Limabelas

153 17 3
                                    

Follow akunku ya...

Pukul enam sore pesawat lepas landas, bersiap melintasi samudra. Aku hanya mampu diam sambil menatap ke luar jendela, dengan pikiran yang berkecamuk. Entah berapa kali aku menghela napas berat. Aku berusaha menenangkan diri dengan mengingat bagaimana Jimin mencoba menenangkanku, tapi rasanya tidak bisa. Ini sesuatu yang lebih mengganggu dan lebih membuatku cemas.

Aku pun menoleh pada Taekim yang duduk tepat di sampingku, dan baru sadar bahwa dia entah sejak kapan memperhatikan. Kini kami saling mengerjap di beberapa detik.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanyanya.

Aku berdecak, apa ya, banyak, banyak sekali.

Aku belum memberitahu ibuku walaupun sudah menjamin Jimin akan melakukannya untukku. Aku tidak membawa koper, tas, pakaian kesayanganku, dan sepatu yang biasa kugunakan untuk bepergian jauh. Aku tidak membawa peralatan make up, aku juga tidak membawa charger. Belum lagi persiapan jiwa serta raga dan lain sebagainya. Taekim bisa dikatakan menculikku begitu saja tanpa peringatan.

"Kau membuatku bertanya-tanya." Aku menatapnya dengan kebingungan yang kurasakan. "Kenapa, sih, aku bisa bertemu denganmu? Dan, setelah semua ini, kenapa tidak pergi saja dan melepaskanku? Buat apa kau simpan orang yang sudah menyakitimu dan membuatmu marah?"

"Aku tidak perlu menjelaskannya lagi."

Mendengar hal itu aku berdecak. "Kau kaya, kau bisa mendapatkan ratusan wanita yang bisa kau tiduri setelah tahu kau itu normal."

Taekim mendengkus dan tetap diam.

"Kalau aku melukai persaanmu, kenapa kau masih ingin bertemu lagi denganku? Kau mungkin bisa balas dendam, atau kau bisa saja melakukan hal yang lebih masuk akal untuk membalaskan perasaan kecewamu."

"Apa kau yakin bisa menghadapi amarahku?" Taekim tersenyum tipis. "Aku hanya sedang meredamnya saat ini."

"Kenapa?"

"Karena aku membutuhkanmu." Ucapan itu sedikit pelan, namun cukup jelas terdengar. Taekim menatapku tajam. "Aku sudah mengatakan ini dari awal. Dan aku tidak bercanda. Kau kira aku bercanda?"

Mendengar ucapannya membuatku cemas. Aku menelan ludah dan bertanya ragu-ragu. "Malam itu, apa yang kau rasakan?"

"Apa yang tidak pernah aku rasakan."

"Apa itu?"

"Aku merasa ada gejolak menyenangkan ketika kita melakukannya. You make me feel like I've never felt before," ucapnya dengan tatapan yang kian dalam dan mendukung kalimat yang diucapkan olehnya itu Aku seperti merasakan apa yang dia rasakan dengan tatapan itu.

Pria ini mendadak menggigit bibir bawahnya sekilas setelah sempat tersenyum dan mengusap belakang lehernya-bersikap malu-malu. Tindakan aneh, perilaku yang biasa ditunjukkan oleh umumnya orang-orang yang sedang jatuh cinta. Hal yang tidak dapat aku pahami selain sebuah pertanyaan di benakku saat ini adalah, apakah Taekim jatuh cinta padaku?

Aku cukup terkejut ketika Taekim berkata lagi, "Kau harus sering-sering membuatku merasa senang lagi."

"Kau gila, ya!?"

"Isi perjanjian yang sudah kau tanda tangani, jika kau langgar kau akan menerima akibatnya."

Tanpa sadar aku mengepalkan tangan, dan memalingkan wajah. Sekilas, aku sempat melihat seorang pramugari cantik yang lewat, lalu bermain mata dengan Taekim, tapi pria itu hanya balas tersenyum aneh, bersikap seperti pria yang baik.

***

Pukul delapan lewat lima belas pagi kami tiba di bandara kota Paris. Keadaan langit mulai terang, sementara aku masih mengantuk saat masuk ke dalam mobil yang menjemput kami. Taekim memberikanku jaket yang hangat dan juga syal sebelum masuk ke dalam. Dia juga menyuruhku mengganti sepatu flat yang kukenakan, dengan sepatu yang lebih baik yang di sediakan olehnya.

LOVE SCENARIO [lengkap] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang