02

3.9K 102 2
                                    

publish : June 02, 24
repost : Oct 04, 24

•••

Sakha duduk di depan api unggun yang dibuatnya sendiri. Dia tahu cara menyalakan api menggunakan dua buah batu yang saling digosokkan. Hari sudah mulai beranjak gelap, dan rombongan dari kapal yang diharapkannya segera datang menjemput tak kunjung datang. Sakha tahu dirinya terlalu bodoh karena berharap akan ada orang yang peduli dan mencarinya ke sini.

Suasana petang hari di pinggiran laut sangatlah indah. Sakha dapat mendengar kicauan burung-burung yang terbang mengitari pulau. Angin yang bertiup sejuk menerpanya, membuat baju seragam yang melekat di tubuhnya tertiup ke sana ke mari karena longgar, terasa menyegarkan. Sakha tidak pernah mendapatkan kesempatan santai seperti ini sebelumnya, karena biasanya jam segini dia masih sibuk bekerja menjadi pelayan di sebuah rumah makan.

Remaja berusia 17 tahun itu memegangi perutnya yang rata, merasakan lapar. Sebenarnya dia punyai sebungkus roti, namun dia memilih menyisihkannya untuk besok. Dia tidak tahu apakah besok bisa menemukan sesuatu yang bisa dimakan dari pulau ini. Jika tidak ada makanan sama sekali mungkin dirinya akan mati kelaparan dan menjadi hantu penunggu di pulau ini. Harapan untuk ditemukan orang lain sudah tidak ada, dia tahu tidak ada orang yang mau repot-repot mencarinya. Tidak ada yang akan merasa kehilangannya sama sekali.

Sakha hanya melamun memandangi langit cerah dengan semburat jingga yang nampak indah. Sebenarnya di saat seperti ini, dia tidak dapat menikmati keindahan itu. Sakha terus memikirkan tentang dirinya yang akan menghabiskan sisa hidupnya di pulau ini. Sendirian dan kesepian. Sebenarnya Sakha sudah terbiasa sendirian, namun apakah memang hidupnya harus semenyedihkan itu?

Ratapan kecil di hatinya itu terjawab saat Sakha melihat ada sesuatu tersapu ombak di bibir pantai yang lumayan jauh dari tempatnya berada. Sakha memicingkan matanya, menebak apakah sesuatu yang nampak terdampar di pantai itu?

Sakha bukanlah anak yang penakut. Telah tumbuh dalam kemandirian sejak kecil membuatnya jadi pemberani dan kuat menghadapi apapun. Itulah sebabnya dia tidak panik saat ditinggalkan kapalnya tadi.

Dengan sedikit waspada dia mendekati bibir pantai, memeriksa sesuatu yang tersapu ombak dan terdampar di sana. Setelah melihat kalau yang terbaring di sana adalah sesosok manusia, Sakha cukup terkejut. Lebih terkejut lagi karena dia mengenali sosok tersebut.

Sosok itu adalah Phoenix. Teman sekelasnya yang cantik, kaya dan populer baik di dalam maupun luar sekolah. Hubungan mereka hanya sebatas teman sekelas yang sekalipun tak pernah saling sapa. Bahkan Sakha tidak pernah benar-benar melihat dengan jelas wajah Phoenix yang kecantikannya sangat terkenal itu. Tentu karena selama ini dia selalu menunduk dan tidak memperhatikan sekitarnya. Apalagi untuk meneliti kecantikan Phoenix, Sakha sangat tidak berani.

Gadis itu nampak tak sadarkan diri. Sakha segera berjongkok untuk memeriksa apakah Phoenix masih hidup. Setelah memeriksa denyut nadi di tangannya Sakha bernapas lega karena Phoenix masih hidup. Dia bertanya-tanya apa yang telah terjadi hingga Phoenix terdampar sampai kembali ke pulau ini? Apakah telah terjadi sesuatu pada kapal?

Meskipun sedikit sungkan karena untuk pertama kalinya bersentuhan dengan perempuan, Sakha menggendong tubuh tak sadarkan diri Phoenix menuju tempat istirahatnya tadi. Dia menidurkan Phoenix dekat dengan api unggun agar tidak kedinginan, berbantalkan ransel miliknya.

Sakha tahu cara memberikan pertolongan pada orang yang tenggelam, namun sekali lagi dia sungkan. Tapi membiarkan Phoenix terus tidak sadarkan diri karena terlalu banyak meminum air sangatlah buruk. Sakha mulai menekan-nekan dada Phoenix menggunakan dua tangannya.

Uhuk...

Uhuk-uhuk!

Dan terbukti berhasil! Mulut Phoenix mengeluarkan air, dia sadarkan diri dan langsung terbatuk-batuk. Gadis itu cukup bingung dengan tempatnya berada saat ini, juga keberadaan Sakha di sampingnya.

SAKHAPHOENIX ABCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang