Reader cantikku komen dan vote, aku akan semakin semangat update ☺
Mada masih tercenung di tempat Dafin terduduk. Tentu saja ia mengenali dengan jelas luka sayatan yang tertangkap di matanya karena ia pernah melakukan hal yang sama. Selfharm. Mada juga pernah ada di titik menjadikan rasa sakit fisik sebagai pelampiasan atas luka yang ditorehkan oleh ibu dan kakak tirinya."Gue nggak mungkin salah ngenalin luka di lengan Dafin."
Entah kenapa perasaan acuhnya sedikit sirna. Cowok berdarah Sunda itu ingin menanyakan keadaan Dafin. Hanya saja keraguan itu mengikis niatnya. Mada menggeleng cepat, menghalau pemikiran yang baru saja tercetus di otaknya. Mada tak ingin terjebak lagi dalam pertemanan palsu.
Lantas cowok itu kembali melangkah menuju kelasnya. Bel masuk sekolah memang masih cukup lama, namun ia ingin segera masuk karena ingin mengerjakan PR-nya. Kemarin tak ada waktu baginya untuk belajar karena Mada mengamen hingga larut malam.
***
Arsenio mendatangi tempat itu lagi. Tempat di mana rahasia Mada terungkap di hadapannya. Namun sudah satu jam ia mencari, Arsenio tak kunjung menemukan Mada. Dengan berbekal kenekatan, cowok itu tak gentar mencapai keinginannya.
Malam yang kian menyambut tak menyurutkan niatnya mencari Mada. Entah kenapa ia yakin bisa bertemu Mada hari ini. Mata tajamnya bergerak liar memandangi setiap sudut tempat. Hingga tatapannya terfokus pada seseorang yang tengah berdiri di tengah jalan raya yang cukup sepi.
"Astaghfirullah, Mada?!"
Arsenio membuang kasar tas punggungnya ke sembarang arah. Tungkainya dibawa melangkah secepat mungkin demi menghentikan tindakan gila Mada. Apalagi saat matanya menangkap ada sebuah truk bermuatan melaju dari arah kiri.
Meski napasnya kian memburu, namun kini pikirannya hanya tertuju pada Mada. Tinggal beberapa langkah lagi ia bisa meraih tubuh Mada. Hingga akhirnya Arsenio berhasil meski keduanya tersungkur di pinggir jalan.
"Shh ... perih banget."
Arsenio mengusap sikunya yang memar karena kerasnya aspal. Ada noda darah di sana. Sialnya memang ia sedang tak memakai hoodie yang tak pernah lepas dari tubuhnya.
"Harusnya lo nggak usah tolongin gue, Arsenio."
Fokus Arsenio teralihkan karena ucapan Mada. Alis Arsenio menukik tajam. Calon teman di hadapannya memang cukup menyebalkan. Cukup berbeda dengan Dafin yang dulu pertama kali ia tawarkan pertemanan.
"Bunuh diri itu dosa. Allah nggak suka. Kalau lo bunuh diri, kasihan sama keluarga lo."
Keluarga, ya?
Mada mengembuskan napas kasar. Dadanya sesak luar biasa jika mengingat tentang keluarganya yang hancur. Air matanya selalu tak mampu Mada tahan ketika harus dipaksa kembali merekam setiap luka yang pernah ia alami.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT
Teen FictionTW // MENTAL ILLNESS SUICIDE DAN SELFHARM ⚠️ Ini tentang mereka yang merasa bahwa Tuhan tak pernah adil pada mereka. Jerat cobaan itu bahkan hampir membuat salah satunya memilih jalan buntu jika saja tak ada dia yang datang dengan membawa cahaya. "...