bisa Lusi mengatakan hal yang di luar nalar manusia.
Mendapati wajah Samira seperti maling, Lusi menyunggingkan senyumnya. "Ini, nih! Ketara banget kalau lo tuh masih demen sama Hagya!"
"Bukan masih demen! Tapi, takut demen lagi!" koreksi Samira masih berjalan kearah parkiran.
Lusi melepas cekalan Samira. "Sorry, Ra. Gue ada kerkom pengantar bisnis. Jadi, silahkan ngumpet dari Hagya biar nggak ketahuan doi. Bye bye! Chat gue semisal terjadi sesuatu. Inget, demen lagi juga nggak papa kalau emang Hagya belum punya pacar!" tekan Lusi di akhir ucapannya.
Ditinggalkan Lusi seorang diri, Samira mendengus. Dia jadi pulang sendiri karena Lusi memiliki janji kerkom. Terpaksa, Samira berjalan menuju parkiran fakultas walau memang dia masih mengendap-endap dan menutupi mulutnya menggunakan ponsel yang sedari tadi dia genggam.
Sepertinya ini hari sialnya. Motor yang dia parkirkan tadi tiba-tiba terpinggirkan didekat got. Ingat, got! Padahal dia memarkir motornya dengan rapi tanpa menghambat motor lain. Terus, ulah siapa motornya jadi terasingkan seorang diri didekat got kotor dan bau ini?
Sembari menahan malu, Samira memutar motornya walaupun ada bisik-bisik sekelompok laki-laki. Mungkin mengasihani Samira karena seperti orang ngenes yang motornya terasingkan.
"Bisa, nggak?" tanya Hagya yang sejak kapan mengambil alih motor Samira dari tangannya. Laki-laki itu membantunya memutarkan motornya.
Seperti orang linglung, Samira tidak bisa berpikir jernih karena kedatangan Hagya tiba-tiba. Apaan sekali laki-laki ini membantunya. Mau sok superior? Apa mau mengambil hati Samira lagi? Jangan ya, Gy.
"Makasih, Gy," ucap Samira pelan dengan wajah bingung setengah sadar.
Hagya paham, Samira pasti bingung dengannya yang tiba-tiba seperti ini. "Ra, are you okay?" Lantas, jika sudah paham mengapa malah bertanya?
"Okay, kok. Udah ya, mau pulang dulu. Hati-hati ya lo nanti pulangnya," pamit Samira cepat agar tidak terjadi obrolan lebih panjang dengan Hagya.
"Apa mau gue anter aja? Lo kayak lagi nggak baik-baik aja, Ra."
Samira bingung bagaimana harus menjelaskan bahwa dia tidak papa. Intinya, dia tidak papa jika Hagya diam saja dan membiarkannya pergi begitu saja.
"Hagya. Gue beneran nggak papa. Biarin gue pulang. Bingung juga kalau ditanya kayak gitu padahal gue sendiri nggak kenapa-kenapa."
"Kabarin ya kalau udah sampai rumah."
Untuk apa? Tidak ada kaitannya Samira sampai harus mengabari Hagya. Semua itu tidak ada hubungannya dengan Hagya. Samira tidak membalas ucapan Hagya barusan. Dia hanya tersenyum dan melenggang pergi meninggalkan Hagya.
___
03-10-24
Kalian tim wibu atau K-Pop?
Tidak ada rekomendasi di part ini, dikarenakan penulis sedang malas.
Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan jejak <3

KAMU SEDANG MEMBACA
Semu Merah Jambu
Teen FictionTempat bimbel mempertemukan keduanya. Tidak bisa dipungkiri bahwa Samira jatuh pada pandangan pertama. Pesona cowok tampan dan pintar dalam pelajaran apapun, siapa yang tidak akan jatuh hati padanya? Hal ini juga dirasakan oleh Hagya. Menurutnya, me...