CHAPTER 3

22 8 0
                                    


.・゜𓆟゜・

Pagi itu, langit Shibuya begitu cerah, jauh dari bayangan mendung yang biasa menyelimuti kota. Di jalan-jalan yang ramai, orang-orang sibuk berlalu-lalang, sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Kazuya berjalan dengan langkah hati-hati, pikirannya melayang jauh, masih memikirkan pesan terakhir dari Souta yang membuatnya merasa ditinggalkan sebulan lalu. Dia tidak bisa menyingkirkan sosok itu dari pikirannya, meskipun segala upaya telah ia lakukan untuk melupakannya.

Namun, takdir sering kali berjalan dengan caranya sendiri. Di antara keramaian Shibuya, di depan salah satu toko yang biasa ia lewati, Kazuya melihat sosok yang sangat ia kenal-Souta.

Dia berdiri di sana, diam, dengan pandangan kosong seperti biasa. Hatinya berdebar kencang, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Setelah berminggu-minggu mencari, akhirnya ia berdiri di hadapannya lagi. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini. Tatapan Souta yang selalu dingin kini terasa lebih jauh. Dia mengenakan jaket tebal, meskipun cuaca sedang hangat.

Kazuya memanggil namanya, mencoba memecah kebekuan. "Souta..."

Souta menoleh, tetapi ekspresi di wajahnya tak menunjukkan kejutan atau kebahagiaan. Pandangannya tetap tenang, namun Kazuya bisa merasakan ada sesuatu yang salah. Dia tidak pernah melihat Souta sesuram ini sebelumnya.

Mereka berdua berdiri dalam keheningan yang canggung selama beberapa detik. Kazuya akhirnya melangkah lebih dekat, suaranya penuh kekhawatiran. "Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya, berusaha memahami apa yang terjadi.

Souta hanya mengangguk ringan, seperti biasa. Tapi, gerakannya kali ini terasa dipaksakan, seolah dia berusaha menahan sesuatu. Tangan kanannya menyentuh ujung lengan jaketnya, seperti hendak menggulungnya, namun kemudian ragu-ragu. Kazuya memperhatikan hal itu-gerakan kecil yang penuh makna.

"Souta... kenapa kamu pakai jaket tebal begini? Cuacanya tidak dingin," tanya Kazuya lembut, meskipun dia tahu, ada sesuatu yang lebih dari sekadar alasan untuk memakai jaket itu.

Souta mengangkat bahunya tanpa menjawab, seolah-olah hal itu tidak penting. Namun, ketika dia mulai menggulung lengan jaketnya, sesuatu menarik perhatian Kazuya. Di pergelangan tangan Souta yang terlihat di balik jaketnya, ada bekas luka-sayatan panjang yang baru saja sembuh, dan beberapa di antaranya masih tampak merah, belum sepenuhnya menghilang.

Kazuya menahan nafas, hatinya bergetar hebat melihat luka-luka itu. Seketika, perasaannya bercampur aduk antara marah, sedih, dan ketakutan. Bagaimana mungkin dia tidak menyadari ini sebelumnya? Apa yang sebenarnya telah terjadi pada Souta?

"Souta... apa yang terjadi?" suaranya terdengar serak, hampir tak mampu keluar. Pandangannya tertuju pada bekas luka di tangan pemuda itu, yang kini berusaha disembunyikan lagi di balik jaket.

Souta mencoba tersenyum, tapi senyum itu tidak mencapai matanya. Dia hanya menggulung kembali lengan jaketnya, menutup bekas luka itu seakan menutup seluruh penderitaan yang ia sembunyikan. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat, suaranya tenang seperti biasa, tapi kali ini ada getaran di dalamnya.

Namun, Kazuya tahu, itu bohong. Tidak ada yang baik-baik saja tentang ini. "Souta, aku-" dia ingin mengatakan sesuatu, apapun, tapi kata-katanya terhenti. Apa yang bisa dia katakan? Apa yang bisa membuat semua ini lebih baik? Di dalam hatinya, dia ingin memeluknya, ingin menghapus rasa sakit yang tersimpan di balik ketenangan Souta. Tapi mereka hanya teman, dan Kazuya takut jika dia melangkah terlalu jauh, Souta akan menjauh lebih jauh lagi.

Whispers Beneath ShibuyaWhere stories live. Discover now