Menatap lalu lalangnya kendaraan di pertengahan kota. Memejamkan mata, dihirupnya udara dalam-dalam. Mengayunkan kedua kaki sembari merenungkan salah satu makhluk ciptaan Maha Kuasa. Seminggu sudah Rinjani menunggu kabar dari Sagara yang menghilang entah kemana. Ia sendiri bingung, kenapa ia harus menunggu seseorang yang bahkan wujudnya saja tidak tahu. Sekarang ia sedang berada di rooftop sekolah di temani oleh Kia di sebelahnya.
Rinjani menundukan kepala, di lihatnya ponsel dengan harapan mendapatkan notif dari seseorang yang ia tunggu. "Padahal aku sama dia ngobrol cuman beberapa kali, masih bisa di hitung sama jari juga. Kok bisa-bisanya ya aku nunggu dia?"
"Please... orang sepinter kamu bisa goblok gara-gara cowok juga ternyata," celetuk Kia sembari memainkan ponselnya.
Rinjani memutarkan kedua bola matanya. "Kamu gak kalah gobloknya dari aku. Aku sedikit nyesel ngerespon dia waktu itu. Eh, gimana kamu sama si cindo sekarang?" tanyanya sembari menyipitkan mata. Cindo yang di maksud adalah Rinal, kekasih dari Kia. Mereka sudah menjalin hubungan dua tahun lamanya. Rinjani terkadang merasa iri dengan hubungan mereka yang selalu terlihat baik-baik saja. Namun, yang sangat di sayangkan ialah mereka berdua memiliki keyakinan yang berbeda.
"Rinal? Kita gitu-gitu aja si. Kamu juga tau sendiri lah kita gimana. Yang jadi problem dianya sendiri, masih suka mabuk-mabukan soalnya. Aku udah senyoba itu bujuk dia buat berhenti minum. Tapi, yaudah lah kesenangan dia juga itu," jawab Kia sembari menatap ke arah langit.
Rinjani menyandarkan kepalanya di bahu Kia. "Kalo udah jadi kebiasaan emang susah. Semoga aja dia bisa berhenti seiring berjalannya waktu di bantu sama kamu juga. Dia bakalan berusaha buat berhenti kalo dia peduli sama kamu dan dirinya sendiri," ucap Rinjani sembari mengusap lembut punggung tangan Kia.
"Aku bakalan nemenin dia sampai dia bisa berhenti minum pokoknya. Terkadang aku sedih kalo dia terus-terusan mabuk buat lupain masalah. Menurut aku dengan dia begitu, gak menutup kemungkinan masalah itu bakalan selesai, yang ada pas dia udah sadar masalah bertambah gara-gara ketahuan minum," ucap Kia dengan sudut bibir yang sedikit turun dan terlihat air mata berkilauan di matanya.
Rinjani yang melihat itu langsung membawa Kia kedalam pelukannya. "Sutt... suttt... kamu boleh nangis sepuas kamu kalo itu bisa bikin kamu tenang. Nangis, nangis aja. Gak ada yang ngelarang kamu kok," ucapnya sembari mencoba untuk menenangkannya dengan mengelus pelan punggung Kia.
"Hiks... hiks... a-aku gak tahu harus gimana biar bisa bantu dia berhenti dari itu semua, Rin," ucap Kia dalam tangisnya.
Rinjani melepas pelukan antara keduanya. Menangkup wajah Kia lalu menghapus perlahan air mata yang keluar dengan jari jemarinya. "Kia dengerin aku, ya... mungkin ini sedikit saran dari aku. Kalo semisal nanti Rinal lagi ada masalah dan nyoba buat pergi minum lagi, coba kamu ajak dia ketemu dan dengerin semua cerita dia. Siapa tau dengan kamu dengerin semua keluh kesah dia, dia bisa ngerasain kalo kamu sepeduli itu sama dia. Setidaknya kamu menjadi pendengar yang baik buat dia," saran Rinjani sembari memberikan senyum terbaiknya.
Kia mengangguk dan membawa tangan Rinjani kedalam genggamannya. "Ah... makasih banget, Rin. Aku rasa apa yang kamu bilang ada benarnya juga. Aku bakalan ajak Rinal ke tempat yang dia suka. Dia paling suka ke tempat gym, and maybe aku bakalan ajak dia buat nge gym bareng?"
"Ide bagus. Boleh di coba itu. Udah, jangan sedih lagi. Rinal juga bakalan sedih kalo liat kamu sedih gara-gara dia gini," ucap Rinjani.
"Sekali lagi makasi banget ya temen aku yang paling cantik, baik, cerdik, pindik lagi," ledek Kia sembari berdiri memperlihatkan dirinya yang lebih tinggi dari pada Rinjani.
"Ish, kamu iniii!"
"Haha... iya maaf, Rin. Kamu udah denger bel pulang belum? Lagian kita dari tadi di atas. Tumben banget kamu mau aku ajak ke atas padahal kan lagi jam pelajaran kesayangan kamu itu, matematika..."
"Tenang aja. Tadi Bu Sulastri ngechat aku, katanya si gak bisa masuk gara-gara anaknya yang paling kecil sakit. Padahal aku mau nyetorin tugas yang kemarin," ucap Rinjani sembari kembali membawa Kia untuk duduk.
Selain menjadi salah satu siswa yang berprestasi di kelasnya, Rinjani merupakan seorang ketua kelas berturut-turut dari kelas sepuluh hingga sekarang. Jadi, tidak heran lagi kalo ia mendapatkan informasi terlebih dahulu dari para guru.
"Kamu aja kali yang mau nyetorin tugas. Aku yakin, yang lain udah pasti seneng banget Bu Sulastri gak masuk. Tumben juga biasanya mau lagi hujan badai lah, apa lah selalu aja masuk kelas. Bagus deh, aku juga belum ngerjain tugasnya, males. Nanti aku mau lihat tugasnya, ya?" ucap Kia sembari tersenyum kikuk.
"Aman. Nanti aku ajarin kamu cara pengerjaannya, ya. Aku gak mau ngasih langsung isinya, nanti yang ada kamu malah gak ngerti, oke?"
"Yah, iya deh. Padahal mau kamu ajarin juga, aku bakalan tetep gak ngerti. Lagian gak jelas banget tugasnya, ngitung mulu," keluh Kia.
"Namanya juga matematika, Kia. Gimana si kamu ini," timpal Rinjani.
"Iya, Rin. Gimana sama Sagara? Dia masih belum ada kabar?" tanya Kia yang hanya mendapatkan gelengan kepala dari Rinjani.
"Secakep apa si dia anjir?"
"Aku belum pernah lihat muka dia. Aku juga gak tau dia sebenarnya ada dimana," ucap Rinjani.
"Kalo gitu jangan diem aja, coba cari tahu tentang dia sekarang, aku bantu kamu!"
"Caranya gimana?" tanya Rinjani bersemangat.
"Umm, apa yang kamu tahu perihal dia?"
"Harya Sagara Adigama. Cuman itu yang aku tahu," ucap Rinjani sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Namanya doang? Yaudah gapapa tunggu sebentar," ucap Kia sembari memainkan ponselnya.
Rinjani hanya memperhatikan apa yang Kia lakukan. Kia terus-terusan memainkan ponselnya, bulak balik dari aplikasi satu ke aplikasi lain hanya untuk mencari informasi mengenai laki-laki itu.
"Harya Sagara Adigama. Dia orang Bandung ternyata. Dia anak SMK Adjipati jurusan pemasaran. Tapi ini instagramnya private, harus follow dia dulu kalo mau tau lebih lanjut. Selain itu tadi aku lihat dia suka main game juga. Lumayan cakep ternyata orangnya. Lihat ini, Rin," jelas Kia yang membuat Rinjani terkejut di buatnya.
Rinjani membelalakan mata dengan kedua alisnya terangkat dan mulutnya yang sedikit terbuka. "Sebentar, kamu tahu semua perihal dia ini dari mana anjir?"
"Gampang banget buat nyari sosmed dia. Soalnya pake nama lengkap dia semua ternyata. Dan aku yakin, orang ini adalah Sagara yang kamu cari," ucap Kia meyakinkan.
"Seberapa yakin?"
"Kamu ngeraguin aku? Udah ikutin aja apa yang aku bilang, follow dia dulu aja," titah Kia sembari merebut ponsel milik Rinjani. "Lama, sini sama aku aja," ujarnya.
"Ih, Kia. Aku malu," ucap Rinjani.
"Gengsi mulu tapi pengen tahu, gimana ceritanya neng?"
"E-eh..." Terlihat notifikasi di layar ponsel Rinjani yang menujukan bahwa haryasagaraadigama (gra) telah mengikutnya kembali.
"Kenapa, Rin?"
"Di-dia follback akun akuuuu," seru Rinjani.
Tidak lama dari itu, terlihat muncul angka 1 di pojok kanan atas yang menandakan ada seseorang yang mengirimi ia pesan.
![](https://img.wattpad.com/cover/378270689-288-k13016.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
akara
Teen FictionJika setiap pertemuan seseorang akan berakhir dengan perpisahan, akankah kisahku dengannya sama dengan kisah orang lain di luaran sana? Meskipun perpisahan itu sudah menjadi hal yang biasa, semoga kita tidak pernah mengalaminya. Tuhan, aku tahu dia...