"Im coloured in again, in you."
How it was, before all that happened, when I realized something as soon as I seeing you.
•
•
•Flashback.
Kata orang-orang Rendy itu hangat, mudah untuk akrab dengannya. Coba bicara sedikit dengannya, terkadang jawabannya akan berapi-api seolah ia mengenal semua orang sejak dilahirkan.
Menurut David, setiap ucapan Rendy itu tersenyum untuknya. Mungkin cukup sulit dimengerti tapi itulah yang ia rasakan tiap kali keduanya larut dalam sebuah obrolan. Rendy suka sekali bercerita, dan David akan dengan senang mendengarkan, tapi David rasa dirinya harus meminta maaf pada lelaki itu, karena terkadang ia tak bisa mendengar suaranya dengan jelas.
David yakin tak ada yang bermasalah dengan telinganya, ataupun cara Rendy berbicara, tak ada yang salah. David akan menyalahkan kedua matanya sendiri, fokusnya untuk mendengarkan dikalahkan dengan mata berbinar Rendy tiap kali ia bercerita. Fokusnya terbelah, terbuai mengagumi netra gelap kepemilikan lelaki bernama panggung Dyrenn itu.
"David! Lo dengerin gua gak sih?" Rendy mengayunkan tangannya tepat di depan wajah David, bingung dengan reaksinya yang terlihat mendengarkan tapi hanya termenung tak bereaksi apapun.
David masih sibuk dengan pikirannya, banyak pertanyaan di kepalanya. Bukan dirinya melebih lebihkan, tapi sejak kapan cara Rendy berbicara jadi sangat menarik untuknya? Apakah Rendy selalu menatap lawan bicaranya seperti ini? Apakah ia satu satunya yang merasa seperti ini kala berbicara dengan rendy?
Pikiran yang berkecamuk membuat tuli telinga David. Sebelum akhirnya lisan itu berbicara tanpa izin dari kepalanya.
"Gua seneng deh ada lu disini, Ren"
Kalimat itu keluar begitu saja, jawaban tiba-tiba yang tidak ada sangkut pautnya dengan pertanyaan Rendy itu diutarakan kecil sekalı, mungkin seekor semut lewat juga akan bertanya apa yang ia katakan.
"Lo ngomong a-"
"REN BURUAN MANDI, nanti gua salip heboh lu gedor gedor!" Rinz melemparkan handuk dari lantai atas tepat ke badan Rendy yang masih santai di sofa ruang tengah.
"AH, gak usah lo lempar juga nanti gua ambil sendiri kali!" Rendy berdiri marah, melupakan pertanyaannya pada David.
"Kaga bakal lu gerak kalo gak dikerasin" Rendy hanya berdecak malas mendengar jawaban Rinz, akhirnya memilih pergi ke kamar mandi meninggalkan David yang masih mematung.
"Gila, waras waras dah gua" tutur David mengusap wajahnya kasar, karena ini bukan pertama kalinya ia kehilangan fokus ketika berbicara dengan Rendy.
"Tembak ler" Arthur yang tiba-tiba duduk di sofa seberang David membuatnya sedikit terkejut.
David sama sekali tidak terkejut dengan omongan asal Arthur barusan. Arthur bukanlah tipe orang 'berisik' seperti yang lainnya. Dia lebih senang mengamati, melihat teman-temannya menggila pun menjadi kesenangan sendiri untuknya, walaupun ini juga menjadi alasan Arthur adalah sasaran empuk untuk dijahili. Mungkin beberapa hari terakhir perilaku David terlihat terlalu jelas, dan kesimpulan yang ditarik Arthur benar.
"Mungkin gak sih?" David menyenderkan kepalanya pada sofa pasrah, menatap kosong atap rumah mereka.
"Apa? Pacaran sama Rendy?"
"SSST! Ngomong kayak lu doang yang idup disini thur" David panik dan menutup mulut Arthur dengan tangannya.
"Apaan sih? Iya maaf" ujar Arthur ketus dan menghempas paksa tangan David dari wajahnya.
"Mungkin kok" intonasi tenang dari Arthur tak pernah gagal membuat David terkesan. Saat mengambil keputusan sulit pun Arthur tak pernah mengubah nada bicaranya, seakan dia tahu seperti apa hasil dari setiap kata yang diucapkannya, tanpa ragu.
"Lu gak masalah thur?"
"Depends, kalo lu berdua gak bisa dewasa dan misahin antara pekerjaan and lover thingy, itu masalah buat gua." Matanya menatap lekat David yang mendengarkannya hikmat.
"Lagian daripada lu mikirin gimana reaksi orang lain, menurut gua lebih baik lu pikirin seberapa yakin lu tentang ini ler. Jangan buru-buru," ada sedikit jeda sebelum Arthur menyelesaikan kalimatnya, menimbang sedikit perkataan yang akan dilanjutnya.
"Kalo perasaan lo gak sedalam itu, don't take the risk, Dave." Arthur tak main-main, rentetan kalimat terakhir disampaikan seperti tepat ke telinga David saja, tak menguar ke penjuru ruangan.
David terus memikirkan kalimat itu, berulang-ulang. Siapkah ia dengan resiko-resiko yang terlalu banyak dibayangkan buruk?
To be Continued.
•
•
•Hi, Riu here! So sorry it takes me so long to update the new chapter:( I've been so busy, doain semua tugasku cepet selesai!
Anw, it's may be a long way to go, enjoy the ride guys;)
KAMU SEDANG MEMBACA
FIXING US. Skylar X Dyrenn
FanfictionWhen you lose something you can't replace. When you love someone, but it goes to waste. Could it be worse? • • • • • Riu notes: Not real, halu, jangan dibawa ke dunia nyata. Written like a fever dream, will be fixed sepanjang waktu berjalan.