03

539 51 0
                                    

publish : June 02, 24
repost : Oct 04, 24

•••

Setelah Phoenix menceritakan alasannya sampai bisa terdampar ke pulau ini, Sakha juga menceritakan tentang dirinya yang ketinggalan kapal. Phoenix malah merasa senang mendengarnya. Dia bilang jika Sakha tidak ketinggalan kapal mungkin saja saat ini Phoenix tengah sendirian di pulau ini.

Sakha tidak tega melihat Phoenix kedinginan. Gadis itu memakai baju seragam, kemeja putih osis dan rok span abu-abu selutut yang basah. Sama seperti Phoenix, Sakha juga memakai baju seragam. Dan tentu saja seragam milik Sakha tidak basah.

Phoenix memeluk dirinya sendiri. Giginya gemeretuk karena kedinginan, hari semakin beranjak malam. Api unggun di hadapan mereka berdua meliuk-liuk terkena tiupan angin, kayunya beberapa saat lagi pasti akan habis terbakar semuanya.

Syukurnya di balik baju seragamnya, Sakha memakai kaos polos berwarna hitam. Sakha segera melepas kemeja seragam putihnya, dia bermaksud memberikannya kepada Phoenix. Tapi dia cukup ragu juga. Mungkinkah Phoenix sudi memakai baju yang bekas dipakai olehnya?

"B-baju kamu basah." ujar Sakha terbata-bata, kentara sekali tengah gugup. "Kalau mau, kamu boleh pakai baju aku." lanjut Sakha dengan suara pelan. Dia bahkan menunduk karena Phoenix tengah menatapnya sekarang.

Sakha pikir Phoenix tidak akan mau dan mungkin saja jijik. Namun tanpa banyak berpikir gadis itu segera mengambil seragam miliknya. Bankan tanpa sungkan dia hendak melepas baju seragamnya yang basah di depan Sakha. Syukurnya Sakha segera berbalik badan memunggungi gadis super cantik itu.

"Makasih." kata Phoenix dari balik punggung Sakha.

Sakha tahu Phoenix pasti tengah kelaparan saat ini. Oleh karenanya Sakha mengeluarkan sebungkus roti yang sebelumnya dia sisihkan untuk dimakan besok, juga air mineral yang isinya tinggal seperempat. Lantas dia menaruhnya di samping Phoenix yang telah selesai mengancingkan kemeja miliknya. Phoenix nampak tenggelam di balik kemeja seragam Sakha.

"Kamu pasti lapar, ini buat kamu. Oh iya, apinya mau mati, aku mau cari kayu bakar dulu."

"Makasih."

Sakha mengangguk lalu beranjak pergi dan menghilang di kegelapan. Phoenix tersenyum tipis, dia membuka bungkusan roti itu dan memakannya. Dia memang kelaparan.

Phoenix menangis sambil mengunyah rotinya. Dia tidak pernah memakan roti bungkus seharga dua ribuan di tangannya ini. Makanan yang biasa masuk ke dalam mulutnya adalah makanan yang sehat, berkualitas dan tentu saja mahal. Dia berharap ayahnya segera mencari dan menemukannya di sini. Phoenix tahu ayahnya pasti tengah khawatir sekarang. Ayahnya tidak bisa hidup tanpanya.

Sudah setengah jam namun Sakha tidak kunjung kembali. Api unggun di hadapan Phoenix sudah mau padam. Malam akan semakin larut. Di kejauhan Phoenix dapat mendengar deburan ombak.

"Kok dia gak balik-balik sih?" Phoenix mulai takut.

Jika Sakha kenapa-napa misalnya--amit-amit--dimakan hewan buas, maka dirinya akan sendirian di pulau ini. Tidak boleh. Phoenix tidak mau sendirian di sini. Dia tidak dapat melakukan apapun sendirian. Phoenix anak yang manja dan selalu bergantung pada ayahnya. Sekarang yang ada di sampingnya hanya Sakha, teman yang tidak terlalu akrab dengannya. Tapi dialah satu-satunya harapan Phoenix saat ini.

SAKHAPHOENIX ABCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang