Kesempurnaan Arsenio

303 37 6
                                    

Arsenio Barra.

Seluruh penghuni SMA Dirgantara pasti tahu cowok yang satu ini. Pemegang juara pararel dan pemain biola yang kerap wara-wiri di berbagai acara musik lokal. Tak hanya itu saja kesempurnaan yang dimiliki Arsenio. Cowok 17 tahun itu juga memiliki paras tampan yang membuat kaum hawa semakin terpesona padanya.

"Siniin kadonya, Sen. Biar sebagian taruh di tas gue."

Aesenio menoleh sejenak ke arah Dafin sang sahabat, lantas setelahnya mengangguk. Cowok itu memang sempat kebingungan karena mendapat beberapa kado dari beberapa siswi yang mengaguminya.

"Makasih. Lo boleh ambil yang mana aja, Daf."

Tentu saja Dafin tak mau menolak rezeki. Biasanya kado yang Arsenio dapatkan no kaleng-kaleng. Bahkan pernah kala itu Arsenio mendapat sepatu dari brand ternama. Cowok itu ingin mengembalikan kado itu, namun tak ada keterangan apa pun dalam kado itu.

"Thanks, Sobat."

"Anytime, Bro."

Arsenio membiarkan saja Dafin membuka kado-kado itu. Pandangannya mengedar ke segala arah. Jam pelajaran 10 menit lagi akan segera dimulai. Cowok itu sebenarnya merasa bosan.

Tangannya sesekali menyugar helaian rambutnya. Hingga ketika matanya mengarah pada pintu kelas, seseorang membuat dahinya mengernyit.

"Kenapa itu orang?" Arsenio bergumam.

"Lo ngomong apa, Sen?"

"Enggak. Gue cuman bosen."

Arsenio membalas sekenanya. Pandangannya masih terfokus pada pintu kelasnya meski orang itu telah pergi. Hatinya diselimuti oleh kejanggalan.

"Ah bodo amat."

Cowok itu menggeleng cepat, berusaha mengenyahkan kecurigaannya. Tak ada gunanya untuk memikirkan hal yang baginya tak penting.

***

BUGH!

Sebuah bogeman kuat mendarat sempurna di bibir seorang cowok 17 tahun. Ia mengusap lebam yang baru saja tercipta di pipinya. Rasa perih luar biasa menyambangi. Dengan ringisan pelan yang keluar dari bibirnya, ia mencoba untuk kembali menegakkan tubuhnya.

"Kenapa cuman setor segini? 20 ribu di zaman sekarang buat apa, Mada?!"

Mata cowok yang dipanggil Mada menajam ke depan. Dalam hati terus mengumpati sosok wanita paruh baya yang ada di hadapannya.

"Malam ini kamu nggak ada jatah makan."

"I-Ibu, tapi Mada laper."

"Terserah. Uang ini buat uang saku Joana."

Wanita itu meninggalkan Mada tanpa memedulikan si cowok yang bahkan hampir ambruk. Mada tersenyum nanar. Padahal hari ini ia harus les di sekolah sebelum mengamen di jalanan. Itulah sebabnya uang yang ia berikan untuk wanita berstatus ibu tirinya itu tak seperti biasanya.

"Bunda, Mada capek."

Mada mengayunkan tungkainya dengan tertatih sembari terus mengusap pelan lebam di pipinya. Sebenarnya perbuatan buruk ibu tirinya bukan hanya hari ini. Sekecil apa pun kesalahan Mada, wanita itu selalu memperlakukan Mada dengan buruk.

"Pengin nyerah."

Matanya kembali menerawang pada dua orang yang terkenal di sekolahnya. Arsenio dan Dafin. Cowok itu diselimuti rasa iri pada mereka. Apalagi pada Arsenio yang hidup dalam kesempurnaan. Dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya merupakan mimpi Mada. Namun sayangnya semenjak kepergian bunda dan ayahnya, Mada tak pernah mencecap kebahagiaan.

FORGET ME NOT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang