CHAPTER 5

19 8 0
                                    


.・゜𓆟゜・


Sabtu pagi yang seharusnya tenang berubah menjadi mimpi buruk bagi Kazuya. Sejak bangun pagi, tubuhnya terasa lelah, seolah-olah seluruh energinya tersedot habis oleh stres dan kelelahan. Makalah yang ia kerjakan selama berminggu-minggu kembali dengan revisi yang tiada henti. Kesempurnaan yang dicari oleh dosennya terasa mustahil digapai. Setiap revisi terasa seperti pukulan tambahan pada mental dan fisiknya.

Hari-hari yang ia lewati bersama Souta pun tidak membuatnya merasa lebih baik. Meskipun Souta telah mengungkapkan sebagian perasaannya, sikapnya tetap dingin dan jauh. Kadang Kazuya bertanya-tanya, apakah ia sedang mencoba membuka hati seseorang yang memiliki seribu-tidak, mungkin seribu pintu? Setiap kali ia merasa berhasil membuka satu pintu, pintu lain muncul, lebih tebal dan lebih sulit ditembus.

Souta selalu ada di sekitarnya, tetapi seperti bayangan yang sulit digenggam. Setiap kali mereka berbincang, Souta hanya memberi jawaban singkat. Meskipun ada saat-saat di mana ia bisa merasakan bahwa Souta benar-benar peduli, namun setiap emosi yang tampak seolah cepat dibungkus kembali dalam lapisan-lapisan kebekuan. Kadang Kazuya berpikir, mungkin tak ada cara untuk 'mencairkan' Souta.

Hari itu, kepala Kazuya terasa berputar-putar. Demam mulai melanda tubuhnya yang lemah. Dia berusaha bangun dari kursinya, mencoba berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air. Namun, langkahnya terhuyung, dan sebelum dia bisa mencapai pintu, tubuhnya ambruk ke lantai. Pikirannya menggelap perlahan-lahan, tenggelam dalam kesakitan dan kelelahan yang bercampur.

.・゜𓆟゜・

Souta, di sisi lain, menghabiskan harinya seperti biasa. Dengan headset di telinganya, ia tenggelam dalam game online favoritnya. Namun, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya hari ini. Sejak pagi, ia merasa ada yang salah. Instingnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Kazuya. Biasanya, gadis itu akan mengiriminya pesan-entah mengeluh tentang tugas atau berbagi cerita tentang hari-harinya. Tapi hari ini? Tidak ada apa-apa. Ketiadaan itu terasa lebih menonjol daripada biasanya.

Akhirnya, setelah beberapa jam bermain tanpa benar-benar fokus, Souta memutuskan untuk menyingkirkan headsetnya. Ia membuka ponselnya, mencoba menghubungi Kazuya. Tidak ada jawaban. Pesan singkat yang ia kirim juga tidak dibalas. Ini tidak seperti Kazuya.

Souta berdiri, meraih jaketnya. Keputusan cepat dibuat dalam pikirannya. Mungkin Kazuya hanya sibuk, tapi rasa cemas dalam dadanya tidak mau hilang. Ia memutuskan untuk pergi ke rumah Kazuya, memastikan sendiri bahwa semuanya baik-baik saja.

.・゜𓆟゜・

Ketika Souta tiba di depan rumah Kazuya, firasat buruknya semakin kuat. Tidak ada yang membuka pintu saat ia mengetuk beberapa kali. Tanpa berpikir panjang, dia membuka pintu yang tidak terkunci dan masuk.

"Kazuya?" panggilnya pelan, namun tidak ada jawaban.

Saat ia berjalan ke ruang tengah, pandangannya terhenti pada sosok Kazuya yang terbaring di lantai, lemas dan tak bergerak. Detik itu juga, tanpa ragu, Souta berlari menghampirinya.

"Kazuya!" Souta berlutut di sampingnya, mengguncang bahunya dengan lembut. Kazuya mengerang pelan, tapi matanya masih tertutup, wajahnya pucat.

Dia panik. Jarang sekali Souta merasa seperti ini, tapi melihat Kazuya dalam keadaan seperti ini membuatnya takut. Dia segera mengangkat tubuh Kazuya dan membawanya ke sofa dengan hati-hati. Wajahnya penuh dengan kecemasan saat dia menyentuh dahi Kazuya yang panas.

Whispers Beneath ShibuyaWhere stories live. Discover now