Ch. 3

84 17 0
                                    

"Kenapa ini? Ngga demam, tapi kok kek mau mati gitu?" Edlyn menatap Arion yang tengah berbaring di atas sofa di depan televisi.

"Mika mual, perutnya kek diaduk-aduk gitu. Pokoknya 5L. Lemah, letih, lesu, lunglai, loyo." Satu kaki terangkat pada sandaran sofa dan satu tangan yang turun menyentuh karpet berbulu di bawahnya.

"Salah makan apa kamu?" Mengusap dahi Arion, Edlyn memastikan lagi suhu tubuh anaknya. Apa belum sembuh juga demamnya?

Mengangkat tangan kanannga, Rumi duduk tegap dengan mata yang berbinar-binar. "Ngga salah makan, Mi. Keknya gejala hamilnya pindah ke mas."

"Oalah, kirain kenapa." Memutar jengah bola matanya, Edlyn kira parah. Ternyata tidak.

"Ini juga termasuk 'kenapa', Mi. Mami udah ngga sayang lagi sama Mika." Dengan lirikan matanya, Arion menatap sinis wanita cantik yang sudah melahirkannya itu. Jahat sekali.

"Ngga dong, nanti kan mami lebih sayang sama cucu." Semakin memanaskan suasana, Edlyn tertawa renyah. Anak sulung berasa anak bungsu ini.

"Emang boleh se sayang cucu itu?" Belum lahir, tapi sudah dapat Arion pastikan bahwa anaknya nanti akan mengambil takhtanya sebagai anak kesayangan mami. Tidak bisa Arion biarkan!

Mengabaikan Arion yang masih betah berada di posisinya, Edlyn kali ini beralih pada Rumi yang duduk tenang seraya memakan buah. "Udah makan belum anak mami ini?"

"Udah, Mi. Rumi masih kenyang." Entah bagaimana Rumi harus bersikap selama di sini, yang jelas Rumi masih canggung. Sungguh. Walau Edlyn, Alden, dan Exu santai-santai saja. Rumi yang tidak bisa santai di sini.

"Ya udah, duduk dulu di sini. Mami mau nyiapin makan malam dulu."

"Rumi bantuin ya, Mi."

"Kamu duduk aja, suami kamu sekarat itu." Mengolok Arion, Edlyn menunjuk anak sulungnya yang masih teler di atas sofa.

Kasihan, tapi lucu.

"Mami, temen-temen Ecu sama temen kakak mau ke sini katanya." Menunjukan layar ponselnya, Exu mulai melangkah mendekati Edlyn yang tengah mengusap-ngusap puncak kepala Rumi.

"Oh? Suruh sekalian makan malam aja di sini." Senang Edlyn jika ada banyak orang yang akan ikut makan bersamanya. Lebih meriah itu pasti.

"Apa kita liwetan aja ya?" Gumam Edlyn memberi ide.

"GAS!" Alden menyahut penuh semangat. Matanya sudah berbinar penuh bahagia membayangkan mereka yang akan makan bersama.

Menghela nafas lelah, Arion menutup mulutnya dengan punggung tangan. "Bilangin ke mereka, kalau mau ikut makan malam, bantuin masak juga." Tekannya.

"Iyaaa."

"Aduh, pasti Echi sama Selia seneng banget itu liat aku terkapar gini." Semakin tertekan saja rasanya Arion. Dan ini masih ada sisa berapa bulan lagi ya? Aduh, bingung.

"Sama Krow sih pasti."

"Oiya!"

**

"Daun pisangnya dibersihin dulu, Kocak!" Gin menepuk bagian belakang kepala Marchie dan juga Garin.

Gemas.

"Dicuci kah?" Tanya Marchie tak yakin. Ia biasanya hanya tau beres, makan ya tinggal makan. Apa itu ikut memasak?

"Engga, diliatin aja. Ntar dia bersih sendiri kok itu." Glen menyahuti sambil berlalu membawa batang sereh dalam genggamannya. Melangkah memasuki dapur tanpa rasa bersalah.

By My sideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang