05

10 3 3
                                    

Aku tiba-tiba terbangun dari mimpi itu. Lampu di ruangan masih menyala, Aku menatap tajam ke pintu kamar tempat kita biasanya tidur, seakan mengingat sesuatu, Aku bergegas masuk ke dalam kamar.

Aku melihat sekeliling ruang kamar, sepi dan kosong. Tidak ada tanda-tanda kehidupan yang biasa dilakukan oleh Maura.

Kemudian sudut mataku menatap bunga aster yang telah layu di ambang jendela.

Sepertinya bunga itu tau kalau pemiliknya telah pergi, jadi dia mengikutinya?

Hehe.

Aku tertawa marah, mencibir dalam hati bahwa aku benar-benar ditinggalkan.

Tidak orangnya, tidak bunganya.

Semuanya sama-sama ingin meninggalkan ku.

"Baiklah Maura, karena kamu tidak ingin hidup bersamaku, maka aku tidak akan repot-repot menangisimu..!"

••

Hari ini Aku mengunjungi makam Maura, Aku berjongkok dan mengelus papan namanya dengan lembut, kalau sewaktu-waktu papan nama itu bisa berubah menjadi wajah halus yang di rindukannya.

Aku memejamkan mata, mencari-cari fitur wajah Maura dalam ingatanku.

Maura itu memiliki wajah yang cantik, pipinya sangat halus jika di sentuh, seperti squishy. Dia memiliki binar di matanya, alisnya ramping, dan berkulit putih. Jika tersenyum, sisi kanan pipinya akan membentuk lubang kecil, manis sekali.

Maura itu pemalu, sangat pemalu, jika tidak, bagaimana bisa dia tidak menyatakan cintanya padaku sewaktu sekolah menengah atas?

Aku bertanya-tanya, jika waktu itu aku tau Maura menyukaiku, akankah serangkaian takdir ini bisa di rubah?

Dia tidak memiliki banyak teman, tidak, mungkin dia hanya memiliki Jeslyn sebagai teman dekatnya.

Karena pada hari pemakamannya, sangat sedikit orang yang datang, hanya beberapa teman sekelasnya yang bisa hadir sebagai bentuk penghormatan karena berbagi kelas yang sama selama beberapa tahun, sisanya hanya Aku, Jean, dan Ibuku.

Orang tua Maura telah meninggal sangat awal, mungkin itu juga penyebab dia memiliki keinginan yang begitu besar ingin meninggalkan dunia ini.

Aku menyentuh papan nama Maura pelan, "Hei.. lihat, aku masih hidup."

"Apakah kamu tidak iri padaku?"

"Temuilah aku di mimpiku. Aku sedikit merindukanmu.."

Aku mengoceh di samping makam Maura, menceritakan keseharianku setelah dia pergi.

"Maura, bolehkah aku menyusulmu?" Angin berhembus kencang setelah aku mengucapkan kata itu.

Mungkin, bentuk penolakan Maura atas perkataanku.

Aku tertawa kecil dan menggelengkan kepala, "Tidak jadi, aku takut mati. Dan aku juga bukan kamu, yang selalu diam-diam menyakiti dirimu sendiri."

"Tapi, Maura.. apa yang harus aku lakukan jika sekarang aku sangat merindukanmu?" Aku terdiam, menunggu jawabannya. Setelah sekian lama, tidak ada respon yang di harapkan, akhirnya aku tertawa pelan.

"Aku pergi dulu," Aku menepuk debu di celanaku, kemudian beranjak pergi.

Setelah beberapa langkah, aku samar-samar mendengar suara yang di kenalnya, namun sangat lirih.

"... Aku selalu berada di sisimu, Lucas."

Langkahku berhenti, aku menoleh ke belakang, mengangguk dan tersenyum tipis.

"Aku tau itu." Aku berdiri sebentar menikmati belaian angin, kemudian berjalan kembali, ke rumahnya.











_______________________________

Finally end..!

Lucasnya mau di buat lahir kembali sebelum tragedi kematian Maura ga ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lucasnya mau di buat lahir kembali sebelum tragedi kematian Maura ga ya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Say Goodbye [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang