Hari ini datang dengan cepat.
Suasana di perbatasan antara kota dan pulau tampak sunyi, tempat yang dipilih dengan cermat agar tak menarik perhatian publik.
Di sanalah pertemuan penting para kelompok dunia bawah akan berlangsung.
Caine berdiri tegak, tampak jauh lebih tenang dari biasanya. Mengenakan kemeja putih yang dibalut vest hitam yang pas di tubuhnya. Lekuk tubuh ramping dan proporsi fisiknya yang cenderung lebih kecil justru memberi kesan elegan, sementara rambut merahnya ditata rapi, menyempurnakan wajahnya yang segar dan tampak siap menghadapi hari ini.
Di sampingnya sang ayah berdiri, tengah terlibat dalam pembicaraan serius dengan salah satu kepala kelompok dunia bawah.
Suara para pemimpin itu terdengar berat dan penuh perhitungan, membahas bisnis narkotika, persenjataan, dan kontrol wilayah.
Caine mendengarkan sambil tetap waspada, berusaha menyerap setiap informasi yang ia bisa, meskipun pikirannya sesekali melayang ke pertanyaan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Salah satu kepala kelompok, seorang pria dengan tubuh besar, mengalihkan pandangannya pada Caine.
Dia menyeringai sedikit, suaranya rendah namun jelas. "Dan ini adalah anakmu yang akan kau jadikan pewaris?" nada suaranya terdengar sedikit ada keraguan, seolah mempertanyakan apakah dirinya mampu menghadapi kerasnya dunia yang mereka jalani.
Caine menoleh, menyadari dirinya menjadi objek perbincangan. Seketika, perhatian semua orang di sekitar seolah tertuju padanya.
Pandangannya bertemu dengan pria itu, tak ada rasa gentar di matanya, hanya ketenangan yang terlatih.
Ayahnya, yang selama ini dikenal sebagai sosok kuat dan berwibawa, menatap pria itu dengan senyum bangga. "Betul sekali." jawabnya, suaranya penuh percaya diri.
"Dia yang akan menggantikanku kelak."
Nada suaranya tegas, seolah tak meninggalkan ruang untuk keraguan. Caine merasakan tatapan di sekelilingnya, seolah semua yang hadir ingin menilai apakah dia memang pantas untuk peran besar itu.
Caine tahu, ini lebih dari sekadar perkenalan. Ini adalah ujian tak langsung untuknya, ujian tentang bagaimana dia akan membawa nama keluarganya di masa depan.
Ayahnya mempercayainya, dan meski Caine masih bergulat dengan keraguan di dalam dirinya, dia tahu tak ada ruang untuk menunjukkan kelemahan di sini.
Pria bertubuh besar itu hanya mengangguk kecil, meski sorot matanya masih penuh pertanyaan. "Menarik." katanya, nada suaranya lebih netral.
"Akan menarik melihat bagaimana dia membawa beban itu di masa depan."
Caine tetap berdiri tenang, mencoba menyembunyikan detak jantungnya yang tiba-tiba terasa lebih cepat. Ini hanyalah awal, tapi dia tahu semua yang dia lakukan hari ini akan terasa berat.
Seiring berjalannya waktu, satu per satu kelompok dunia bawah tiba di lokasi pertemuan.
Suasana semakin padat dengan kehadiran berbagai tokoh berpengaruh, termasuk keluarga Noir yang terkenal dengan bisnis persenjataan dan perjudian mereka.
Pertemuan dimulai dengan khidmat, para pemimpin dari berbagai kelompok duduk melingkar di ruangan, suasananya tegang namun formal.
Topik pembicaraan langsung mengarah pada bisnis mereka masing-masing, dari perdagangan gelap hingga rencana ekspansi ke wilayah-wilayah baru.
Caine duduk di sebelah ayahnya, mendengarkan dengan cermat meskipun dirinya belum berbicara sepatah kata pun.
Tatapan matanya sesekali bertemu dengan para pemimpin kelompok lain, termasuk Rion yang ternyata adalah kepala dari keluarga bernama Noir. Kenyataan yang sedikit mengejutkan Caine.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adored Heir. [RionCaine]
Teen FictionPertemuan yang tidak terduga di sebuah ruang hampa yang menyesakkan, menyatukan dua insan sama ke dalam titik euforia yang sulit dihentikan.