Chapter 21, in which the memories of suburban legends are made

28 3 4
                                    

Sam mungkin baru saja melakukan hal paling gila, di luar nalar, tak terbayangkan, bodoh, dan spektakuler.

"Kau bercanda," aku mencoba bicara dengan nada paling tenangku kendati lebih ingin memekik seperti seekor velociraptor yang sedang mengamuk.

"Sebenarnya, aku baru saja mendapat jawaban, dan Jason bilang dia serta kedua temannya sangat menantikannya." Senyum penuh kebanggaan Sam terpancar manis tatkala menunjukkan layar ponselnya.

Benar-benar sulit dipercaya.

"Kau tidak bisa mengajak sekumpulan cowok menginap di rumah kakakmu begitu saja!"

"Hei, kakakku yang memberi ide brilian ini." Sam mengibaskan rambutnya ke belakang disertai senyum sumringah untuk menunjukkan betapa bangganya dia pada Silvia saat ini, sementara aku cuma melongo. Kuarahkan tatapan kepada Julia, berharap dia mau memihakku kali ini. Akan tetapi gadis itu masih fokus pada drama yang ditontonnya di layar ponsel.

"Kau juga sudah tahu ini, Jules?!" aku menudingnya.

"Woah, aku tidak tahu apa-apa," Julia membela diri, terlihat jengkel karena aku mengganggu waktunya menonton seolah itu hal yang lebih penting saat ini. "Ini, kan, ulang tahun Sam. Terserah dia kalau mau mengadakan pesta piyama."

Pesta piyama, katanya. Hah!

Kupijat dahiku dengan jemari. "Jadi, Jason menerima undangan 'pesta piyama'-mu?" aku memastikan ulang.

"Aku lumayan yakin dia akan mengabarimu sebentar lagi."

Dan semesta bekerja dengan tangan yang gesit, sebab ponselku bergetar detik itu juga.

"Haleluya!" Sam berseru sambil menengadah ke langit. "Bicara soal mukzijat, kurasa aku baru saja menyaksikannya di depan mata."

Kutuntaskan dulu erangan yang tertahan di tenggorokanku sebelum mengangkat telepon. "Ya?"

"Mendengar suaramu, kutebak kau tahu apa yang akan kubahas."

"Wawa, kau tidak harus datang."

"Aku sedang di Walmart sekarang dan menemukan piyama Spider-Man ini—"

"Jangan beli piyama."

"... tapi namanya saja pesta piyama?"

"Astaga—ini kenapa kami tidak mengundang cowok."

Sam memukul bahuku, membuatku mengaduh.

"Pakai saja baju biasa!" Sam berkata agak keras, bagai telah memahami alur percakapan kami. "Oh, dan bawa camilan!"

"Oke. Tapi kita sungguh tidak pakai piyama?"

"Tidak, Jason, kita bukan anak SD lagi."

Kudengar erangan kecewa dari seberang, bukan hanya dari satu orang, tapi lebih. Lalu terdengar suara lirih yang kuyakini dari Frederic ketika dia berkata 'yah, padahal yang Power Ranger itu bagus'.

Ketika pintu kamar Silvia terbuka, aku langsung mematikan ponsel. "Sil, kau tidak mungkin menyetujui ini."

"Apanya?" Dia masih sibuk mencari-cari sesuatu di tas, lalu mengeluarkan lipstik dan mengenakannya di depan cermin yang tergantung pada ruang tamu. "Oh, soal pesta itu? Yah, kalian, kan, sudah remaja."

"Ayolah, bayangkan obat-obatan terlarang, pesta miras, dan seks bebas," bujukku.

"Uh, Amy, kau tidak paham konteks pesta piyama?" cibir Sam. "Kecuali kau sepengin itu melakukan seks dengan—"

"Tidak," potongku, menolak mendengar kelanjutannya.

"Tolong, jangan di kamarku," Silvia lebih dulu melarang sambil bergegas menuju pintu keluar. "Tapi di laci pertama ada kond—"

I Swear This Time Is DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang