3 - Magnets

182 42 6
                                    

Like some kind of magnet,You're a mystic force

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Like some kind of magnet,
You're a mystic force.
Each time I push the thoughts away, you're pulling me in,
Again and again and again.


Flashback

Bergelut dalam liga esport profesional bukanlah hal yang baru kemarin sore dijalani David. Terhitung sudah masuk tahun ke empat dan ambisi menjadi seorang juara masih terus menguasai dirinya, tanpa henti apalagi berkurang. Menjadi pemain ahli adalah pilihan yang ia tempuh, dan sungguh tak pernah sekalipun David menyesalinya.

Tapi bagaimanapun, demi tuhan seluruh jam yang ia kerahkan dalam satu hari untuk berlatih, tetap tak bisa menahan hadirnya rasa jenuh dalam dirinya. 

Bukan, bukannya David menyesal, ia hanya jenuh. 4 tahun dengan permainan yang sama, 4 tahun di bawah manajemen yang sama, 4 tahun rutinitas berulang yang mengharuskan dirinya menghabiskan kebanyakan dari waktunya di depan layar monitor. Setidaknya hasrat untuk menang masih tumbuh mekar di dadanya, rasa puas dari kemenangan masih menjadi obsesinya.

Tapi tak ada yang bisa memisahkannya dari rasa jenuh kala tiada satupun orang di sampingnya, pikiran-pikiran untuk 'berhenti' banyak menguasai kepalanya, di balkon ini bersama dengan telapak tangannya yang tak berhenti bergetar. Sudah menjadi hal yang terlampau biasa, menuju match match penting durasi latihannya dalam sehari akan bertambah, dan tangan yang dipaksa untuk bermain hingga 12 jam lebih tentu akan menimbulkan efek samping yang kuat.

"Seenggaknya bukan cedera lagi" gumam David sembari menatap kedua tangannya.

Ia pernah mengalami cedera yang jauh lebih buruk, sakit yang menjalar dari telapak tangan hingga ke sikunya sungguh menyiksanya tak terelakkan, rasanya David ingin mencopot kedua tangannya waktu itu.

Ceklek

Kepala Rendy menyembul dari balik pintu itu dengan segelas air hangat di genggamannya, lalu mengambil 1 kursi lagi untuk duduk di sebelah David.

"Masih tremor, Dav?" 

David yang melihat raut wajah cemas Rendy berusaha menjaga nadanya berbicara. Jangan terlihat rasa sakit, jangan membuat orang orang khawatir.

"Gapapa ini, udah pada latihan lagi?" David menjawab terlewat santai, seakan tak ada yang melihat kedua tangan yang gemetar tak menentu itu.

Aksi Rendy selanjutnya cukup untuk membuat David mungkin tremor lebih parah lagi. Tangan Rendy meraih kedua tangannya yang gemetar itu, menggenggamnya seolah ia bisa membuatnya berhenti. Ada yang berhenti di diri David kala Rendy melakukan itu, bukan tangannya yang gemetar, tetapi dunianya. Waktunya berhenti, bersamaan dengan tangan Rendy yang merengkuhnya.

"Jangan dipaksain lagi, udah malem, masih ada besok" Rendy menyodorkan air hangat yang sudah ia bawa sejak awal.

"Nih minum dulu, lu harus kurangin kopi juga Dav. Jangan sampe ngedrop kayak kemaren lagi, susah" David melepas genggaman Rendy, memilih untuk meminum air hangat yang telah dibawakan.

'susah'?

"Susah ya? Maaf gua ngerepotin lu semua selama sakit kemaren" 

Rendy menatap David bingung, menghela napas pelan.

"Susah buat diri lu sendiri Dav, lu kerepotan menuhin ekspektasi semua orang, kerepotan nahan sakit, kerepotan maksain diri waktu pak ap mohon mohon buat lu tetep main" Rendy kembali meraih kedua tangan David kala mengatakan itu semua, kali ini hanya mengusapnya pelan, berharap David mengerti apa yang coba ia sampaikan.

Gua juga kerepotan nahan buat nanya yang lu rasain sama gak kayak gua, Ren

"Susah juga buat gua" lanjut Rendy, David tertawa, pas sekali

"Iya lah, gak pernah kan lu nemu teammate sejago gua? Sembah dulu King Skylarrr"

"Paok" Rendy memukul pelan kepala David, membuang wajahnya ke depan tertawa, menatap luas balkon rumah mereka. Tempat yang dingin di tengah malam begini, tapi nyaman untuk sendirian. Walau Rendy memilih untuk menemani persona yang ingin 'sendirian' tadi.

"Iya bener itu, tapi lebih susah ngeliat lu kesakitan Dav. Gua gak suka" David beralih melihat Rendy cepat.

"Gak suka ngeliat gua kesakitan?" Ada sedikit harapan yang ia taruh di pertanyaannya.

"Siapapun, gua gak suka ngeliat orang orang terdekat gua kesakitan, termasuk lu" Rendy mengatakan itu semua tanpa melihat David, pandangannya masih luas kedepan.

David yang mendengar itu hanya menatap Rendy dalam, rasa bingungnya semakin besar, rasa bimbangnya semakin menguasai apa apapun yang ada di kepala atau hatinya. Ingin rasanya ia berteriak dan menanyakan langsung di hadapan Rendy, tolong berhenti membuatnya bingung.

Do you love me, or do you just being kind to me, Rendy?





Hi, Riu here!
Apa kabar semuanya? Maaf belum bisa sering update:(
Terima kasih buat yang masih nungguin and all the kind words!♡

See u in next chapter, maybe today?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 13 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FIXING US. Skylar X Dyrenn.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang