1 - How Sick Are We?

908 76 9
                                    

Schevenko David Tendean

Schevenko David Tendean

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rendy Syahputra

"And every time, every time you go,It's like a knife that cuts right to my soul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"And every time, every time you go,
It's like a knife that cuts right to my soul."

•••

David melihatnya, pandangan yang kabur karena tidur seharian tak mengalihkan fokusnya. Dia disana, Rendy datang, tak sendiri tentunya— David pun tak yakin datang kemari adalah niat yang tumbuh dari dirinya sendiri— mata mereka tak bertemu, timnya yang datang bersama Rendy mengambil langkah masuk duluan dan menutupinya di belakang, Rendy pun bukan yang ingin melakukan kontak mata, cenderung mengikuti saja di belakang.

Omong-omong, terhitung seminggu sudah hubungannya dengan Rendy berakhir, tidak berakhir buruk, pula tidak mendekati kata 'baik'. Keduanya tipe yang "ya sudah, mau gimana lagi" pada hal apapun, tak ingin memperbesar atau mungkin hanya ingin menghindari satu sama lain, bahkan menghindari masalah tepatnya.

Tak ada yang tau mereka selesai. Awalnya hubungan mereka sudah ditentang manager bahkan pak Ap, tak ingin adanya ketidakprofesionalan, apalagi se-tim. Namun pada akhirnya luluh juga, hubungannya didukung penuh para bagian tim, toh chemistry mereka dalam bermain pun bagus, Kenapa tidak?

Tapi inilah yang ditakutkan para pengurus tim oranye itu, menjalin sebuah hubungan tidak bisa menjamin mereka akan selalu bersama, banyak kemungkinan yang bisa terjadi, apalagi bermain dalam sebuah tim membutuhkan hubungan yang baik, komunikasi yang lancar.

Ini alasan David dan Rendy tak ingin memberitahu, tak ingin suasana tim menjadi dingin karena mereka. Berpura pura masih bersama tak mudah, tapi sepertinya ini lebih baik daripada semua orang terkena imbasnya.

Ya, setidaknya begitulah pikir mereka untuk kebaikan semua orang. Lalu, bagaimana dengan kebaikan mereka berdua?

Kamar nomor 43, tempat David mendapat perawatan dari demam tinggi yang dideritanya. Sakit yang terlalu lama dipendam menjadi alasan David berakhir pula di rumah sakit, atau mungkin ada juga beberapa alasan lain?

Para bagian tim dengan sigap menyuruh Rendy untuk ambil alih pekerjaan menyuapi David kala suster membawa nampan penuh lauk rumah sakit untuk David. Rendy tak punya pilihan lain selain pergi ke hadapan David dan menyuapinya, setidaknya itulah yang orang orang tahu, kalau mereka masih baik baik saja.

David hanya termenung kebawah, tak berani mengangkat kepalanya.

"David.."

Rendy disana, dihadapannya, sang terkasih yang ia seringkali lupakan disana dengan satu nampan makanan rumah sakit, hendak menyuapinya.

"Im sorry" gumaman kecil itu tak dapat didengar para bagian tim di belakang.

"Makan" Matanya berat sekali, bukan kantuk, air mata memenuhinya. Jika ia menangis, semuanya mungkin akan runyam. Melihat David terbaring lemas disini dengan wajah pucat bukanlah keinginannnya.

"Maaf aku ninggalin kamu terus, im sorry im weak without you, im sorry I still can't accept all that we have now, can't you back to me?" David berusaha menatap lekat kedua mata yang menjauhinya sedari tadi. Nihil, matanya tetap tak disambut sang lawan bicara.

Gumaman itu berubah menjadi kalimat jelas yang samar samar mulai didengar bagian tim lain di sofa depan. Arthur yang mendengar itu menyadari sesuatu terjadi antara mereka, lalu berusaha membuat teman temannya fokus ke pembicaraan lain sehingga ada ruang kosong untuk mereka berdua bicara.

"Kita bahas nanti, makan dulu David. Lo tidur 24 jam, gak laper?" Rendy juga ingin membicarakan semuanya, meluruskan apa yang salah.

"Don't David me babe... Please.." mata memohonnya tetap tak diacuhkan, rendy fokus mengaduk entah apa di makanan David.

"We're nothing, David"

"You promise to talk about this later"

"Yeah, but we're still nothing." Kalimat itu diutarakan sembari kembali mengangkat sendok penuh berisi lauk untuk dimakan lawan bicaranya.

"Then at least look at my eyes while you talk to me, rendy. You're being rude aren't you?"

"I can't"

"Why?"

"It's hurting me"

David tak mengatakan apa apa lagi, ia biarkan sisanya sunyi tanpa bibir yang berbicara dari keduanya. Jangan terburu-buru pikirnya, mungkin cukup ini saja untuk hari ini. Rendy masih datang di sampingnya pun ia sudah senang. Benar, perlahan-lahan.

To be continued.

FIXING US. Skylar X DyrennTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang