06

708 45 1
                                    

publish : June 18, 24
repost : Oct 10, 24

•••

Matahari mulai menunjukkan eksistensinya. Sinarnya yang hangat memasuki gua, menyoroti dua orang remaja berlainan jenis yang masih tidur berpelukan sejak semalam. Saat sinar terang menerpa wajah mereka, dua orang itu perlahan mulai bangun karena kesilauan.

Phoenix bangun lebih dulu daripada Sakha, saat melihat Sakha masih menutup mata Phoenix memilih kembali melanjutkan tidurnya. Namun tidak lama Sakha bergerak, dia terbangun. Phoenix mengubah posisinya jadi tengkurap, menatap Sakha yang matanya menyipit karena silau.

"Pagi, Sakha..."

Suara serak Phoenix menyapa Sakha. Dia baru bisa membuka matanya setelah menghalau sinar matahari dengan telapak tangannya. Sosok cantik yang menyambutnya saat bangun tidur hanya memakai penutup dada tanpa helaian baju yang lain. Sakha segera mengalihkan pandangannya saat tidak sengaja melihat belahan dada Phoenix yang nampak jelas terlihat.

"P-pagi..."

Phoenix tersenyum menyadari Sakha menghindari menatap wajahnya. Dia malah sengaja kembali menidurkan kepalanya dengan menjadikan lengan Sakha sebagai bantalnya. Dia tertawa tanpa suara mendengar degup jantung Sakha yang terdengar ribut.

"Sakha, biasanya cowok kalo pagi burungnya suka bangun loh." celetuk Phoenix yang membuat Sakha gugup, saat ini miliknya memang tegang karena kedinginan dan utamanya karena berdekatan dengan gadis secantik dan seseksi Phoenix.

"Lo juga nggak?" sembari bertanya demikian tangan nakal Phoenix telah hinggap di atas resleting celana seragam Sakha. Phoenix dapat merasakan kerasnya benda yang tadi malam telah dia cicipi.

"P-phoenix j-janganhh..." larang Sakha seraya menahan tangan Phoenix yang kini menangkup miliknya kemudian meremasnya dengan lembut.

"Kenapa? Bukannya lo suka?" Phoenix bangun, memasang senyum nakal.

Sakha benar-benar tidak ingin Phoenix melakukan perbuatan tidak senonoh padanya seperti semalam. Dia berusaha untuk lebih berani melarang. Sakha menggenggam tangan nakal Phoenix, kemudian menyingkirkan dari kejantanannya yang masih berada dalam celana.

"Ihh, Sakha gak asyik!" Phoenix memekik tidak suka. Gadis itu bangun kemudian pergi keluar gua tanpa berniat memakai dahulu atasan bajunya yang saat ini pasti sudah agak kering. Gadis itu pergi entah kemana, menjauh meninggalkan Sakha yang jadi merasa bersalah. Sakha bangun bermaksud mengejar Phoenix, dia bahkan baru menyadari jika bra Phoenix berwarna cream karena sejak semalam berusaha untuk tidak melihat ke arah situ.

"Phoenix, kamu mau kemana?!" teriak Sakha dari kejauhan namun Phoenix tidak mengacuhkannya.

Sakha menyusulnya. Bahkan dia sampai tidak ingat untuk memakai bajunya dahulu sehingga kini dia berlari mengejar Phoenix dengan tubuh masih topless seperti semalam.

Phoenix melipat tangan di dada, gadis itu berjalan sambil menghentakkan kakinya beberapa kali. Dia tidak pernah mendapatkan penolakan apapun selama hidupnya. Dan Sakha baru saja menolaknya? Phoenix kesal sekali. Jika jarak pulau ini ke dermaga tidak terlalu jauh maka Phoenix akan nekad berenang. Namun karena jauh, bisa-bisa dirinya mati tenggelam. Dia lupa jika dirinya tidak bisa berenang dan hampir tidak tertolong beberapa hari yang lalu.

"Phoenix tunggu!"

"Phoenix, mau kemana?!"

Teriakan Sakha yang sedang menyusulnya tidak diacuhkan Phoenix. Phoenix juga mengabaikan bunyi-bunyian dari perutnya yang kelaparan, kemarin dia hanya makan beberapa buah pisang. Phoenix segera sampai di tepi pantai. Dia menatap di kejauhan, tidak ada tanda-tanda ada kapal akan mendekat untuk menyelamatkannya. Apakah ayahnya tidak mencarinya? Apakah ayahnya tidak merasa kehilangannya? Phoenix merasa ingin menangis, frustasi sekali dengan nasib yang tengah dialaminya. Perut kelaparan, wajah kusam dan sekujur tubuh yang gatal-gatal karena semalaman tidur di atas tumpukan jerami. Phoenix sama sekali tidak pernah berpikir akan mengalami hal menyedihkan seperti ini.

SAKHAPHOENIX ABCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang