"Mau kemana?" tanya Riko yang sedang menyiram tanaman di halaman depan.
"Kerkom," jawab Samira seadanya.
"Aku anterin. Jangan pesen ojek." Selanjutnya Riko masuk kedalam untuk mengambil kunci motor. Dia memilih mengantarkan Samira karena motor yang biasanya ada di rumah sedang dipakai Ibu pergi. Sedangkan hanya tersisa satu motor miliknya. Kebetulan sekali hari ini dia masih di rumah. Jadi, tidak ada salahnya mengantar Samira pergi kerkom ketimbang mengeluarkan uang untuk ojek motor.
Samira tidak menolak saat Riko menawarkan mengantarnya. Justru dia senang karena tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang. Beruntung hari ini dia kerkom di rumah Fitri yang rumahnya tidak jauh dari sini.
Di perjalanan tidak ada yang memulai pembicaraan. Takut seumpama salah satu dari mereka menyinggung masalah kemarin. Riko yang tidak ingin adiknya merasa sedih akibat Ibu yang tidak terlalu peduli dengan Samira. Begitupun dengan Samira yang takut kalau ucapannya akan menyakiti sang kakak karena Ibu lebih menyayangi sang kakak.
"Uang jajan aman?" Riko menerima helm yang Samira berikan saat keduanya sudah sampai di rumah Fitri.
"Kenapa? Mau kamu tambahin?" Melihat Riko mengeluarkan dompetnya, Samira geleng-geleng kepala. "Kak, aku cuma bercanda. Uang jajanku aman. Mending uangnya buat kamu healing aja sama Ibu atau pacarmu. Jangan pikirin aku terus, okay?"
"Maaf ya, Ra.."
Untuk apa permintaan maaf itu? Samira tersenyum, menyembunyikan rasa sakit hatinya. Padahal Riko tidak memiliki salah dengannya. Malah Samira yang merasa bersalah karena di hari libur Riko, dia selalu mendapati pertengkaran di rumah antara Ibu dengan dengan dia.
Saat motor Riko sudah putar balik, Samira memasuki rumah Fitri yang ternyata hanya ada Nadine dan Fitri. Dia kira dia yang paling terlambat karena di group pada bilang otw sedangkan dia masih sarapan. Fitri mempersilahkan Samira duduk. Rumah Fitri terlihat besar dan ternyata di dalamnya juga besar.
"Ini mereka bilang otw tapi belum nyampe-nyampe maksudnya gimana, sih?" Nadine berucap sembari melihat group jika sewaktu-waktu mereka mengabari.
Buru-buru Samira mengecek ponselnya juga, mendapati banyak pesan di group yang tidak sempat dia baca saat perjalanan. Setengah jam mereka menunggu, Rori dengan Dewika datang bersamaan. Itu karena Dewika sebagai penunjuk jalan rumah Fitri sebagai seseorang yang pernah datang ke rumah Fitri.
"Dewika ngawur! Kelancor sampe Kota! Emang sesat anjir!" Rori masuk dengan mulut menyumpah serapahi Dewika. Yang di sumpah serapahi hanya tertawa karena memang itu sangat lucu. Bagaimana bisa sampai Kota? Itu terlalu jauh.
Fitri yang mendengarnya menimpali. "Kok bisa? Kemarin kan udah kesini, Ka." Pastinya dengan tawa yang tidak bisa disembunyikan.
"Gue lupa." Dan dengan tidak tahu malu, Dewika nyengir menjawabnya membuat Rori semakin bersungut-sungut mendengarnya.
"Enak amat bilang lupa! Udah gitu, gue nungguin depan kos lo setengah jam anjir! Lo nggak tepat waktu dan menyesatkan gue! Kalau lo nggak sesat, kita udah sampe dari tadi!" Dewika jadi tidak terima karena Rori berkata menunggunya setengah jam. "Mana ada! Orang gue udah ngasih tahu mau jemur baju dulu! Lo tuh yang nggak sesuai waktu janjian!"
"Terus lo nungguin di depas kos Dewika tadi?" Nadine gantian bertanya karena tidak habis pikir kejadiannya jadi semakin lucu.
"Iya! Sampe disuruh duduk di laundry sama yang punya karena gue udah kayak orang ngenes!"
"Njir, yang punya laundry sampe sadar kalau lo kelihatan ngenes. Berarti, gue nggak perlu susah payah buat ngasih tahu fakta tersebut." Tidak lupa Dewika dengan senyuman penuh arti diperuntukkan khusus untuk Rori bermaksud untuk menyindir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semu Merah Jambu
Ficção AdolescenteTempat bimbel mempertemukan keduanya. Tidak bisa dipungkiri bahwa Samira jatuh pada pandangan pertama. Pesona cowok tampan dan pintar dalam pelajaran apapun, siapa yang tidak akan jatuh hati padanya? Hal ini juga dirasakan oleh Hagya. Menurutnya, me...