Episode 3

73 12 0
                                    

RAYAN POINT OF VIEW

Pagi hari berangkat sekolah, aku udah dijemput sama Rizal. Dia beneran sepanjang jalan ada di pinggir aku. Sampai masuk kelas juga dia ngikutin aku. Kemarin waktu pulang sama Rizal aku nggak lagi nanya soal Iqbal itu.

Cukup sampai aku tau cerita dari Rizal aja. Apalagi Thoriq sama Avreen sama sekali nggak nunjukin diri. Terakhir juga kemarin yang misuh-misuh di parkiran.

"Avreen sama Thoriq berangkat sekolah kan?" tanyaku ke Rizal yang lagi sarapan nasi uduk.

Dia mengangkat kedua bahunya, menunjukan kalau dia nggak tau. "Tanyain aja." Suruhnya ke aku.

Aku malu buat ngirim pesan atau nelfon ke mereka. Aku keluar kelas sebentar, mau lihat ada Avreen atau Thoriq di depan kelasnya atau tidak.

Bukanya lihat mereka, aku malah lihat Iqbal yang masih pakai jaket. Dia lagi ngobrol sama temenya terus tiba-tiba lihatin aku. Iqbal menyapaku dengan mengangkat kedua tanganya. Aku sapa balik sambil senyum.

Iqbal tiba-tiba jalan seperti mau menghampiriku, mendadak aku lihat ke Rizal yang masih diam sarapan sambil nonton video.

"Hai" aku terkejut waktu aku balik badan ternyata Iqbal udah di depanku.

Dia senyum sampai kedua matanya sedikit sipit. "Hai" sapaku balik.

"Udah berangkat aja?" tanya Iqbal.

"Iya, biasanya juga pagi." Jawabku.

"Nanti katanya kelas kamu ulangan matematika ya?" tanya Iqbal lagi.

"Iya, kelas kamu udah ulangan?"

Iqbal mengangguk sambil mengangkat kedua alisnya. Baru dia seperti mau ngomong, pundakku ditepuk sama Rizal.

"Temenmu ada yang mau ambil pesenan." Mendadak aku melihat kebelakang dan beneran ada anak kelas yang udah berdiri di samping mejaku.

"Aku masuk dulu ya." Pamitku yang sejujurnya buat Iqbal.

Aku masuk ke dalam sambil sesekali lihat ke arah Rizal. Nggak lama kok mereka udah nggak ngobrol lagi. Rizal juga udah balik ke kelasnya.

Istirahat pertama, aku bantu guru buat bawa buku ke ruanganya. Balik dari kantor guru, aku lihat Avreen yang lagi di kelas mantanya. Sekarang dia malah ngerangkul mantanya sambil ketawa.

Hati mana yang nggak sakit lihat orang yang dicintai lagi sama masa lalunya. Aku lewat depan mereka, Avreen mendadak menghampiriku.

"Nasi uduknya masih nggak?" tanya Avreen

"Masih, itu punya kamu sama Thoriq belum dimakan." Jawab aku.

"Buat gue aja semua, Thoriq nggak berangkat hari ini." Kata Avreen.

"Nggak berangkat kenapa?" tanyaku setelah tau kalau Thoriq nggak berangkat.

"Nggak tau dah. Sini nasi uduknya, gue ambil semua ya?" aku mengangguk lalu jalan menuju kelas diikuti Avreen.

Aku kasih nasi uduknya ke Avreen, dia tersenyum sambil hampir mau nyium aku. Mendadak aku mundurin wajahku karena masih di dalam kelas. Tanganku juga menahan bahunya Avreen biar nggak makin dekat.

"Malu, di sekolah juga." Ujarku.

Avreen sempat cemberut bentar tapi nggak lama dia kembali lagi seperti biasa. "Yaudah gue balik kelas dulu."

Avreen keluar dari kelasku, meninggalkanku yang lagi mau nanyain kabar Thoriq. Aku ngirim pesan ke dia tapi cuman centang satu. Ini anak juga kenapa nggak ngasih kabar apa-apa, jadinya aku kan khawatir.

Jam pelajaran berikutnya kosong, nggak tau ada tugas atau enggak soalnya nggak ada guru yang biasa dititipkan tugas. Aku akhirnya main hp. Tiba-tiba Agnes, temenku mengejutkan aku.

"Eh lihat story cowok lo!" ujarnya.

"Siapa?" tanyaku menunjuk yang mana.

"Anjirlah, Thoriq peak!"

Aku langsung lihat story dan nggak ada apa-apa. Agnes ngerasa lega habis itu dia nunjukin story orang di instagram. "Ini cowok lo kan ya?" tanya Agnes.

Aku menyipitkan mataku, melihat sekitar bentuk tangan sama kaki serta sepatu yang dipakai. Hampir mirip sama Thoriq terlebih sepatu yang baru dibelikan sama adik kelasnya itu.

"Mirip aja sih." Ujarku, aku melihat orang yang membuat story itu dan ternyata adik kelas yang sempat diboncengin Thoriq buat pulang waktu itu.

"Nggak! Nggak! Nggak! Gue kenal banget sama outfitnya si curut itu. Makanya gue ngasih tau ke lo, fiks sih ada sesuatu sama mereka."

Kata-kata Agnes ngebuat aku makin berpikir dalam. Apa iya Thoriq kayak gitu? Fotonya juga cuman deketan doang.

"Nggak tau deh." Balasku.

Aku nggak mau ambil pusing, walaupun aku jadi kepikiran. Thoriq cuman centang satu mana nggak masuk sekolah juga. Semua kecurigaan itu makin terasa nyata.

Waktu udah siang aku hendak pulang. Aku berniat buat naik angkot aja soalnya juga Rizal atau Avreen nggak ada yang nungguin aku. Parkiran udah mulai ramai, sesekali aku ngelihat ke sana siapa tau aku lihat dua cowokku.

Di parkiran agak ke dalam aku lihat segerombolan cowok-cowok. Kulihat ada Avreen sama Rizal juga. Aku nggak tau apa yang lagi mau mereka lakukan. Aku cuman penasaran aja. Aku juga nggak berani buat ngehampiri mereka.

Namun satu hal yang tiba-tiba buat aku terkejut. Ada beberapa cowok centil yang datang ke segerombolan cowok-cowok itu. Salah satunya ada mantanya Avreen. Siapa sangka mereka bakal gabung bahkan sambil sesekali ngerangkul lehernya Avreen. Bukan hanya Avreen, tapi Rizal juga digoda sama satu gengnya.

Rasanya marah dan kecewa, aku nggak tau harus ngapain lihat mereka diperlakukan seperti itu. Mereka mau-mau aja dan nerima semua. Bandingkan dengan aku yang hanya ngobrol sama orang langsung diperingatin.

Akhirnya aku nggak mau lama-lama lihat mereka. Aku jalan ke depan nunggu angkot aja. Aku masuk ke dalam angkot dengan perasaanku yang bercampuran. Sampai depan gang ke rumahku, aku turun disitu. Aku jalan menuju rumah.

Sampai rumah aku langsung masuk ke kamar. Ganti baju terus mau makan. Walaupun aku lagi nggak nyaman tapi aku harus tetap makan biar nggak sakit.

Selama makan aku sama sekali nggak main hp sampai baru selesai aku ambil hp di kamar dan aku udah lihat banyak telfon dari Agnes. Dia juga ngirim pesan, aku buka bentar dan isinya banyakan bikin sakit hati.

Dia ngirimin foto Avreen yang dicium sama mantanya habis itu Rizal yang ngeboncengin cowok sampai pelukan. Aku makin nggak karuan lihat foto-foto itu.

"Yan kamu udah pulang?" tiba-tiba Ibu membuka kamarku.

"Udah Bu." Aku meletakan hp ku, mencoba tersenyum di depan ibu.

"Udah makan?" tanya Ibu lagi, aku mengangguk sebagai jawabanya. "Itu di depan ada Rizal sama Thoriq, tadi bantuin Ayah sama Ibu beresin dagangan. Samperin sana."

Sebenarnya aku malas tapi karena Ibu, akhirnya aku mau ke depan. Waktu aku lihat dua cowok itu, mereka langsung tersenyum tapi nggak sama aku.

"Lo udah pulang duluan tadi ya?" tanya Rizal ke aku.

Aku mengangguk saja. "Naik angkot?" lanjut Thoriq.

Sekali lagi aku mengangguk habis itu aku sengaja mau ninggalin mereka. "Aku ke belakang bentar ya."

Kulihat sebentar ekspresi wajah mereka kayak nggak nyaman. Aku makin nggak yakin buat diemin mereka.

---

Sang RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang