ch 23

1.5K 175 9
                                    

biasakan sebelum baca vote atau komen ya, CINTA. biar author nya makin semangat.

.
.
.

Alvias memeriksa setiap sudut kamar, menanti Shi muncul dan menawarkan petunjuk atau bahkan sepatah kata. tetapi, tak ada respons.

ketika dia mencoba berbicara dalam pikirannya, hanya ada keheningan. Alvias mulai di liputi rasa panik. semua ini terasa janggal, dia bahkan tidak tau di mana dia berada atau apa yang telah terjadi.

clakk!

suara pintu terbuka perlahan. Alvias menoleh dan mendapati sosok yang hampir identik dengannya—Elvias, perlahan berjalan mendekati dirinya, lalu memeluknya erat.

“kangen banget,” ucap pemuda itu manja. dia menduselkan wajahnya pada lekukan leher Alvias. “gimana keadaan kamu, udah lebih baik?”

“hm.”

Elvias menjauhkan wajahnya, “daddy mengajak kita untuk makan malam bersama. mau turun sekarang, atau mau siap-siap dulu?”

“aku akan bersiap.”

“oke, tapi aku tetap disini ya."

Elvias melepaskan pelukannya, dia duduk di tepi ranjang dengan patuh.

Alvias berjalan memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.

setelah Alvias membersihkan wajahnya dengan air dingin, dia menatap cermin di depannya, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi.

rasa sepi yang mendalam menyelimuti dirinya—kehilangan Shi yang selalu hadir dalam pikirannya adalah hal yang tak pernah dia bayangkan akan terjadi. tanpa Shi, Alvias merasa seolah kehilangan separuh dari dirinya sendiri.

walaupun Shi terkadang sangat menyebalkan, namun Alvias sangat menyayanginya. Shi adalah sebagian dari hidupnya. buktinya setelah ia berpindah dunia pun, Shi tetap ada.

jadi, apa yang sebenarnya terjadi? bagaimana bisa Shi… menghilang begitu saja?

mengambil napas dalam, Alvias berusaha menenangkan dirinya.

tetap tenang, Alvis.” pikirannya. “beri waktu dan cari tau apa yang sedang terjadi.”

setelah menata kembali penampilannya, Alvias keluar dari kamar mandi. Elvias masih duduk di tepi ranjang, menunggunya dengan sabar sambil tersenyum lembut.

“kamu udah siap?” tanya Elvias dengan nada antusias.

Alvias mengangguk, berusaha membalas senyum itu meskipun hatinya masih dihantui kecemasan. “Ya,”

mereka berdua berjalan menuju ruang makan, melewati lorong-lorong mansion yang luas dan megah.

sepanjang jalan, Alvias diam-diam mengamati setiap sudut, mencoba mencari petunjuk atau ingatan tentang tempat ini, namun semua terasa asing.

dia hanya bisa menduga bahwa ini adalah tempat tinggal Giovanni, sosok yang baru saja dia temui yang mangaku sebagai ayah kandungnya.

sesampainya di ruang makan, mereka mendapati Giovanni sudah duduk di ujung meja, dengan senyum penuh wibawa terpancar di wajahnya.

dia menyambut Alvias dan Elvias dengan anggukan singkat dan senyum kecil, kemudian mempersilakan mereka untuk duduk.

“daddy harap kalian berdua sudah cukup beristirahat,” ucap Giovanni, suaranya dalam dan berwibawa. “Al, bagaimana keadaan kamu sekarang? jika masih ada yang sakit, jangan ragu untuk memberitahu daddy ya?”

destroying the grooveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang