Chapter : 004

14 10 0
                                    

Skandal Trauma: 004

'Melakukan tanpa tau apa yang sebenarnya ia 'lakukan. Namun, justru tidak ingin menjadi yang 'dilakukan.

Sosok yang berdiri dihadapannya kini, mengalihkan atensi Xandra. Ia mendongak, menatap ke arah gadis di depan mejanya.

Salah satu teman sekelasnya, Aselia.

"Aku ingin bertanya," ujarnya membuat Xandra mengernyit.

Benarkah seserius itu pertanyaannya hingga menyempatkan dirinya untuk bertanya?

Dalam benaknya, Xandra sibuk menerka. Aselia memastikan sekeliling. Setelah dirasa cukup aman ia mendudukkan diri dikursi depan Xandra.

"Kau tau soal perkara kemarin?" Xandra tersentak. Pikirannya langsung tertuju pada wanita kemarin. Ia menatap Aselia tertegun.

"Aku melihatmu kemarin." Aselia memulai pembicaraannya. "Kau tau apa yang sebenarnya terjadi?" Aselia menatap Xandra dengan serius. Menciptakan atmosfer ketegangan diantara mereka berdua.

Tentu saja, beberapa orang yang berada disana, memilih tak menghiraukan mereka.

"Ya, aku ada disana," jawab Xandra. Ia menghela napas. "Namun, aku benar-benar tidak tau apa yang terjadi." Keduanya saling bertatapan. Aselia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Semalam, Elly, anak sang wanita itu, kembali ke rumah." Ucapannya langsung menarik perhatian Xandra.

"Ia pulang dengan keadaan yang berantakan. Ketika kabar kepulangannya terdengar. Beberapa warga mengunjungi rumah nya. Namun, hal yang terjadi justru membuat tercengang. Malam itu juga Elly dimasukkan ke dalam Rumah Sakit Jiwa."

Xandra sedikit terkejut. Ia tak terlalu menunjukkan tetapi Aselia menyadarinya. Aselia menghela napas.

"Ketika ditanya, ia tak menjawab. Saat ibunya mengeceknya untuk mengajak Elly makan malam. Elly terlihat meracau tak jelas dengan tatapan kosong dan keadaan yang tak jauh berbeda dengan ketika ia pulang. Kekhawatiran ibunya langsung dengan cepat membawanya ke Rumah Sakit Jiwa."

"Dan, ia didiagnosa trauma."

Perkataan itu menjadi frasa terakhir yang mengakhiri perbincangan mereka. Xandra tak mengerti mengapa Aselia mengajaknya bicara jika hanya untuk memberitahukan hal ini.

Namun, sebelum benar-benar pergi. Aselia memandang nya dengan netra yang tersirat sebuah kewaspadaan.

"Aku hanya ingin memperingati mu. Mereka tidak main-main. Bisa saja, kau dan aku yang menjadi target selanjutnya."


***

Xandra mematikan wastafel sehabis ia mencuci tangannya. Pandangan nya terarah pada dirinya di pantulan cermin depannya tersebut.

Melihat hal itu, membuat ia kembali teringat akan perkataan Aselia.

Apa sebenarnya inti dari perbincangan tadi? Apa yang sebenarnya ingin coba ia ungkapkan? Ia tau bahwa tadi bukan tujuan sebenar Aselia. Perbincangan serius tadi tidak mungkin hanya menuai hal seperti itu.

Tanpa sadar, ia telah jatuh dalam lamunannya. Memikirkan apa sebenarnya hal tadi?

Hingga, ia menangkap sesuatu.

Target Selanjutnya?

Perkataan itu entah mengapa membuatnya mengingat beberapa kasus hilangnya orang-orang lain. Itu yang dikatakan oleh sang wanita, bukan?

Memang tidak banyak, tetapi dapat terhitung sering terjadi. Xandra mengakui itu bahwa banyak yang mencurigai sekolah tersebut akibat terus-menerus menyalahkan gunakan kekuasaan yang ada disini.

Masih dalam pikirannya, ia kembali mengingat bagaimana anak-anak disini dibully dengan kejamnya. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Ingin melapor pun tidak ada gunanya. Lagi-lagi Tuhan berwarna Merah itu yang akan turun membungkam keadilan.

Sungguh mereka muak akan hal itu.

Namun, sesaat nya pikirannya jatuh pada kejadian seminggu yang lalu. Kejadian yang membuatnya sangat membenci orang-orang. Kejadian bodoh yang malangnya ia tak dapat berbuat apapun. Kejadian yang membuatnya menjadi emosional. Kembali tetesan air mata itu jatuh menetesi wajahnya.

Langkah kaki yang terdengar dari luar membuat Xandra tersadar. Ia dengan cepat menghapus air matanya. Membuka kembali keran wastafel dan mencuci mukanya.

Suara sepatu yang terdengar selalu berbeda membuat Xandra sudah dapat menebak siapa orang disana.

Xandra mengepalkan tangan. Emosi masih menguasai dirinya. Ia benar-benar bisa saja meluapkan amarahnya, jika tidak lupa akan konsekuensinya.

Ia mulai beranjak keluar. Tangannya yang ingin membuka pintu lebih dulu dibuka dari luar. Menampilkan sosok Ratu neraka yang sangat ia benci. Xandra menatapnya tajam. Pikirannya masih menguasai dirinya.

Tidak berlama-lama ia langsung beranjak keluar. Takut akan sebuah kemungkinan yang akan terjadi jika ia masih berada disana. Sedangkan, Giselle memandanginya dengan datar.

TBC
623 kata







Skandal Trauma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang