05

6K 115 8
                                    

publish : June 11, 24
repost : Oct 04, 24

•••

Apakah Sakha tidak salah dengar? Benarkah bahwa Phoenix baru saja menyuruhnya membuka baju?

Sakha membulatkan matanya. Mulutnya terbuka lebar. Dia terlihat seperti orang bodoh. Phoenix yang tidak sabaran mendekatinya kemudian meraih ujung kaos hitam yang dikenakan Sakha.

"P-phoenix?"

"Buka! Kalo pake baju basah lo bisa sakit. Kalo lo sakit terus sampe meninggal nanti gue sendirian di sini, gue gak mau."

Phoenix memaksa membuka baju Sakha, dan lelaki itu tidak melakukan banyak perlawanan untuk mempertahankan baju basahnya itu tetap melekat di tubuhnya. Dan akhirnya Phoenix berhasil membuat Sakha half naked sepertinya.

Sakha nampak malu-malu, menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi tubuh telanjangnya itu. Saat Phoenix mendekat Sakha merasa begitu ketakutan. Sakha seperti anak kucing yang hendak diterkam hewan buas, ciut dan melempem.

"Ayo peluk gue, gue kedinginan." pinta Phoenix setelah mendekati Sakha yang nampak was-was terhadapnya.

Sakha tidak bergerak dan masih menutupi topless-nya. Hanya membulatkan matanya dengan mulut sedikit terbuka.

Phoenix tahu jika dirinya terlalu agresif mungkin, tapi dia tidak peduli. Dia benar-benar kedinginan dan memerlukan rasa hangat dan nyaman. Gadis itu menyingkirkan kedua tangan Sakha yang menutupi tubuhnya sendiri kemudian masuk diantara kedua kaki Sakha yang terbuka, memeluknya sementara kedua kakinya melingkari pinggang lelaki itu.

Sudah Phoenix duga berpelukan tanpa penghalang seperti ini akan terasa jauh lebih hangat. Dia tahu Sakha terkejut akan keagresifannya, namun Phoenix tetap memeluk lebih erat tubuh lelaki yang lucu nan polos itu.

"Sakha jangan diem aja."

"A-aku harus ngapain?" suara Sakha hampir tidak terdengar. Kedua tangannya mengepal kaku di udara, dia tidak berani membalas pelukan Phoenix.

Phoenix mendongakkan wajahnya. Dari posisi yang lebih rendah dari Sakha dia dapat melihat wajah pucat pasi lelaki itu. Keringat sebesar biji jagung terbit di pelipisnya. Phoenix tidak pernah tahu jika wajah Sakha semenarik ini jika diperhatikan terus menerus.

Sakha merasa sesak dengan situasi ini. Suhu tubuhnya meningkat, dan degup jantungnya berpacu. Pikiran Sakha mengelana jauh, naluri kelelakiannya mulai bekerja. Dia penasaran terhadap bibir basah Phoenix yang berwarna merah muda pucat itu. Dan jangan lupakan dada Phoenix yang benar-benar mengganjal karena bersentuhan langsung dengan dadanya. Dia tidak pernah berpikiran sekotor ini sebelumnya.

Phoenix tahu Sakha tengah menatap bibirnya. Mata sipit lelaki itu tidak berkedip. Phoenix sadar jika dirinya memang secantik dan semenggoda itu. Di tengah situasi seintim ini, berduaan dengannya memanglah ujian yang berat.

"Kalo kita berdua kejebak selamanya di sini, gimana?" tanya Phoenix seraya menatap balik bibir merah gelap Sakha yang sedikit terbuka, dia yakin Sakha tidak pernah menggunakannya untuk mencium gadis manapun.

"Aku nggak keberatan terjebak di sini, lagian gak ada yang bakal khawatir kalo aku menghilang dan nggak pulang-pulang. Beda sama kamu, ayah kamu pasti khawatir banget."

"Lo salah, buktinya sampe sekarang gak ada yang nyelametin gue. Kita berdua kejebak dan gak dicariin siapapun."

Sakha tidak menjawab lagi karena tidak terlalu fokus mendengar perkataan Phoenix. Di luar gua hujan terdengar makin deras. Mata Sakha tidak beralih dari bibir Phoenix. Dia dapat mencium nafasnya yang harum tiap kali Phoenix berbicara karena jarak mereka memang sedekat itu. Sakha heran, apakah semua perempuan cantik selalu harum meskipun tidak bersih-bersih seharian? Atau jangan-jangan Phoenix-lah yang memang bidadari sehingga tidak memiliki bau tidak enak?

SAKHAPHOENIX ABCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang