Ch. 2

82 22 5
                                    

"Halo, selamat siang. Saya mau nganterin makanan buat Pak Arion. Bapaknya ada ngga ya?"

Dengan senyum ramah, Rumi mendatangi meja receptionist dengan satu staf yang sudah tersenyum lebih dulu padanya.

Dengan wajah tenang dan nada yang sedikit merasa tidak enak, wanita cantik di depannya mulai bertanya. "Selamat siang, maaf dari siapa dan apa sudah membuat janji temu sebelumnya?"

Rumi tersenyum seraya menggeleng. Perutnya memang belum terlalu besar, tapi cukup terlihat menonjol dari balik dress putih gading yang ia kenakan. "Saya Rumi, istri bapak. Tadi pagi saya sudah bilang bapak kalau saya akan datang."

"Eh, Ibu. Maaf ya, Bu. Ini staff baru, jadi belum saya kasih tahu semua hal tentang perusahaan dan Bapak." Seingat Rumi, wanita dengan nama Viola ini menyapanya lengkap dengan senyum canggung. Merasa tak enak hati, mungkin?

"Iya, gapapa."

"Ibu mau ketemu bapak ya? Bapak masih di ruangan kok, Bu. Mau saya antar?"

"Gapapa, saya sendiri aja. Terima kasih."

Seingat Rumi ruangan Arion ada di lantai dua. Jadi memilih untuk menaiki tangga dengan senyum tipis yang masih terpatri di wajah berisinya.

Apa ia harus pura-pura merajuk kepada Arion ya? Tapi jika Arion memberhentikan karyawannya bagaimana? Ah, Rumi tidak berani.

Mengetuk pintu kaca di depannya, Rumi melambai singkat saat matanya langsung bertemu dengan mata Arion.

"Selamat siang."

**

"Aduuuh, Dek Rumi. Jadi repot-repot. Terima kasih ya." Gin tersipu malu saat melihat Rumi memasuki ruangan mereka dengan membawa kantong lumayan besar. Yang Gin yakin, isinya adalah makanan.

"Bukan buat elu, Siluman." Ingin rasanya Arion menggigit telinga Gin hingga putus saking kesalnya.

Mengangkat plastik bawaannya, Rumi tersenyum lebar. "Buat Kak Gin sama Kak Harris juga ada kok. Aku bawa banyak."

"Yahahaha." Harris yang niat awalnya hanya ingin mendengarkan bagaimana keributan kembali terjadi, akhirnya tertawa kencang.

Lucu.

Lucu sekali!

"Malu ngga, Yon?" Tanya Gin.

"Anjing ya, kamu." Sinis Arion. Mengambil alih bawaan Rumi dan langsung memasukan dirinya kembali ke dalam pelukan si kecil. "Mau hug."

"Rum, buka ya. Kalian pelukan aja ampe pulang. Biar semua orang liat." Harris berjalan menuju meja Gin yang sudah lebih dulu membuka kotak bekalnya.

"Iya, makan aja, Kak. Semoga suka ya." Dengan suara yang sedikit teredam karena dekapan erat Arion. Rumi berbicara dengan susah payah.

"Biarin, emang tujuannya itu kok." Tak ingin ambil pusing, Arion tetap tidak mau melepaskan Rumi.

Sudah sah kok ini mereka.

"Yeu, bulol." Sinis Gin.

"Mas ngga makan?" Tanya Rumi. Sedikit lagi bisa mati Rumi kehabisan nafas ini. Sesak!

Menggeleng, Arion menghela nafas lelah. Rasanya sudah berat sekali beban Arion hari ini. Sungguh. "Udah kenyang."

"Belum makan dia, Rum." Tanpa menatap pada dua pasangan itu, Harris berujar santai. Masih terlalu sibuk untuk mengunyah ayam menteganya. Setidaknya, Harris sudah membantu sedikit.

By My sideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang