CHAPTER 6

18 8 0
                                    


.・゜𓆟゜・

Hari itu, Kazuya dan Souta duduk di bangku taman dekat rumah Kazuya. Cuaca cerah, angin sepoi-sepoi berhembus lembut, tapi Kazuya tampak gelisah. Ia mengingat kejadian beberapa hari lalu, saat tanpa sengaja ia melihat sayatan di pergelangan tangan Souta. Kenyataan itu masih menghantuinya, meski sekarang Souta terlihat jauh lebih tenang.

Kazuya menatapnya dalam diam, sampai akhirnya ia memberanikan diri berbicara.

"Souta..." panggil Kazuya pelan, sedikit ragu. "Apa kamu sadar, luka di tanganmu itu lebih parah dari cakaran kucing?"

Souta mengangkat alis, sedikit terkejut dengan arah pembicaraan yang tiba-tiba berubah. "Kucing? Maksudmu apa?" tanyanya, meski ia tahu Kazuya sedang merujuk pada kebiasaan buruknya beberapa hari lalu.

Kazuya menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Kamu tahu... beberapa hari lalu, saat aku melihat luka-lukamu, aku sempat berpikir kalau cakaran kucing lebih kecil dibanding sayatan yang kamu buat sendiri." Suaranya terdengar serius, tapi ada kehangatan di balik kekhawatirannya.

Souta terdiam, tak menjawab apa-apa. Matanya kembali menatap kosong ke depan, tapi Kazuya tidak berhenti.

"Jadi, aku mau kamu janji. Janji untuk tidak melakukannya lagi. Kalau kamu masih merasa perlu 'luka', aku bisa membantumu. Kita cari kucing, biar dia yang mencakar kamu sebagai gantinya!" Kazuya berusaha menambahkan sentuhan komedi untuk meringankan suasana.

Souta menatapnya heran. "Kucing? Kamu serius? Aku benci kucing," jawabnya datar, tapi ada sedikit ekspresi geli di wajahnya.

Kazuya tertawa kecil. "Iya, aku tahu. Kamu bahkan menganggap kucing itu monster, kan?" Ia berhenti sejenak, mengingat sesuatu. "Tapi, bukankah cakaran kucing lebih aman daripada sayatan yang kamu buat sendiri?"

Souta menghela nafas panjang. "Cakaran kucing bikin trauma. Dulu waktu kecil, aku sering dicakar sampai lecet-lecet. Sejak saat itu, aku tidak suka kucing. Mereka... monster berbulu kecil yang menunggu kesempatan buat nyakar," jawabnya dengan nada yang agak defensif.

Kazuya menahan tawa, membayangkan Souta kecil yang ketakutan dikejar kucing. "Jadi... kamu takut sama monster berbulu kecil? Dan kamu lebih suka melukai dirimu sendiri daripada menghadapi kucing?"

Souta meliriknya sekilas, lalu menggeleng. "Itu berbeda. Tapi..." Ia menunduk, mengingat kata-kata Kazuya tadi. "Aku janji, aku tidak akan menyakiti diriku lagi."

Kazuya menghela nafas lega. Ia tahu betapa sulitnya bagi Souta untuk mengatakan itu. "Bagus. Tapi ingat ya, kalau kamu butuh cakaran... aku punya kucing tetangga yang bisa kupinjamkan." Ia tertawa kecil, berusaha membuat suasana lebih ringan.

Souta tertawa pelan. "Terima kasih, tapi aku pikir aku lebih baik tanpa bantuan kucingmu."

"Yah, sayang sekali. Padahal kucing itu suka banget sama orang dingin kayak kamu. Mungkin dia bisa membantu 'mencairkan' kulkas tujuh pintumu."

Souta tersenyum tipis, menyadari usaha Kazuya untuk mencerahkannya. Meskipun ia tidak suka kucing, dia mengerti niat baik Kazuya. Dan untuk pertama kalinya, mungkin Souta merasakan ada orang yang benar-benar peduli padanya—meski caranya agak aneh.

Kazuya menghela napas lega, merasa setidaknya Souta mulai terbuka dan lebih bersedia mendengarkannya. "Jadi, kalau suatu hari kamu butuh teman, aku di sini. Dan... mungkin kucing tetanggaku juga," tambahnya sambil mengedipkan mata.

Souta tertawa lagi, kali ini sedikit lebih keras. "Baiklah, kalau aku mulai berpikir untuk menyakiti diri lagi, aku akan mengingat kucing monster itu."

"Bagus! Setidaknya sekarang aku punya alasan untuk mengajarkanmu bagaimana menghadapi kucing." Kazuya tersenyum lebar, merasa lega bisa membuat Souta tertawa.

Whispers Beneath ShibuyaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora