This short story is created by
PenulisMisterius32Original OC
PenulisMisterius32Inspiration by
My lovely brain 🧠Happy reading 📖
Don't forget to leave a comment
Love you all ❤️★★★
Pukul 12 malam,hujan mengguyur kota dengan deras.Kilatan cahaya dari langit menyambar-nyambar setiap beberapa detik sekali.Disanalah seorang pria duduk di sebuah sofa tunggal.Di dalam sebuah ruangan gelap yang hanya ada sebuah lampu meja yang menyala.Menjadi satu-satunya cahaya dalam kegelapan ruangan itu.Pintu ganda yang terbuat dari kayu premium tiba-tiba terbuka.Seorang pria muda memasuki ruangan membawa sebuah kertas di tangannya.Pria yang duduk di sofa mencondongkan badannya melihat pria muda itu.
“Sudah kau siapkan barangnya?”
“Semuanya aman pak.Bapak hanya perlu menandatangani kontrak kita dan semuanya akan beres”
Pria itu mendengarkan sambil menyeringai.Rokok di antara jari manis dan telunjuknya mengepulkan asap kecil.Ia meraih pulpen dari saku jas hitamnya dan meraih kertas yang disodorkan oleh seorang pria yang lebih muda dengan pakaian yang sama formalnya,dan menandatangani kolom tanda tangan di sana.Menuliskan namanya dan kembali menyerahkan kertas itu.
“Aku ingin pengiriman datang tepat waktu,aku tak mau ada delay seperti minggu lalu.Atau kita batalkan kerja sama kita.Banyak klienku yang membutuhkan barang itu,”pria itu menatap pria yang lebih muda dengan tajam tak menerima alasan.
“Baik pak.Saya pastikan semua prosedurnya sesuai perjanjian,”
Pria yang duduk di sofa tunggal mengangguk.Mempersilahkan pria yang lebih muda meninggalkan ruangan melewati pintu yang sebelumnya digunakan untuk memasuki ruangan ini.Setelah pria yang lebih muda meninggalkan ruangan,ia menyesap rokoknya namun tiba-tiba terbatuk.Seorang pria dengan tubuh besar berjas hitam menghampirinya dan menyerahkan segelas air.Pria yang duduk di sofa menenggaknya dengan sekali tegukan hingga habis,lalu menghela nafasnya.
“Anda sudah terlalu tua untuk ini pak,penyakit anda semakin hari semakin parah,”ujar pria bertubuh besar.
Pria yang duduk di sofa hanya terkekeh,suaranya serak ketika bergumam “Ya,kau benar.Kurasa sudah saatnya aku memanggil mereka”
★★★
“Randika!Shafar!Bangun,nanti kalian telat ke sekolah!”
Suara nyaring itu menggelegar di sebuah rumah besar di kawasan perumahan elit perkotaan yang padat.Rumah dua lantai bergaya eropa yang megah itu ditinggali oleh keluarga Sandyakala.Salah satu dari banyaknya keluarga pemilik perusahaan - perusahaan raksasa di negeri ini.Hanya orang-orang yang sanggup membayar lah yang bisa tinggal di kawasan perumahan yang dibangun khusus untuk para konglomerat itu.
Mendengar suara Ibu mereka yang memanggil,Randika dan Shafar segera keluar dari kamar mereka masing-masing dan menghampiri Ibu mereka—Valerien yang sudah menggenakan baju kantor,masih sibuk berkutat dengan pekerjaan dapur.Memasak sarapan,membuat kopi untuk suaminya dan membangunkan kedua anaknya.Hari ini Valerien akan menemani Latif—suaminya untuk menghadiri sebuah rapat penting di kantor.
Randika yang sampai lebih dulu di ruang makan langsung mengambil tempat duduknya di sebelah tempat duduk sang Ayah. Tak lama kemudian,Shafar menyusul bersama dengan Latif yang sudah mengenakan jas hitamnya.
“Hari ini,Bunda akan menemani Ayah ke kantor.Ada rapat penting tentang kerja sama perusahaan.Mungkin akan pulang terlambat,kalian jangan melakukan hal-hal aneh,paham?”ujar Valerien duduk di sebelah suaminya setelah semua hidangan terhidang.
“Iya,Bunda tenang aja.Randika dan Shafar anak baik kok,”Randika menjawab sambil nyengir.Tangannya gesit menyambar segelas jus jeruk milik Shafar.
“Kak,itu punyaku!”Shafar berseru tak terima jus-nya dicomot Randika.
“Sedikit aja,pelit amat sih!”Randika mengerucutkan bibirnya dan mengembalikan jus Shafar.
“Sedikit sih iya tapi jangan sampai setengah juga kali!”Shafar berucap kesal sembari menyeruput jus jeruknya.Alisnya bertaut tanda kesal membuat Randika hanya terkekeh.
Melihat kelakuan kedua anaknya,Latif hanya bisa menggelengkan kepala sementara Valerien mengomeli keduanya.Terkadang begitulah pagi hari di keluarga Sandyakala dimulai.Sebuah keceriaan kecil yang mungkin jarang bisa dirasakan oleh anak-anak sekarang mengingat orang tua yang terlalu sibuk akan pekerjaan mereka masing-masing.
Selesai sarapan,Latif dan Valerien pergi menggunakan mobil sementara Randika dengan sepeda motornya.Jangan tanya dengan siapa Shafar pergi ke sekolah,ia lebih suka naik bus karena disana ia bisa bertemu dengan teman-teman sekelasnya.Meski sekarang banyak anak muda lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibanding kendaraan umum.
Randika memacu sepeda motornya dengan kecepatan yang cukup tinggi,menyalip beberapa pengendara dan mobil-mobil lain yang terjebak kemacetan kota metropolitan ini.Sejenak di lampu merah ia berpapasan dengan bus yang ditumpangi Shafar,melihat adiknya asyik bercengkerama dengan beberapa orang temannya.Randika iseng membunyikan klakson,menyita perhatian Shafar.
“Yo,yang sampai ke sekolah duluan ditraktir di kantin ya!”Randika berseru sambila tertawa,tepat ketika lampu hijau menyala ia langsung melesat pergi.
Shafar melongo menatap kepergian si sulung dan tak lama bergumam.
“Curang!Aku naik bus!”teman-temannya yang menatap reaksi Shafar hanya bisa ngakak menepuk-nepuk punggung pemuda itu.
★★★
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Konglomerat [selesai]
Historia Corta"Gue gak peduli lagi.Gue cuma mau lo mati sekarang!" Darius Randika Sandyakala, putra sulung dari pengusaha kaya raya, dihadapkan pada kenyataan kelam saat ayahnya, Firdaus, jatuh sakit. Firdaus mengungkapkan bahwa bisnis keluarga mereka, yang selam...