꧋ꦫꦶꦥ꦳ꦠ꧀ꦄꦢꦿꦺꦤꦭꦶꦤ꧀

4 0 0
                                    

"Jangan pernah menyimpan masa lalu dalam gelas kaca, karena dari luar akan terlihat. Tapi kubur lah masa lalu (aib) sedalam-dalamnya, seandainya bangkai tercium, maka baunya tetap busuk."

_Revano Kenzo Aditya_

_________

Laki-laki yang duduk di atas sajadah dengan mengadahkan tangan ke atas, air mata yang mengalir, dan mulut yang tak berhenti berbicara untuk memohon ampun. "Ya Allah... ampunilah hamba yang telah berbuat dosa ini... hamba tahu semua ini kesalahan hamba, hamba tidak bisa berfikir jernih saat itu.

Ya Maha pemberi petunjuk, tunjukkan jalan yang benar kepada hamba. Ya Maha pemberi hati, tetapkan hati hamba hanya untuk beribadah kepada-Mu. Ya Allah jagalah hati hamba selalu, lindungilah hamba akan rayuan-rayuan setan gila. Aamiin Ya Allah..." Revan mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Hatinya tenang ketika meminta petunjuk kepada Sang Pencipta. Ini yang Revan suka, setiap masalah yang di laluinya begitu berat baginya, maka Revan akan mengadu kepada Sang Pencipta agar hatinya selalu tenang.

"Haduh... capek banget, ya?" monolog Revan tersungkur di atas sajadahnya. Berasa dia sedang merayu Tuhan untuk menemani paginya yang masih gelap ini. Kayaknya emang sebutuh itu, ya? Memang, kita tidak butuh yang lain kalau kita percaya akan adanya takdir Allah.

"Tiba-tiba mimpi seperti itu, membuatku dejavu! Sampai aku tidak sholat tahajud dan subuhan di masjid! Argh... bisa dimarahi Abba kalau sampai tahu, harus bilang apa aku?" Kini Revan berbalik menjadi terlentang.

Cahaya remang-remang kamarnya membuat dia tenang, bahkan burung-burung belum berbunyi. Hanya lantunan ayat suci Al-Quran dari masjid yang dia dengar. Rasanya ingin tidur lagi, tapi tidak bisa. Sepertinya Revan banyak pikiran.

"Joging aja, deh!" serunya memberi semangat pada dirinya sendiri. Revan segera bangkit dan melipat sajadahnya. Dia berganti pakaian menjadi olahraga. Setelahnya dia keluar dari kamarnya untuk joging pagi ke gang sebelah.

Sepertinya Abba dan Uminya masih di kamar, sedangkan sang Kakak biasanya mengerjakan tugas kantor atau tadarus. Revan takut jika gelisah seperti ini akan menggangu hafalannya, kalau dia tidak salah hari ini setoran hafalan ke Abbanya. Bisa-bisanya kalau otaknya tidak encer bisa hilang hafalannya.

Beberapa menit kemudian

Dada Revan serasa sesak, kaki pun rasanya berat untuk di angkat. Saat Revan ingin balik pulang, dia berhenti sejenak di kursi taman dekat gang sebelah itu. Saking lelahnya dia sampai tertidur sebentar. Walaupun taman itu dekat jalan raya, tapi sekeliling taman itu ada tembok yang setara dengan kepala manusia. Dan kebetulan, Revan memilih duduk dipojokkan taman untuk menjauhi keramaian.

Saat terbangun Revan terkejut. "Sudah tidur berapa tahun aku!?" ucapnya dengan panik, lantas segera pulang ke rumah. Berapa menit Revan berjalan, akhirnya sampai di depan gerbang rumahnya. Saat dia mau masuk, tiba-tiba ada yang memanggilnya.

"Tadz!" Mendengar itu Revan menoleh. Laki-laki di ujung sana memakai sarung, baju koko, dan peci. Sepertinya baru pulang dari masjid.

"Kamu dari mana?" tanya Revan. Laki-laki itu berlari menghampiri Revan.

Dia tersenyum, "Dari masjid, lah, Tadz. Habis tadarusan." Revan tersenyum tipis. "Ternyata suara merdu itu kamu? Saya tidak menyangka bahwa kamu telah berubah sejauh ini."

"Alhamdulillah...," seru mereka bersama, diakhiri dengan senyum mengembang. "Ustadz dari joging, ya? Tumben banget?" Laki-laki itu kembali bertanya, Revan tersenyum kembali.

"Menghilangkan rasa tegang saja. Suntuk juga kalau di rumah," jawabnya. "Mau duduk di bawah pohon sana?" tunjuk Revan pada pohon di seberang jalan. Mereka berjalan ke seberang, duduk di bawah pohon sambil menunggu matahari terbit. Mereka berdua duduk bersila di bawah pohon itu.

RIZLAKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang