14. Egois

846 21 0
                                    


Deva turun dari mobil Alvin. Mobilnya tiba-tiba saja mati di jalan dan kebetulan ada Alvin lewat menawarinya tumpangan. Ia tidak mau ambil resiko telat absen di mata kuliah Miss Erni. Jadi ia terpaksa menerima tawaran Alvin. Meskipun sepanjang jalan ia harus menelan gombalan-gombalan Alvin di pagi hari yang membuat perutnya mual.

Namun kesialan baru saja terjadi, tepat setelah Alvin turun dari mobil, kemudian menutup pintu.

"Lo berdua bareng Dev?''

Ia berpapasan dengan Dara dan Lisa yang juga memarkirkan mobil tepat di samping mobil Alvin.

"Oh hai Dar, Lis." Alvin menyapa penuh bangga. "Iyanih hehe. Doain temen lo hatinya terketuk dan mau sama gue. Biar tiap ngampus bareng terus."

Dara tersenyum sinis. "Terketuk. Terkutuk kali! Minimal langkahin dulu cowokya baru lo bisa sama Deva. Itupun kalo Deva nya mau pastinya sih ogah yaw hahaha." Sarkas Dara.

"Lo kok bisa bareng dia sih Dev." Tanya Lisa

"Mobil gue mogok di jalan."

"Kenapa nggak telfon gue aja sih Dev." Ucap Dara sembari melirik sengit Alvin. Entah kenapa Dara begitu sengit pada Alvin akhir-akhir ini. Mungkin karena masalah pribadi. Secara Alvin teman baiknya Devan. Pria yang berhasil menyakitinya.

"Tadinya iya. Tapi Alvin kebetulan lewat jadi yaudah sekalian aja, takut telat nanti kalo gue nunggu lo pada."

"Oh. Okelah."

"Thanks ya Vin tumpanganya." Ujar Deva menghadap Alvin.

"Iya Dev nanti pulangnya-"

"Sama gue." Ucap Dara cepat memotong ucapan Alvin. Sebelum tangannya menggandeng tangan Deva membawanya pergi.




**




"Miss Erni udah kuis ya?" tanya Dara. Setelah minggu kemarin ia absen di mata kuliah ini.

"Udah minggu kemaren. Lo nggak masuk waktu itu kan lagi mengurung diri."

"Mana sama dia nggak bisa susulan ya."

"Iya siap-siap aja nilai lo gedein ke UAS biar lulus."

"Tenang kan ada si genius Lisa." Deva menyenggol lengan Lisa dengan lengannya.

Lisa tersenyum pongah sembari menganggukkan kepalanya. "Iyaa, bisa apa sih kalian tanpa gue." Ujarnya sombong.

"Emang Lis otak lo tuhan encerin untuk sedekah ke teman nya."

Perbincangan singkat diantara mereka berakhir ketika Dosen pengajar masuk ke dalam kelas. Beliau Miss Erni, dosen killer pengampu mata kuliah manajemen kualitas. Nggak killer sih lebih tepatnya tegas dan harus disiplin di kelas yang beliau ajar.

"Selamat pagi semua." Sapa miss Erni. Wanita itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan sembari menyungging senyuman tipis di bibirnya.

"Seperti yang seharusnya pertemuan ini adalah minggu tenang. Dan materi kita sudah habis. Minggu depan kita UAS. Tidak ada kisi-kisi. Semua materi yang di sampaikan adalah kisi-kisinya. Tidak boleh ada yang telat! semuanya harus datang tepat waktu, membawa kartu UAS, dan memakai almamater. Tidak open book maupun Hp! Jika ada yang melakukannya maka seperti biasa saya tidak segan-segan memberi nilai E. kecuali kalkulator." Ujarnya memberi wejangan sebelum UAS berlangsung.

Kelas berakhir cepat. Hanya masuk lima menit untuk mendengar wejangan pra UAS.




**




Dara berjalan menuju kafe yang tidak jauh dari area kampusnya. Setelah sebelumnya Adri mengabari jika dirinya sudah berada di kafe. Setelah ajakan ia tolak beberapa kali. Adri tetap berusaha untuk menghubunginya. Setidaknya kasih aku kesempatan buat ngelurusin, kita lurusin secara baik-baik. Itu katanya. Setelah mempertimbangkan, akhirnya tidak ada salahnya meskipun itu sudah sangat terlambat.

Dara memasuki area Kafe. Terlihat sosok Adri sudah duduk di meja. Dara menghampirinya.

"Apa kabar, Dara?" Sapanya.

Cih basa-basi yang jelek. "Baik." Dara menatap malas ekspresi pria yang baru saja menyapanya sangat aneh.

"You okay? Aku dengar kam-"

"Langsung aja kamu mau jelasin apa." sela Dara memotong ucapan Adri.

Meskipun keadaannya tidak begitu baik. Dara tidak ingin tampak buruk pasca ia diputuskan lalu di tinggal tunangan oleh mantan keempat nya yang blangsak itu. Ia tidak ingin tampak menyedihkan apalagi di depan pria yang saat ini di depannya. Walaupun ia tau semenyedihkan apa dirinya saat ini. Apa ini karma? Karena ia pernah memutuskan hubungan dengan alasan konyol nya dulu.

"Oke. Yang kamu liat waktu itu Alya. Dia sepupuku. Kamu inget kan om Endru? adiknya Papa. Nah Alya itu anaknya. Dia kebetulan lagi di malang dan nginep di apartement ku."

Dara memalingkan wajahnya. Ia tersenyum smirk. "Terus kalian make out? Seriously? sama sepupu lo sendiri?"

Adri menggeleng cepat. "Yang kamu liat itu salah paham Dar. Aku juga nggak tau kenapa tiba-tiba Alya tidur di ranjang ku tapi kita bener-bener nggak ngelakuin apa yang seperti yang kamu pikirkan Dar."

"Yakin? Bisa aja lo nggak sadar pas ngelakuin nya."

"Sumpah Dar demi tuhan. Kamu bisa tanya Reiga atau Janez, kita abis main BL dan langsung pulang tanpa minum. Setelahnya aku tidur dan aku baru ngeh subuhnya ada Alya di samping aku. Dia yang abis minum sama temen-teman nya dan dia bahkan nggak sadar kalo yang dia tidurin itu kamar Aku Dar."

Dara berdesir, ia sedikit kaget dengan ucapan Adri yang nampak benar-benar serius. Dara menoleh ke arah Adri. Membaca raut wajah nya mungkin saja dia berbohong. Namun ia tidak merasakan ada kebohongan di setiap ucapannya.

"Tolong kasih aku kesempatan sekali lagi." Adri terlihat memohon dengan tatapan matanya.

"Dri."

"Atau seandainya kamu butuh waktu aku siap nunggu kapanpun. Seandainya kamu belum bisa buat mencintaiku lagi. Setidaknya izinkan aku untuk tetap mencintaimu. Sekali lagi."

Dara menelan ludahnya. Tiba-tiba tenggorokannya terasa tersekat. Ia bingung mau memberi respon seperti apa. Saat itu Dara terlalu egois, merasa dirinya menjadi pihak yang tersakiti bahkan sampai detik ini. Mengambil keputusan secara tergesa-gesa akibat emosi. Padahal memang salahnya bertindak sesuai kesimpulan yang ia buat tanpa mau mendengar penjelasan. Dan ia pun salah, belum selesai dengan masa lalu ia buru-buru cari yang baru berharap bisa menjadi pengalih perhatian. Akhirnya salah ia kembali kecewa pada dirinya sendiri.











Okey thanks yang udah baca

Keep smile and Take care of your health!

RnDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang