"Hah?"
Daren bingung kenapa dia duduk di ruang pertemuan istana Roan ketika dia membuka matanya.
"Bukankah aku seharusnya sudah mati?" pikir Daren sambil melihat kembali tangannya. Karena dia masih bingung dengan seluruh situasinya, dia tidak menyadari tatapan aneh yang diarahkan padanya.
Dia baru terbangun dari kebingungannya ketika bahu kirinya di sentuh.
Daren langsung merasakan hawa dingin saat bahunya disentuh, bagaikan ada ribuan bilah es yang menusuk bahunya.
Gambaran-gambaran mulai terbentuk di benaknya tentang terakhir kalinya pemilik tangan itu meletakkan tangannya di bahu kirinya, seperti saat ini.
Terakhir kali pemilik tangan itu meletakkan tangannya di bahunya adalah sesaat sebelum perang terakhir ketika ia meyakinkan Daren.
"Jangan terlalu khawatir. Aku tahu kita bisa melakukannya. Kita akan melewati ini bersama seperti yang selalu kita lakukan."
"Setelah perang, aku punya sesuatu untuk diceritakan kepadamu. Karena itu, kumohon jagalah dirimu, sayangku."
Daren ingin mengejek, "jagalah dirimu?" Kemunafikan kata-kata itu sudah cukup untuk membuat Daren merasa mual.
Karena bagaimanapun juga, bahaya yang mengancam Daren setelah perang dan hingga nafas terakhirnya adalah mereka.
daren tersentak dia menepis tangan itu dengan kasar dan berubah menjadi mode protektif sepenuhnya.
"Daren?" Suara geramanan nya menarik perhatian semua orang yang hadir di ruangan itu.
Daren bernapas berat karena ia merasa udara menjadi lebih mencekam.
"Apa dia mengalami panic attack?"
"Apa yang sedang terjadi?"
"Anak bodoh ini!"
"Daren, bisakah kamu mendengarku?"
Semua orang tiba-tiba menjadi waspada saat Daren memegangi dadanya dan mengalami kesulitan bernafas.
Daren terus mendengar suara-suara dan melihat siluet banyak orang tetapi gambaran masa lalunya terus tumpang tindih.
Gambaran mereka menyiksanya. Gambaran mereka menatapnya dengan jijik.
Daren tanpa sadar memegangi kepalanya saat ia mulai merasa pusing. tubuhnya juga gemetar.
Dia merasakan ada tangan yang mengguncangnya hingga terbangun namun dalam pikirannya tangan itu mencoba mencekiknya.
"Daren." Kemudian dia merasakan sebuah tangan lembut menggenggam wajahnya dan memaksanya untuk mendongak. Daren mendongak perlahan untuk bertemu dengan sepasang iris obsidian.
Namun begitu dia melihat wajah orang yang menangkup wajahnya, Daren merasa seolah-olah bilah pedang sang algojo sedang memotong lehernya sekali lagi.
Dan itulah hal terakhir yang dilihatnya sebelum tubuhnya kehilangan kekuatan dan penglihatannya menjadi gelap.
Segalanya menjadi sunyi saat Daren pingsan. Semua orang terlalu tercengang untuk berbicara.
Daren pingsan dalam pelukan Andrew, karena Alberu terlalu terpaku melihat kelakuan tunangannya.
Mereka baru saja mengadakan pertemuan damai tentang pertempuran yang akan datang di kota puzzel. Saat Daren mulai bangun. Dia tampak linglung dan sama sekali tidak bersemangat. Dia juga gemetar hebat. Jadi Alberu memanggilnya dan menyentuh bahunya tetapi keadaan malah memburuk.
Dan sekarang mereka berada di dalam kamar Alberu dengan Daren tidur di tempat tidur Alberu dan Alberu di sisinya.
Andrew dan ketiga anak kucingnya berada di sofa dengan Marvel berdiri di dekat mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
In another life
Viễn tưởng"Daren!" 'kenapa?' "Bunuh pengkhianat itu!" 'Yang kulakukan hanyalah mencintaimu dengan kemampuan terbaikku, jadi mengapa?' "Kamu sebaiknya mati saja!" 'Aku berharap-' "Sungguh tidak enak dipandang." Awan berwarna abu-abu dan hujan turun deras, kare...