Saat ini kulihat Taekim sedang berbicara dengan relasinya melalui telepon. Dia tampak berupaya menjelaskan alasan mengapa dia bisa pergi begitu saja sementara dia masih memiliki urusan yang harus dibicarakan.
"I'm sorry. But I do have an urgent problem today. Next time I'll invite you to dinner to discuss our new project. I promise." Begitu ucapan permintaan maaf Taekim melalui telepon selagi dia menyetir.
Setelah itu, Taekim melirikku.
"You okay?" tanyanya.
Aku pun menoleh dan tersenyum sambil mengangguk. "Ya."
"Oke." Taekim mengangguk dan dia kembali fokus menyetir.
Sesampainya di rumah Taekim, tak perlu waktu lama bagi kami untuk masuk ke dalam rumah besar miliknya. Di sana aku bertemu lagi dengan pelayan yang memberikannya pakaian waktu itu. Aku mengikuti Taekim dan berjalan beriringan dengan pelayan, sesekali pria itu melirikku sambil tersenyum samar.
Lalu kami sampai di kamar yang menjadi saksi bisu perkelahian menggelikan kami di malam itu dimana kami masih belum dapat membangun kedekatan satu sama lain.
Dia membelakangiku lantas kemudian berbalik untuk menatapku. Dia tampak gugup.
"Bagaimana?" tanyanya sambil melepaskan jasnya dan mencampakkannya begitu saja ke lantai. Berikutnya, dia membuka kancing kemejanya satu demi satu dengan tatapan yang mengintimidasi.
Aku meremat jemariku. "Touch me first," pintaku padanya.
Taekim pun mendekatiku. Kurasakan jemarinya menangkup sisi wajahku dan perlahan mencari posisi yang pas seraya memangkas jarak dengan sedikit menunduk. Tak perlu waktu lama bibir kami telah bertemu. Dengan lembut dan dengan ritme yang teratur, dia perlahan bergerak untuk memperdalam ciumannya. Dia mulai menyusuri punggungku dan aku pasrah ketika dia bergerak membuka gaun yang kukenakan. Seakan melanjutkan permainan di malam itu yang sempat tertunda.
Kami pun berakhir di ranjang. Kurasakan dengan jelas punggungku yang menyentuh permukaan sprei lembut ketika jarak antara napas kami nyaris tanpa sekat.
"Tatap aku," pintaku.
Taekim mendengkus pelan, "Ini yang sedang kulakukan," jawabnya dengan suara seraknya.
Aku kemudian bertanya lagi. "Bukankah aku cantik?"
"Haruskah aku jujur?"
"Ya."
Pria itu memberikan seulas senyum tipis dan tatapan matanya yang kini menelitiku berhasil membuat sesuatu di dalam diriku bergetar. Entah mengapa sekarang aku begitu tenang melihat wajahnya dari jarak sedekat ini. Dia memiliki pesona yang berbeda, aku bisa merasakan auranya begitu kuat saat ini.
Perpaduan hidung mancung, bibir yang begitu indah, dan matanya seperti kilat perak tatkala menatapku. Seolah segala hal yang ada di sana adalah tempat yang istimewa, dibingkai seperti bulan sabit melengkung hiasi malam.
Aku mendadak puitis saat ini. tetapi dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Terlebih jawaban itu meluncur dari bibir tebal Taekim.
"Cantik."
"Benarkah?"
Taekim menggumam sebagai jawaban.
"Terima kasih, Taekim," bisikku. Dibalas dengan satu kerjapan pelan sebelum ia mendekatkan wajahnya lagi untuk menciumku dan aku membalasnya sehingga kami saling bergumul sampai terdengar decapan yang beriringan dengan napas yang memburu hebat. Kami seperti saling berebut napas sebanyak yang kami inginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE SCENARIO [lengkap]
FanfictionJudul sebelumnya: Filter Shin Naya ditantang Jimin untuk membuat si billioner Taekim sembuh dari trauma. Sebagai imbalan Jimin harus putuskan pacarnya. Namun skenario mereka berantakan ketika Taekim benar-benar jatuh cinta dan dia menuntut Naya atas...