ch 22

3K 281 30
                                    

Di sebuah sel terlihat seorang wanita duduk di sudut ruangan dengan leher terikat rantai, kondisi nya sangat mengenaskan.

Ia terus bergumam sesuatu yang tidak dapat di mengerti.

Dua penjaga yang menjaga pintu sel nya mulai jengah, salah satu dari mereka menendang pintu sel dan membentak wanita itu.

brgg!

"Tutup mulutmu, dasar gila."

Wanita itu tidak mendengar, ia terus bergumam tidak jelas.

"Bisa tidak si, kita langsung membunuhnya saja? Aku muak!" Ucap salah satu penjaga, dia memijat kakinya yang terasa keram. "Lagi pula kenapa harus kita yang berjaga di pintu sel nya."

Teman yang menjadi lawan bicaranya terkekeh sinis, "kau ingin di bunuh tuan Jhonatan? Maka silahkan."

"Tidak ada gunanya berbicara dengan mu,"

Lalu, suasana kembali sunyi. Hanya ada suara gumaman si wanita yang tidak jelas memenuhi pintu sel.

Brug!
Brugg!

Tiba-tiba kedua penjaga yang menjaga pintu sel tergeletak tak sadarkan diri.

Clak!

Pintu sel terbuka, dan masuk seseorang berpakaian serba hitam dengan wajah di tutupi.

Wanita itu menatapnya dengan berbinar-binar.

"Kwamu atang? Shh.." [Kamu datang]

Dia tidak menjawab pertanyaan si wanita. Justru ia menyuntikkan sebuah cairan aneh pada leher si wanita membuat dia jatuh tidak sadarkan diri.

Dia menatap datar tubuh si wanita yang mulai kejang-kejang, mulutnya yang robek mengeluarkan busa putih.

Menjijikkan, namun ia menikmati setiap proses nya.

Hingga si wanita meregang nyawa.

.
.
.

Alvias menatap datar drama dadakan di hadapannya.

Sepasang anak dan ayah tengah berdebat hal sepele, siapa yang akan menyuapi Alvias makan.

Padahal Alvias masih mampu untuk memakan makanannya sendiri, toh kedua tangannya masih utuh, tidak cacat. Memang mereka nya saja yang alay.

"Kau! Mengalah dengan yang lebih muda, dasar tua!" Elvias menunjuk wajah Giovanni.

Giovanni balas menunjuk-nunjuk wajah Elvias, "justru karena kau lebih muda, harusnya kau yang mengalah!"

Giovanni merebut mangkuk bubur dari Elvias,  Namun tidak semudah itu. Elvias tetap mempertahankan mangkuk itu dalam dekapannya.

Elvias menatap daddy nya dengan tatapan nyalang.

"Hentikan." Alvias memijat pangkal hidungnya pusing melihat tingkah absurd keduanya.

"Tuh, dengar!" Giovanni berhasil merebut mangkuk itu. Dia menjulurkan lidahnya mengejek Elvias.

Wajah Elvias memerah padam menahan emosi. Emosinya semakin tersulut saat Giovanni dengan sengaja menyenggol bahunya.

Manik abu-abu Elvias terpejam, lengannya terkepal erat di sisi tubuh. Menghirup udara lalu menghembuskan nya perlahan. Ia lakukan itu terus berulang kali hingga merasa sedikit lebih tenang.

Elvias menatap datar Giovanni yang saat ini tengah menyuapi Alvias bubur, pria itu terus senyum-senyum sendiri seperti orang gila.

Alvias sendiri hanya pasrah menerima suapan dari Giovanni. 

dia lapar btw.

Shi saat memakai tubuhnya tidak memberikan perutnya minum dan makan. Hanya balas dendam saja yang ada di otaknya. Emang dasar bocah gendeng. Ingatkan Alvias untuk memakinya saat anak itu sudah kembali muncul nanti.

.
.
.

Seorang pria menatap sendu layar laptop yang menampilkan tiga pria berbeda generasi.

Dia mengelus layar yang menunjukkan wajah seorang remaja pria yang begitu ia dambakan. Begitu ia cintai setengah mati.

Bahkan ketika tubuh itu telah terbujur kaku, tidak ada harapan sama sekali untuk kembali hidup. Ia dengan nekat mematikan dirinya sendiri dengan menembak kepalanya, menyusul sang kasih yang telah tiada.

Namun siapa sangka, ia kembali hidup.

Tapi di raga orang lain.

Awalnya ia tidak menerima, takdir seolah mempermainkan dirinya.

Berkali-kali ia mencoba untuk kembali membunuh dirinya sendiri, namun semua upaya yang ia lakukan selalu di gagalkan.

Ia begitu frustasi hingga suatu ketika, ia bertemu dengan seorang remaja.

Wajah yang sama.

Aura yang sama.

Tatapan yang sama.

Semua yang ia lihat, membuat dirinya dejavu.

Tanpa sadar ia tenggelam.. tenggelam ke dasar jurang keputusasaan.

Bukankah Tuhan terlalu baik? Membiarkan ia untuk mengurung raga itu satu kali lagi.

Tanpa rencana Tuhan kembali mempertemukan keduanya.

Kala itu di rumah sakit, ia melihat sorot lain dari mata sang atma. Sebuah dendam yang jika tidak segera di selesai kan maka perlahan akan menghancurkan si pemilik.

Maka kesempatan itu tidak ia sia-siakan.

Perlahan namun pasti, si ikan telah memakan umpan.

Dan bodohnya si pemilik mata merah dengan sebuah ambisi dan dendam, menerima tawarannya tanpa curiga sedikitpun.

"Ahhh aku merindukanmu.." gila, dia benar-benar sudah gila.

Melakukan masturbasi hanya dengan menatap layar. Ia keluar, mengotori layar laptop tepat di wajah si remaja pria yang memiliki netra abu-abu kelam.

Dia tertawa seperti orang gila.

Membersihkan sisa cairan miliknya pada layar laptop.

"Kita akan segera bertemu. Apapun itu, aku akan menerima semua kebencian mu."

.
.
.
.

Gila, maksa banget.

aku writer block lebih dari 4bulan dan akhirnya dengan modal nekat aku maksain nulis cerita ini lagi. jujur sebenarnya aku uda lupa sama alurnya😭 keliatan bgt kan, berantakan? wgwg

destroying the grooveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang