9| pulang bareng?

68 19 3
                                    


"Kamu sih! Aku kan jadi ketinggalan pelajaran Pak Budi."

"Kok gue? Lo yang mukul kenapa gue yang disalahin."

"Aku nggak akan mukul kalau kamu nggak nyebelin."

"Lo nggak akan mukul kalau lo nggak ringan tangan. Makanya ini tangan dijaga." Jayden mengangkat pergelangan tangan Asha yang mungil dengan dua ibu jari dan telunjuknya.

Yang langsung Asha tarik lepas detik itu juga. Ekspresinya bersungut-sungut. "Kamu yang gangguin. Siapa yang nggak emosi coba?"

Jayden meringis ketika Asha mengompres hidungnya dengan cara yang ditekan-tekan. "Pelan-pelan dong. Sakit nih."

Asha hanya memutar bola mata malas. Lebay banget.

"Ya udah nih kompres aja sendiri. Tangan kamu nggak kenapa-napa kok."

"Tanggung jawab dong. Yang bikin hidung gue kayak gini kan lo. Untung cuma mimisan, kalau sampai patah gimana? Mau gantiin hidung gue?"

"Nggak usah berlebihan." Asha kembali menekan kompresannya di hidung Jayden — greget — buat lelaki itu kembali meringis. "Aku mukulnya nggak keras-keras amat kok."

"Tapi buktinya gue mimisan."

"Itu karena hidung punya banyak pembuluh darah tipis yang mudah pecah."

"Siap si paling pinter."

"Tuh kan. Kamu tuh nyebelin." Asha menurunkan tangannya yang mengompres hidung Jayden. Malas. Kenapa harus dia yang memegang kompresannya saat Jayden bisa melakukannya sendiri.

"Nyebelin apa sih? Lo kan emang pinter."

"Kayak ngeledek gitu.

"Enggak, Asha," sahut Jayden dengan nada bicara seolah menenangkan orang yang merajuk. "Lo emang pinter."

Asha mendengus.

"Makanya gue seneng sebangku sama lo karena bisa nyontek." Lelaki itu menyeringai jail saat Asha mengerling sinis yang baginya itu menggemaskan — eh.

"Siapa juga yang mau kasih contekan," balas Asha ketus. "Kamu aja yang kompres sendiri nih." Ketika Asha berdiri, Jayden menahan pergelangan tangannya sebelum perempuan itu melangkah pergi.

"Berani berbuat berani bertanggung jawab."

Asha hanya menatap Jayden dalam diam. Menatapnya datar, kontras sekali dengan matanya yang selalu memancarkan kehangatan dan keramahan.

"Kamu emang sengaja supaya aku nggak belajar ya?"

"Berlebihan banget. Tinggal 10 menit lagi kompresnya. Masih bisa kali lo ikut pelajaran si Budi."

"Kamu nggak sopan banget nyebut guru dengan cara kayak gitu'." Asha malah terdistraksi oleh hal lain.

"Ya udah Tuan Budi."

Asha mengerling sinis — untuk kesekian kalinya lagi. "Padahal ibu kamu lemah lembut. Tapi kok kamu kayak gini?"

Mendengar ibunya disebut, wajah Jayden berubah dingin. Cekalannya di pergelangan tangan Asha dia lepaskan.

Menyadari perubahan ekspresi Jayden buat Asha bertanya-tanya kenapa Jayden selalu sensi jika orangtuanya dibawa-bawa. Asha memang tidak tahu hubungan Jayden dengan ayahnya bagaimana. Tapi, dengan ibunya... sepertinya hubungannya tidak seburuk itu.

Apa mungkin sensi karena tidak terima orangtuanya dibawa-bawa? Tapi, kan Asha bukan berbicara tentang yang buruk-buruk. Bukan seperti Asha bilang, "orangtua kamu nggak pernah ngedidik kamu ya?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: 2 days ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Satu AtapWhere stories live. Discover now