Rinjani pergi ke sekolah dengan sedikit tergesa-gesa. Di lihatnya jam tangan sudah menunjukan hampir pukul tujuh, yang dimana upacara akan segera di mulai.
"Aku harus lari, takutnya nanti malah kesiangan dan di hukum," gumam Rinjani sembari memeluk ranselnya di depan.
Rinjani melangkahkan kakinya lebih cepat di karenakan gerbang di depannya terlihat akan segera di tutup. Seseorang menghampiri dan menepuk pundaknya dengan cukup keras.
"Sial," umpatnya.
"Santai aja kali. Buru-buru amat, lagian belum di tutup banget itu," ucap Kia sembari sedikit menyenggol pundak Rinjani.
"Emang kalo telat kamu mau di hukum di depan banyak orang? kalo aku si malu. Tapi gak tau si kalo kamu," sahut Rinjani sembari terus berjalan mendahului Kia.
"Rin, bareng dong ah!"
Kia Vanza Rahayu adalah salah satu teman sekelas terdekat Rinjani. Mereka sudah dekat semenjak dari kelas sepuluh. Kia memiliki kepribadian yang cukup terbalik dengan Rinjani. Ia merupakan seseorang yang banyak bicara dan sedikit barbar.
Sebelum berkumpul di lapangan, mereka bedua masuk ke dalam kelas terlebih dahulu untuk menyimpan ransel.
"Huft, hampir aja kita di hukum. Kia ayo cepetan kita ke lapang, sebelum Osis nyusul kita ke kelas," ajak Rinjani sembari menarik tangan Kia.
"Pelan-pelan aja jalannya. Lagian udah tugasnnya mereka itu, biar ga cuman ngerazia barang-barang orang," sahut Kia sembari melirik ke arah salah satu anggota Osis yang kini sekarang sudah menatap sinis ke arah mereka.
Upacara berlangsung seperti biasanya. Mereka berdua kembali ke dalam kelas setelah selesai mengikuti upacara.
"Rin, gak mau ke kantin?" tanya Kia yang kini sedang duduk manis di sebelah Rinjani.
"Nanti aja istirahat. Nanggung sebentar lagi juga bakalan ada guru," jawab Rinjani sembari memainkan ponselnya.
"Kalo lagi di ajak ngobrol itu liat orangnya, bukan malah mainin hp terus," protes Kia.
"Iya maaf Kia. Nanti aja ya kita ke kantinnya, kalo mau duluan juga gapap—"
Ucapan Rinjani terhenti ketika seorang guru masuk ke dalam kelasnya.
Kegiatan belajar mengajar berlangsung seperti biasanya. Beberapa siswa tertidur ketika mendengar guru yang sedang menjelaskan materi, termasuk Kia yang sudah terlelap dengan buku yang menutupi wajahnya.
"Kia, bangun. Anter aku ke toilet, aku mau pipis," bisik Rinjani sembari sedikit mencubit lengan Kia.
"Hoamm... sebentar, kamu izin dulu aja sana," titah Kia sembari meregangkan otot-otot tangannya.
Rinjani segera meminta izin untuk keluar kelas. Setelah mendapatkan persetujuan dari guru, Rinjani langsung menarik Kia ke luar menuju ke toilet.
Setelah kembali ke kelas, Rinjani menyalin semua tulisan yang ada di papan tulis ke dalam buku catatannya.
"Rin, nanti pulang bareng aku ya?" tawar Kia.
"Iya Kia. Tapi sebelumnya anter aku ke perustakaan ya?"
"Iya Rin. Kenapa kelihatannya ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari aku? Cerita dong ah, jangan aku aja yang cerita sama kamu," ucap Kia sembari mengayunkan tangan Rinjani.
"I-iya nanti pulang aku cerita," jawab Rinjani sembari melanjutkan kegiatan menulisnya.
Bel istirahat berbunyi. Jam istirahat merupakan waktu yang di nanti-nantikan oleh para siswa. Kebanyakan sebagian siswa memilih untuk pergi ke kantin, berbeda dengan Rinjani yang hanya duduk di kursinya di temani Kia di sebelahnya.
"Mau ke kantin sekarang?" tanya Rinjani.
"Ah, gak jadi. Aku mau dengerin cerita kamu dulu, Rin," jawab Kia.
"Kan tadi aku udah bilang sama kamu. Pulang nanti baru aku cerita, ya?"
"Nunggu pulang mah kelamaan, Rin. Kamu cerita sekarang aja. Lagian di sini juga cuman ada kita berdua, jadi gak bakalan ada yang denger," ucap Kia sambil memegang tangan Rinjani.
"Emm... kamu pernah gak ngerasain sesuatu di dalam diri kamu? maksudnya... ah gak tau, aku gak bisa ngejelasinnya," ucap Rinjani sembari memalingkan wajahnya yang tersipu.
"Bentar-bentar, jarang banget aku lihat kamu gini, Rin. Jangan bikin aku penasaran, cepetan bilang ada apa si? Di lihat dari tingkahnya si kaya yang lagi fall in love ini mah," ucap Kia sembari menaik turunkan alisnya.
"Ga dong, kamu tau kan kalo aku gak mau deket sama cowok manapun? Semalam ada manusia aneh yang ganggu aku. Sangking anehnya dia bilang dia mau nemenin aku di esok hari dan seterusnya. Gak jelas banget kan?"
"Yang aneh itu kamu, Rin. Ga mau deket sama cowok, tapi giliran nyeritain perihal orang itu tingkah kamu aja gak jelas. Seorang Rinjani di kasih kalimat begitu doang baper? Kalo aku si udah muntah duluan, Rin," ucap Kia sembari memperagakan orang yang ingin muntah.
Rinjani menepuk keras tangan Kia yang membuatnya meringis kesakitan. "Sembarangan kamu, Kia. Aku gak baper, lagian semalam aku respon dia karena aku lagi bosen aja. Lagian gak ada salahnya kan aku sesekali ngobrol sama cowok?"
Kia berpikir sejenak lalu berbicara. "Ya aku berharap kamu gak makan omongan kamu sendiri si, Rin. Tapi saran dari aku, kamu jangan terlalu respon orang yang bahkan kamu aja gak tau orang itu siapa," ucap Kia sembari menatap mata Rinjani.
"Iya Kia, gak akan kok. Lagian aku cuman mau menambah pertemanan aja," jawab Rinjani.
"Lihat aja nanti. Tapi seengaknya aku ikutan seneng si, kalo kamu udah mulai bisa deket sama cowok. Kapan lagi kamu cerita cowok ke aku? Sebelumnya kan gak pernah. Pokoknya kalo semisal ada perkembangan dari kalian, kasih tau aku ya!"
"Iya Kia, makasi banget udah mau dengerin cerita aku. Aku malu sebenernya..." Rinjani menutup mukanya.
"Ish, gapapa. Malah aku seneng kalo kamu bisa cerita sama aku, Rin."
Tidak lama bel masuk berbunyi. Dilanjutkan dengan kegiatan belajar mengajar seperti sebelumnya.
Kali ini Rinjani tidak pulang sendirian. Kia menemaninya. Mereka berjalan di koridor dengan jari jemari yang saling bertautan.
"Ini jadi mau ke perpustakaan dulu, Rin?" tanya Kia lembut.
Rinjani menggeleng pelan. "Lain kali aja, deh. Kayanya aku lagi pengen pulang cepet ke rumah. Rasanya capek banget hari ini."
Kia melepaskan tautan jari jemarinya, di elusnya pelan lengan Rinjani. "Oke, Rin. Lain kali kalo mau ke sana kasih tau aku ya."
Rinjani yang mendengarnya hanya bisa tersenyum. "Emang gapapa, Kia? Aku mau berterima kasih sama kamu udah mau nemenin aku pulang, maaf karena aku udah repotin kamu."
"Aku enggak ngerasa di repotin, kok, Rin."
Mereka berdua berjalan ke arah parkiran depan, yang dimana di sana sudah terlihat motor berwarna pink milik Kia.
"Lah, bukannya tadi kamu hampir telat sama aku? Kok motor kamu bisa ada di parkiran aja?" tanya Rinjani kebingungan.
"Hehe... aku gak telat sebenarnya. Tadi aku sengaja nunggu kamu di depan. Soalnya aku lihat kamu masih belum dateng juga, jadi aku simpen dulu motor terus keluar lagi deh," ucap Kia yang hanya mendapatkan kekehan dari Rinjani.
KAMU SEDANG MEMBACA
akara
JugendliteraturJika setiap pertemuan seseorang akan berakhir dengan perpisahan, akankah kisahku dengannya sama dengan kisah orang lain di luaran sana? Meskipun perpisahan itu sudah menjadi hal yang biasa, semoga kita tidak pernah mengalaminya. Tuhan, aku tahu dia...