Pintu rumah dibuka dan ditutup pelan. Bulan mengeluh melihat suasana rumah yang agak berantakan itu. Seperti biasa, penghuni rumah itu hanya tahu cara berantakin rumah dan tidak tahu cara mengemasnya kembali.
" Baru sampe udah harus ngemas rumah," tanpa menghantar tasnya keatas terlebih dahulu, Bulan terus mengambil alatan mengemas. Lebih baik dia tidak melengahkan masa kalau tidak mahu dimarahi mamanya.
Baru saja menghidupkan vakum, pintu utama rumah dibuka dari luar. Terpampang wajah Lidya dari pintu rumah.
" Kamu ngapain rumah sampe berantakan kayak gini?! Kamu denger suara mobil saya diluar baru kamu mau ngemas?! Iya gitu?!" Bulan menahan kesal dalam hati. Dia hanya menunduk pelan sambil membersihkan sisa makanan diatas lantai menggunakan alat penyedut itu.
" Kalau saya lagi ngomong itu lihat ke mata saya! Kamu ga diajar sama orang tua kamu tentang sopan santun?!" Suaranya seperti bariton yang bergema di setiap sudut rumah. Kadang-kadang Bulan berfikir kalau wanita itu tidak tahu cara ngomong dengan nada biasa.
Bulan mengangkat kepala dan membalas pandangan Lidya. Mata wanita juga merangkap ibu tirinya itu melihat tajam kearahnya.
" Alana dimana?! Udah pulang dia?!" Bulan mengangkat bahu. Dia sama sekali tidak tahu. Dia bahkan belum sempat naik keatas hanya sekadar menghantar tasnya ke kamar.
" Aku ga tau, tante. Aku pulang langsung beresin rumah," mata Lidya memandang Bulan dengan tatapan meremeh.
" Terus siapa yang berantakin ini?! Masa anak saya sih?!" Lidya menoleh ke pintu utama apabila dibuka dari luar. Alana yang baru pulang itu memandang Lidya dengan tatapan heran.
" Kenapa mama lihat aku kayak gitu?" Bulan memutarkan bola matanya.
" Kamu yang berantakin rumah?" Alana mengerutkan dahi. Dia menggeleng.
" Engga kok ma. Mama ga lihat aku baru pulang dari sekolah?" Begitulah sikap kakak tirinya Bulan, Alana Aveena. Kelakuannya tidak jauh berbeda dengan seorang anak kecil.
' Dasar nenek lampir,' bisik hati Bulan.
" Kenapa mama malah nuduh aku? Kayaknya cewe itu deh," Lidya mempercayai kata-kata anaknya.
" Enak aja ya kamu berantakin rumah saya! Keluar aja kamu dari rumah ini!" Bulan tersenyum miring.
" Benarkah rumah ini milik tante? Bukannya tante sama anak tante itu yang menumpang di rumah ini?" Kata-kata yang keluar dari bibir Bulan berjaya membuatkan kemarahan Lidya bertambah.
" Kamu bilang apa?!"
" Aku tau tante ga pikun," Lidya mendekati Bulan yang masih memegang alat mengemas itu. Lidya ingin menampar pipi gadis itu namun berjaya ditahan oleh tangan kecil itu. Bulan tersenyum.
" Sejak kapan kamu mempertahankan diri kayak gini?!" Wajah Lidya sudahpun bertukar merah. ' Persis tomato,' Bulan menahan tawa dalam hati.
" Tante pikir aku itu akan bodoh selamanya dengan hanya membiarkan diri aku disakiti?" Bulan membawa tangan wanita itu turun. Tanpa berkata apa-apa dia menyimpan alatan yang digunakan. Tangannya mengutip sampah yang masih tertinggal dan dibuang ke bekas sampah.
Ketika dia ingin menaiki tangga untuk ke kamar, Lidya ketawa sinis. " Saya lebih suka kamu yang ngelawan kayak gini daripada diri kamu yang bodoh itu," Bulan memutarkan bola matanya.
Alana yang mendengar kata-kata mamanya memukul pundak wanita itu. " Mama kenapa sih? Jadinya aku udah ga bisa ganggu dia kalau bawaannya ngelawan terus," Alana memandang Lidya tidak puas hati.
" Kamu juga seharusnya mengubah diri sendiri untuk menjadi lebih pemberani. Jangan pernah kalah dengan Bulan. Jangan hanya mengharapkan mama untuk membalas dendam kamu terhadap dia," Alana merengek kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHADHIYA || LEE DONGHYUCK
Teen Fiction"Lo udah punya pacar ga? Takutnya pacar lo cemburu liatin gue ngomong sama lo terus."-Chaesa Dhiya Bulan "Pacaran itu membosankan, kita temenan aja dan bersikap seperti lagi pacaran."-Haidar Arshaka Devan Temanan tapi bersikap seperti pacaran? Adaka...