Cahaya matahari perlahan muncul dari sela-sela tirai jendela. Rinjani membuka kedua matanya. Berdiam diri selama beberapa menit karena nyawanya yang masih belum terkumpul. Dengan rasa ngantuk yang masih ada, ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Rencananya hari ini ia akan pergi ke perpustakaan yang dekat dengan rumahnya.
Ia pergi ke arah balkon kamarnya. Menghirup dan menikmati betapa segarnya udara di pagi hari. Pemandangan gunung-gunung yang indah di tambah dengan burung-burung yang berterbangan. Terlihat senyum di wajahnya, ia membuka ponsel untuk mempotret sesuatu yang indah di hadapannya.
Cekrek...
"Pemandangan yang sangat indah. Di satu hari nanti aku ingin pergi ke gunung itu. Aku ingin melihat lautan awan. Aku ingin melihat sunrice di pagi hari dan melihat sunset di sore hari, " ucap Rinjani sembari melihat hasil foto yang ia tangkap.
Rinjani kembali melihat ke arah depan. "Kira-kira siapa, ya? Orang yang pertama kali bakalan ngajak aku mendaki nanti?"
Tak lama suara ketukan pintu terdengar. Ibu Geysha masuk sembari membawa nampan berisikan segelas susu coklat.
"Rinjani makan dulu, Nak. Ibu udah masakin nasi goreng pake kecap di tambah telur mata sapi tanpa garam kesukaan kamu. Kalo sudah selesai nanti kamu keluar ya, Ibu tunggu kamu di dapur!" ucap Ibunya sembari menyimpan segelas susu di nakas dekat dengan tempat tidur Rinjani.
"Ini susunya, kamu minum dulu. Jangan lupa di habisin!"
"Iya, sebentar lagi Rinjani ke dapur. Susu coklat favorite aku, udah pasti bakal aku habisin, Bu," sahut Rinjani sembari kembali ke dalam kamarnya
Rinjani meminum susunya hingga tetesan terakhir.
Setelah itu ia mengganti baju yang dikenakan nya dengan dress selutut berwarna hitam. Kini ia sudah duduk di hadapan cermin. Rambutnya yang terikat kini perlahan mulai terurai. Bando berwana biru muda kini sudah terpasang cantik di kepala Rinjani.
"Warna biru emang secantik itu," cakapnya sebelum akhirnya pergi ke dapur untuk sarapan.
"Ibu, Rinjani mau pergi sama Kia ke perustakaan. Perpustakaan buka pukul sepuluh. Jadi, kemungkinan aku bakalan pulang sore. Gapapa kan, Bu?"
"Beneran sama Kia?" tanya Ibu sembari membereskan piring yang kotor.
"Iya cuman sama Kia aja, kok. Boleh ya, Bu?"
"Iya, boleh. Jangan kesorean ya pulangnya?"
"Siap, Ibu." Rinjani beranjak pergi dari duduknya.
Tidak lama suara ketukan pintu terdengar di luar.
Tok... tok... tok...
"Rinjani... Rinjani..."
"Rinjani, ini aku Kia," seru Kia sembari beberapa kali mengetuk pintu.
"Sebentar!" teriak Rinjani di dalam rumah.
Rinjani mengulurkan tangan untuk memberikan salam dengan mencium punggung tangan Ibunya. "Ibu, Rinjani pergi dulu ya," pamit Rinjani.
"Iya sayang, hati-hati, ya? Itu Kia gak di suruh masuk dulu gitu, dia nunggu di luar," ucap Ibunya.
"Ah gak usah, Bu. Kita langsung pergi aja," sahut Rinjani.
Rinjani berjalan di temani dengan Ibunya untuk menghampiri Kia yang sudah ada di depan. Ia perlahan membuka pintunya.
"Eh, Nak Kia. Sini masuk, mampir dulu," tawar Ibu sembari tersenyum.
"Tidak apa, Tante. Kia mau langsung berangkat aja sama Rinjani," jawab Kia sembari membalas senyuman.
"Baik kalo begitu kita berdua berangkat dulu ya, Bu. Babai..." pamit Rinjani sembari melambaikan tangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
akara
Novela JuvenilJika setiap pertemuan seseorang akan berakhir dengan perpisahan, akankah kisahku dengannya sama dengan kisah orang lain di luaran sana? Meskipun perpisahan itu sudah menjadi hal yang biasa, semoga kita tidak pernah mengalaminya. Tuhan, aku tahu dia...