02: Gengsi Dira

8 1 0
                                    

Setelah mendeklarasikan sesuatu yang luar biasa ganjil kemarin, hari ini tepatnya siang-siang sekali Rama setor muka di hadapan Dira. Cengiran khas Rama yang lama-lama mirip kuda, mau tidak mau membuat Dira menyatukan alis tebalnya.

"Sehat lo?" sindir Dira.

"Alhamdulillah."

"Cih. Gak jelas."

Rama akhirnya mengangkat sebelah alis, "Kan' yang kemarin itu namanya antisipasi."

"Ndasmu. Aneh banget tau gak sih Ram? Siapa coba yang naksir sama lo?"

Dira gak habis pikir, di usianya yang menginjak dua puluh tahun ia malah mendapatkan "peringatan perasaan" alih-alih "pengakuan perasaan". Sekali lagi Dira tegaskan bahwa Rama adalah makhluk paling aneh yang ada di muka bumi. Kok ada orang yang percaya dirinya di atas 100% seperti Rama?

"Ya baguslah kalau gak naksir. Intinya gue antisipasi aja sih. Gak ada ruginya juga."

Dira setuju kalau gak ada ruginya dirujukan ke diri Rama. Barangkali urat malu Rama sudah tidak ada lagi. Masalahnya man, ini menyangkut harga diri Dira dan gengsinya yang sebesar galaksi bima sakti. Okelah untungnya kemarin di kelas cuma ada mereka berdua, bayangkan kalau kejadian kemarin terjadi di depan khalayak ramai? Mau ditaruh dimana muka Dira?!

Oke, bagaimanapun Dira tetap merasa harga dirinya tercoreng. PIKIRKAN! Seorang cowok menyuruh kalian untuk tidak menyukainya dengan kepercayaan diri 100%! Apakah kalian tidak merasa kecil di hadapannya? Lantas setelahnya cowok itu muncul ke permukaan seolah tidak terjadi apa-apa?

Dira jadi sedih, masa gara-gara secarik kertas iseng Rama langsung menyimpulkan Dira naksir. Pake dilarang-larang naksir segala lagi, duh intinya Dira gengsi mampus di hadapan Rama!

"Serah lo."

Dira memutar bola mata, tangannya bergerak cepat memindahkan barang. Ia tidak mau duduk di dekat Rama. Mata kuliah algoritma dan  pemrograman sudah cukup memusingkan, tidak usah ditambah-tambah lagi dengan kehadiran cowok berkemeja flannel dengan warna merah hitam tersebut.

"Lah? Pindah?" tanya Rama saat menyadari kursi di sampingnya tidak lagi diduduki oleh Dira.

"Iye." jawab Dira sekenanya dan segera pindah.

Mengecewakan. Alih-alih raut wajah sedih, Dira malah mendapati tampang oon Rama.

***

Seharian Dira bete. Katsu Mas Ivan rasanya jadi hambar. Air dari water station kampus jadi kerasa kayak air ember. Mau ngapa-ngapain, Dira jadi gak punya semangat. Kalau bisa, Dira cuma mau berbaring di kasur sambil guling-guling meneriaki Rama— paling parah nonjok tembok yang tidak berdosa. Meski demikian, sebagai bentuk profesionalitas Dira tetap hadir di gazebo duduk bersisian dengan Rama untuk merampungkan proyek membuat website.

UTS tinggal minghitung hari, proyek mereka harus  selesai atau berhadapan dengan konsekuensi mengulang mata kuliah. Dira enggan. Sebagai upaya menyelamatkan nilainya semester ini, Dira menyingkirkan gengsinya sebentar.

"Ini footnotenya masih kurang ke tengah," imbuh Rama setelah mereka berdebat mengenai desain homepage.

"Itu udah di tengah! Lo aja yang silinder!" Dira tidak terima. Pasalnya, Dira sudah memperbaiki sintaksnya dengan menambahkan command align. Jadi kalau ada yang bisa disalahkan mengenai ketidak-lurusan footnote website mereka, barangkali silinder Rama!

"Lah, lo juga silinder kali!" balas Rama tidak terima. Lagian mereka berdua sama-sama pengguna lensa tambahan.

"Ya itu udah lurus Rama! Gue yang bikin, gue yang tau!"

"Lah gue yang liat, gue yang tau! Gak bias, karena bukan gue yang bikin!"

Satu dua mahasiswa danusan yang tadinya ingin mampir menawarkan risol mayo jadi enggan. Sekelompok adik tingkat (melihat angkatan yang tertera di PDL) tadi tergopoh-gopoh melewati gazebo yang ditempati oleh Rama dan Dira.

"Yaudah sih nih benerin sendiri!" Dira mendorong laptopnya.

"Yaudah sih, sensi banget."

"Hah? Apaan?"

"Lo. Sensi. Banget. Kenapa sih Dir?" Akhirnya Rama ikutan sewot. Dira yang tadinya sudah biasa-biasa saja jadi naik pitam mendengar respon Rama.

"Lo yang kenapa RAMA! Mikir gak sih? Kita lagi baik-baik aja, lo tiba-tiba ngilang kayak ditelan bumi! Terus nongol cuma ngasih tau gue buat jangan suka sama lo? Kayak... APAAN SIH? EMANG SEHINA ITU YA GUE?"

Rama memijat pelipisnya, cowok itu membuka kacamatanya. Ia tampak mengatur napas, enggan ikut tersulut amarah.

"Pertama, gue ngilang ada alasannya. Ada yang harus gue urus. Kedua, gue cuma ngasih tau ke lo biar lo gak salah langkah atau sakit hati karena mau gimanapun gue gak akan bisa nurutin ekspektasi lo."

"Ekspektasi apa sih Rama???? Siapa yang suka sama lo??"

"Ya... gue gak tahu perasaan lo, makanya gue wanti-wanti. Kalau emang gak suka, yaudah? Gak usah dipikirin dong?"

"Ya kan... AU DEH!"

Dira memutuskan untuk berkemas dan meninggalkan Rama di tempat.

Terserah lah, persetan nilai pemrograman desain web miliknya dapat berapa! Dira cuma mau pulang!

***

Little Did They Know Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang