3. Satu Sama

136 25 3
                                        

==

Shaka keparat!

Shakira masih mengingat dengan jelas gelak tawa lelaki itu sebelum masuk ke dalam apartemennya, Shaka menertawakannya yang mengompol di depan pintu. Sungguh, Shakira malu bukan main, tapi ia juga kesal. Harusnya Shaka pura-pura saja tak melihatnya, atau kalau lelaki itu ingin tertawa, Shaka bisa tertawa di dalam unitnya, bukan saat masih di depan pintu.

Ughh, semua gara-gara si Barbara, kalau saja hape lelaki kemayu itu tidak tertinggal dan minta dibawakan ke parkiran basement, Shakira tak harus turun ke bawah untuk mengantarkan benda itu. Pun, kenapa sih ia tak bisa menahan diri sebentar lagi untuk buang air kecil? Hanya tinggal selangkah lagi tapi kantung kemihnya benar-benar minta segera dikosongkan. Sungguh, Shakira tak bisa berhenti mengutuki dirinya sendiri.

"Aaahhhh, sumpah demi kancut superman!! Gue maluuuuuu!!"

Tengkurap di atas ranjang, Shakira menyentak kaki dan tangannya pada sprei kasur. Wajahnya yang sudah memanas bahkan mungkin berubah memerah ia bekap ke dalam bantal. Tak berhenti Shakira meredam teriakannya di sana. Mau ditaruh di mana mukanya saat bertemu Shaka nanti? Apa lagi lelaki itu kini sudah menjadi tetangganya. Mereka pasti akan sering bertemu setelah ini.

"Shakira lo bener-bener malu-maluin, kok bisa sih segede ini masih ngompol? Mana di depan pintu lagi. Aaarrgghhhh!!!" Ia mengacak-acak rambutnya, nada suara tawa Shaka terus terngiang-ngiang di telinga. "Shaka juga sialan! Ngapain dia ngetawain gue?!"

Pokoknya Shakira tak terima, ia sumpahi unit apartemen Shaka banyak hantunya agar lelaki itu tidak betah dan pindah dari sana. Ck! Shakira masih belum bisa melupakan kejadian memalukan itu. Rasanya ia ingin tenggelam saja, seumur hidupnya, mengompol di depan Shaka adalah hal paling memalukan yang pernah ia lakukan.

"Shaka monyet!!"

Duh, ia jadi banyak mengumpat sejak tadi.

"Mau ditaro di mana muka gue coba?!"

Saat Shakira sibuk mengutuki diri karena kejadian yang ingin ia lupakan itu terus terngiang di kepala, ponselnya berdering. Shakira mengangkat kepalanya dari bekapan bantal, menjulurkan tangan untuk meraih hapenya yang berada di atas nakas. Saat melihat layarnya, Shakira menghela sebelum kemudian menjawab panggilan itu.

"Halo, Mi?"

"Ya Tuhan, Kira!!!"

Shakira sontak menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga saat Mami menghardiknya dengan pekikan demikian. Ia tahu, Mami pasti akan membahas tentang pertunangannya dengan Sagara yang tak mengundang wanita itu.

"Bilang sama Mami kalo cuma gosip kamu sama Sagara bertunangan?"

Sejujurnya Shakira sudah menduga kalau berita itu akan sampai ke telinga sang ibu, sejak awal Shakira memang tak ingin memberitahukan Mami karena semua yang terjadi antara dirinya dan Sagara hanya pura-pura, tapi Mami memiliki circle pertemanan yang hampir sama dengan Tante Rengganis, tak menutup kemungkinan Mami tahu pertunangan itu.

"Fakta, Mi."

"Shakiraaaaaaaaa!!!"

Lagi, ia menjauhkan ponselnya saat pekikan Mami menyakiti telinganya.

"Kamu apa-apaan sih? Kenapa gak bilang? Ini tunangan loh, Kir!!"

"Kira lupa, Mi," jawabnya singkat terlampau santai.

Santika—sang ibu di ujung sana terperangah, napasnya tercekat mendengar jawaban sang anak. "Lupa? Kamu gila? Tunangan tuh gak main-main, Kira!!"

"Tapi Kira sama Gara tunangannya main-main, Mi." Untuk yang satu ini ia tak bercanda. Ia kan hanya dibayar oleh Sagara. "Lagian, Mi, Kira gak mau jadi orang ketiga."

Perfect MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang