Teman

164 38 15
                                    

Sebenernya lagi mode ngebut. Tapi kalau bosen aku up hampir tiap hari bilang ya.

Semua kembali seperti semula. Mereka kembali memakai topengnya. Arsenio dan Dafin. Keduanya kembali menjadi cowok the most wanted yang sempurna dan digilai banyak kaum hawa. Mereka begitu lihai dalam berakting. Berpura-pura hidup dalam kebahagiaan.

"Inget, Dek. Kalau nanti nggak enak badan langsung ke UKS. Atau pulang aja."

Si sulung bernama Galen mengusap kening Arsenio. Mereka tengah berada di dalam mobil dan kini mobil terparkir di area parkir sekolah. Cukup khawatir membiarkan adik bungsunya untuk sekolah. Namun paksaan Arsenio yang ingin bersekolah kembali setelah seminggu absen membuatnya mau tak mau menuruti keinginan sang adik.

"Dan buat lo, Daf. Mending tinggal di rumah kita aja. Rumah lo nggak pantes disebut sebagai rumah."

Sahabat Arsenio yang satu ini sudah dianggap keluarga olehnya. Peran Dafin bagi Arsenio begitu besar. Tentu saja ia akan menjaga Dafin dengan baik. Apalagi saat mengetahui tentang perlakuan kedua orang tua Dafin. Galen masih tak menyangka bahwa di dunia ini ada orang tua yang bisa memperlakukan anak dengan tidak adil.

"Akan gue pikirin, Bang. Untuk saat ini maaf gue ngerepotin dengan tinggal di rumah kalian."

"Udah berapa kali gue bilang kalau lo udah gue anggap adek sendiri? Berhenti buat merendah."

"Masih nggak enak hati gue."

"Arsenio mendengkus. " Kayak sama siapa aja lo."

"Sen, makan gue banyak soalnya."

Dengan main-main, Arsenio menoyor kepala sang sahabat. Tapi dalam hati ia bersyukur. Arsenio bisa merasakan keadaan hati Dafin mulai membaik.

"Ya udah. Rumah kita terbuka buat lo, Daf."

Galen mau tak mau mengangguk pasrah. Keputusan ada di tangan cowok itu. Ia tak mungkin memaksakan kehendaknya.

"Sana keluar. Udah mau bel masuk, kan?"

Sepasang sahabat itu mengangguk patuh. Keduanya pun membuka pintu mobil. Tas tersampir di bahu masing-masing. Area parkir masih cukup ramai oleh para siswa yang akan menuju kelas.

"Nanti WA aja kalau udah mau pulang, Dek. Abang mau ke kampus dulu."

Arsenio mengangguk sekenanya karena kini pandangannya tertuju pada Mada yang melangkah cukup terburu-buru dengan sebuah gitar di bahunya.

"Lo mau samperin?"

Dafin tentu paham. Arsenio telah menceritakan segala hal tentang Mada padanya. Ternyata tentang setiap manusia memiliki ujiannya masing-masing itu memang benar.

"Ayo, Daf."

Arsenio mendorong pelan bahu Dafin agar sang sahabat kembali melangkah untuk menggapai Mada yang kini ada di mading sekolah.

"Mada!"

Si empunya nama menoleh. Tanpa sadar cowok itu merasakan kelegaan. Seminggu lebih Arsenio tak menampakkan batang hidungnya. Apalagi Dafin pun ikut tak masuk sekolah sejak 2 hari lalu.

"Lo ngapain di depan mading?"

"Cuman lihat-lihat aja. Lo sendiri ... sama Dafin kenapa nggak masuk sekolah?"

Inilah yang sebenarnya Mada ingin tanyakan. Perlahan hati itu mulai melunak. Penyesalan yang Mada rasakan setelah gagal melakukan percobaan bunuh diri. Semua berkat Arsenio, si cowok sempurna yang menawarkan sebuah pertemanan.

"Gue sih males sekolah kemarin. Tapi ini anak malah ikut-ikutan nggak masuk kelas."

Dafin ingin memberi acungan jempol untuk Arsenio. Keahlian berbohongnya makin meningkat. Terbukti dari Mada yang sepertinya percaya begitu saja.

"Oh iya, Mada. Lo mau jadi temen kita?"

Arsenio melanjutkan misinya mengajak Mada berteman. Bukan tanpa alasan ia menawarkan sebuah pertemanan. Mada adalah pribadi yang baik. Meski belum tahu sepenuhnya bagaimana kehidupan Mada, namun Arsenio bisa merasakan calon temannya adalah orang yang tulus.

"Tapi gue ini orang miskin."

Dafin berdecak kesal. "Hubungannya sama lo miskin apaan?"

Mada mengembuskan napas pelan. Cowok itu hanya takut dimanfaatkan. Namun melihat kesempurnaan yang dimiliki Arsenio dan Dafin membuat keraguannya perlahan terkikis.

"Oke. Gue mau temenan sama kalian."

Arsenio mengukir senyum tipisnya. Lantas tangannya merangkul hangat teman barunya. Sesekali ia menepuk pelan bahu sang teman.

"Kalau lo butuh temen cerita, lo bisa cerita ke kita. Itulah gunanya temen. Inget, kita temen."

"Tapi, Mada. Lo beneran bukan homo, kan?"

Satu geplakan sayang mendarat sempurna di kening Dafin. Pelakunya tentu saja si tampan Mada. Ia baru saja ingin kembali menempeleng kepala si alis tebal sebelum si empunya memberi gestur peace.

"Bercanda elah, Mada."

***

Jakarta, 27 April 2016

Bocah itu berdiri di atas panggung kecil. Di hadapannya ada kue tart yang di atasnya ada lilin angka 8. Ada banyak anak seusianya yang kini kompak menyanyikan lagu 'Selamat Ulang Tahun'.

Kedua kakaknya berdiri di sisi kanan dan kirinya. Sementara orang tuanya mereka ada di samping kedua kakaknya.

Seharusnya moment ulang tahun ini menjadikan wajah kecil itu bercahaya. Namun yang kini terjadi, bocah itu -- Arsenio-- hanya diam dengan pandangan kosong. Wajahnya terlihat sangat pucat. Bahkan sesekali mulutnya terbuka, berjuang keras meraih oksigen.

"A-Abang ...,"

Suaranya sangat lirih hingga hanya dirinya sendiri yang mendengarnya. Dadanya semakin sesak luar biasa. Bocah yang hari ini genap 8 tahun itu masih berusaha mempertahankan kesadaran kendati pandangan matanya semakin kabur. Harapannya minimal bisa meniup lilin. Namun ternyata sakit itu lebih kuat mendominasi.

Baru saja ia ingin meniup lilin, tubuhnya telah lebih dulu ambruk. Semua orang yang ada di sana memekik kaget. Terutama keluarganya. Bahkan kedua kakaknya telah menangis ketika mendapati adik bungsu kesayangan mereka terpejam damai.

"Adek?"

Sang mama menepuk pelan pipi gembil si bungsu. Namun bocah itu tetap bergeming. Dan melihat Arsenio yang tak menunjukkan tanda-tanda sadar, sang kepala keluarga segera menggendong Arsenio. Rumah sakit menjadi tujuan utama mereka.

Tbc

Idols are human too. Normalisasikan idol bisa naksir cewek/cowok, bisa dating, bisa nikah. Idol nikah, dating, ngerokok itu bukan tindakan kriminal. Orang biasa kayak kita juga banyak yang pacaran, nikah, dan ngerokok.

Buat Enjin, apalagi yang anggep member itu pacar, mulailah dari sekarang belajar ikhlas kalau seandainya di masa depan member dating atau nikah. Mereka suatu saat akan nikah. Mereka bukan robot yang nggak punya perasaan.

FORGET ME NOT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang