Chapter : 003

19 8 2
                                    

Skandal Trauma : 003

Bahkan seukuran keadilan juga dapat ditundukkan oleh Tuhan berwarna Merah itu.
Sungguh Miris.

Keringat dingin membasahi tubuhnya. Napasnya begitu memburu. Walau begitu, ia tetap berlari tak menghentikan langkahnya. Wajah panik yang terlihat begitu kentara, sesekali melirik kebelakang untuk memastikan seseorang di sana.

Sosok tersebut kian berlari mengejarnya.

Ia sudah hampir mencapai batasnya. Lelah yang sangat terasa. Jantungnya berdegup kencang.

Kembali melirik belakang, ia mengernyit. Kemana sosok yang mengejarnya tersebut?

Tidak mengurangi kecepatan berlarinya. Ia masih tetap melangkah cepat. Gelisah, was-was, memenuhi perasaan nya. Sebisa mungkin, ia mencari jalan yang menjadi jalan yang ramai.

Tidak. Bagaimana jika itu jebakan?

Tentu saja, ia dapat menerkanya. Namun, ia sebisa mungkin berlari mencapai tujuannya. Tak ia tak boleh mengurangi kecepatannya. Lengan sedikit saja orang-orang gila itu dapat melakukan apa saja.

Hampir sampai, sedikit lagi.

Bangunan tempatnya bernaung tersebut telah nampak dari sorot matanya. Napasnya semakin memburu karena tak berhenti sedari tadi. Tak ia harus sampai terlebih dahulu.

Ia tidak sanggup. Kakinya melemas. Hanya tersisa sedikit lagi tetapi ia tak mampu melanjutkan. Meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Keringat yang membanjiri wajahnya.

Sejenak, ia mungkin dapat bernapas lega. Namun, kemudian ia merasa sebuah pergerakan. Kembali dibalut kegelisahan.

Tak sempat ia melangkah, sebuah kain membekap mulutnya. Obat bius yang mulai terhirup membuatnya meronta-ronta. Akan tetapi, sesaat nya ia tak sadarkan diri akan hal disekitarnya.

***

Jika para lulusan hukum tersebut juga jatuh dalam kekuasaan Merah itu. Maka, tidak ada gunanya menutut ilmu setinggi itu.
Membandingkan nya dengan yang sebenarnya? Bodoh!

Xandra menatap kerumunan di sekitar jalan tersebut. Tempat tersebut adalah jalan perumahan yang akan nampak sepi di siang hari. Mengapa hari ini begitu ramai?

Ia menghampiri kerumunan tersebut. Tentu saja disana hanya orang dewasa bahkan beberapa orang tua yang terlihat. Seorang wanita yang sudah berkepala tiga di antara mereka terlihat emosi dengan gurat wajah gelisah yang terlihat.

Ia mengeluarkan emosi tertahannya.

Entah Xandra terlalu lekat memperhatikan wanita itu hingga tak beralih pada orang-orang yang menjadi pelampiasan amarah wanita itu.

Polisi?

"Apa kalian semua tidak bisa untuk menanganinya disini, hah?"

"Maaf, bu. Kemungkinan ini sama saja seperti penculikan di sekitaran lingkungan sekolah itu. Bukankah anak ibu juga bersekolah disana?" Jelas salah satu petugas kepolisian disana. Tampak tenang walau ia sudah merasakan gejolak tak menyenangkan beserta tim nya.

"Kami juga sedang mencari tahu tentang kasus ini, bu. Satu-persatu jalan juga akan kami telusuri," Sahut petugas lainnya. Mendapat anggukan kepala dari beberapa anggota dalam jangkauan sang wanita.

"Jika kalian melakukan tugas dengan benar, harusnya kalian dapat menemukan barang bukti yang jelas! Bahkan sidik jari bisa saja diperiksa, bukan? Hanya saja kalian terlalu bertele-tele dan dapat memungkinkan kalian memang tidak ingin mengusut tuntas perkara ini." Ucapan tersebut dapat membuat mereka terkesiap. Delikan tajam yang ditujukan oleh sang wanita terlihat dengan raut tak suka.

"Atau kalian semua memang telah dibutakan oleh sebuah kekuasaan tersebut." Wanita itu merendahkan suaranya. Seringaian sinis yang ditujukannya mendapat atensi yang memandangnya kagum.

Diam-diam Xandra mengulum senyum yang tak terbendung. Ia dapat melihat wanita tersebut. Sosok penuh wibawa yang menjatuhkan harga diri mereka hari ini. Mengingatkannya akan seseorang yang berperan penting dalam hidupnya.

"Jika kasta adalah penentu. Maka, kalian yang tergoyahkan oleh kekuasaan itu adalah orang-orang yang lebih rendah dari kerendahan kasta itu sendiri."

Sang wanita memalingkan wajahnya. Tenggorokan nya sudah tercekat. Tak sanggup lagi berkata-kata. Dadanya sesak. Matanya terasa panas. Hingga, akhirnya, buliran hangat tersebut luruh mengenai pipinya.

Xandra dapat menangkap perasaan sayang seorang ibu kepada anaknya. Membuatnya merasakan kilas balik yang tidak akan pernah lagi ia rasakan.

"Saya tau, anak saya hilang disini dan bukan bersamaan seperti mereka. Walau hanya barang, yang belum tentu dapat menjadi bukti kuat. Saya yakin ia terakhir berada disini."

"Keadilan itu hak semua orang. Lulusan hukum tapi tidak punya pemikiran itu? Bodoh!"

***

Lelaki itu membuka kunci dari pintu ruangan yang tertutup tersebut. Gelap yang langsung menyergap pandangan. Sang lelaki melangkah masuk kedalam.

Hanya dengan pencahayaan minim dari luar, ia menatap seorang gadis yang terlihat ketakutan setelah pintu terbuka. Tubuhnya gemetar. Membuat sang empu lelaki tersenyum dengan sinis.

"Pergi ... " Lirih gadis tersebut. Ketakutan menggerogoti tubuhnya. Gemetar tubuhnya mengetahui lelaki ini di dekatnya.

Lelaki itu terkekeh. Menatap penampilan sang gadis yang berantakan dari sorot cahaya. Sama seperti ketika ia melihatnya beberapa waktu lalu.

Beberapa bercak di tubuhnya yang dapat terlihat jika seseorang memperhatikannya. Keadaan yang mengkhawatirkan. Membayangkan ia kembali dengan keadaan seperti ini saja dapat langsung membuat sang empu tertawa.

"Hei, pintu telah dibuka. Silahkan pergi dan kembalilah pulang. Tepatnya, setelah menjadi kotor." Tawa dari lelaki itu membuat ia kembali menangisi dirinya. Ia benci tubuh ini. Ia benci. Harga diri nya jatuh begitu saja di hadapan orang gila ini.

Bercak-bercak ditubuhnya. Mengingatnya membuat dirinya jijik. Tubuhnya tidak akan pernah lagi terasa sama. Kotor, telah kotor.

"Huh, lebih mengasihani dirimu karena tak bia berbuat apapun. Kasta rendah mu itu membuatmu sangat tak berdaya."

Setelahnya, ia melangkah keluar. Tersenyum sangat puas akan kemenangan dirinya. Menjatuhkan mental sang gadis hingga seterpuruk itu. Ia yakin gadis ini akan menjadi salah satu penghuni Rumah Sakit Jiwa setelah yang sebelumnya.

Adil? Hanya ada untuk orang yang berkuasa.

TBC
842 kata







Skandal Trauma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang