Chapter 28, in which... maybe he likes me?

8 3 0
                                    

Haii, thank you buat yang sudah setia nungguin walau update-nya mulai lama :" I hope you enjoy this chapter!!💖💖💖

· • —– ٠ ✤ ٠ —– • ·

"Permisi?"

Aku dan Jason masih berpelukan, terpampang nyata di depan Mrs. Bellish. Tetapi wanita itu menoleh ke arah pintu masuk ruang ganti.

Antonio Cataldo melangkah seperti pangeran berkuda putih ke dalam ruangan, tersenyum pada Mrs. Bellish sampai-sampai wanita itu tidak lagi menoleh pada kami. "Ma'am, adakah yang bisa kubantu?"

"Oh, tidak. Hanya memeriksa ruangan." Aku tidak tahu pesona apa yang dimiliki pemuda Italia itu, tapi jelas dia cukup kuat untuk menahan tatapan Mrs. Bellish padanya.

"Ah, tadi saya heran kenapa pintu ruang teater terbuka." Pemuda itu mempertahankan kontak mata tanpa cela dengan guru kami kendati jelas-jelas ada dua manusia lain sedang berada tepat di depan matanya. Pemuda itu justru memperlakukan kami selayaknya hantu.

Sam. Ingin rasanya aku menangis detik itu juga.

Antonio menjentikkan jemari, bagai teringat sesuatu. "Tapi, untung sekali saya bertemu Anda di sini, Mrs. Bellish. Ada hal penting yang perlu saya konsultasikan. Anda masih ingat cerita soal berkuliah di Jerman itu? Jadi, saya sebenarnya mulai memikirkannya, dan mumpung ada waktu, bisakah kita bicara?" Dengan senyum manisnya, Antonio menunjuk ke pintu keluar. Semua kesan malu-malu dan pendiamnya lenyap seketika, digantikan dengan sosok rupawan bersahaja.

Tentu bila dirinya sedang dibutuhkan, Mrs. Bellish akan lupa dunia dan mulai merapikan kemejanya disertai senyum antusias. "Oh, tentu, tentu! Kau berencana pergi ke sana?"

"Begitulah, Ma'am. Tapi, saya benar-benar bingung harus mulai dari mana. Di tahun senior ini, saya rasa memang sebaiknya dipikirkan sejak awal."

"Bagus, bagus. Andai saja teman-temanmu yang lain berpikiran begitu."

Lampu dimatikan. Pintu ditutup.

Begitu lamanya kami diam, bagai belum menyadari apa yang terjadi. Tetapi, kesadaranku kembali saat menyadari betapa pengapnya ruangan itu ketika ditinggalkan dalam keadaan sepi dan gelap, sementara tanganku masih melingkar erat pada Jason, telah menyiapkan diri semisal takdir buruk harus kami hadapi.

"Amity."

Bisikan itu membuatku nyaris mendorong Jason menjauh lalu kabur secepatnya dari sana. Tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda hendak menjauhkanku, maka kupertahankan posisi itu sedikit lebih lama. "Ya?"

"Menurutmu... kita punya kekuatan?"

Aku mengerutkan dahi. "Maksudnya?"

"Yang tadi itu... dia tidak lihat kita?" Suara Jason kian memelan, juga diselimuti keheranan.

Barulah detik itu aku perlahan menarik diriku, berusaha menahan diri agar tidak melompat ke tengah ruangan dan berguling di lantai sebagai efek dari salah tingkah. "Dia gebetan Sam, ingat? Antonio."

"Oooh!" Lalu suaranya berubah menjadi lebih lemah. "Oh."

Aku mengulum bibir, menahan tawa. "Kecewa kekuatanmu tidak muncul?"

"Hm," dia mengiakan dengan nada lesunya. "Kehidupan ini membosankan."

Lagi-lagi diam, dan aku sempat mempertimbangkan untuk menutup lagi pintu lemari, khawatir mendadak Mrs. Bellish kembali atau Monica datang membawa rombongan orang untuk menangkap basah kami. Masih sulit dipercaya kalau dia melakukan semua itu untuk mempermalukanku dan Jason—tunggu, apa itu sungguh niatnya? Apa pun itu, benakku tidak habis pikir.

I Swear This Time Is DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang