Magnet :: Tarikan 7

19 5 0
                                    

~:: Author POV ::~

Devan berjalan melewati gerbang yang masih cukup sesak. Semua tatapan yang didominasi oleh para gadis menatap dirinya yang tertunduk malas. Bahkan tak ada senyum atau sapa yang biasa ia lontarkan pada setiap orang yang ia lewati. Segerombolan gadis yang menunggu senyum manis darinya terpaksa menelan kecewa. Jangankan senyum atau sapa, menoleh pun tidak. Terasa ada yang salah dengan pangeran mereka hari ini. Beberapa mulai mengikuti dari belakang. Penasaran dengan apa yang sedang terjadi.

Ia mulai memasuki ruang kelasnya. Tidak seperti tadi, kelas ini tak banyak dihuni gadis single. Jadi, tak perlu diherankan mereka asyik dengan urusan masing-masing tiap harinya tanpa peduli dengan pangeran yang satu ini. Devan berjalan menuju tempat duduknya. Melakukan hal yang sama seperti gadis di sebelahnya. Mengaitkan headset di telinganya. Mendengar lagu-lagu yang seakan membuatnya sibuk.

"Van~" panggil Sera lirih dari arah sebelahnya.

"Hemm~"

"Lo oke?"

"He-eh" jawabnya mengangguk. Tapi, masih asyik sendiri dengan headset-nya. Atau lebih tepatnya berpura-pura sibuk.

Sementara ia sibuk dengan dirinya sendiri, gadis di sampingnya hanya memberikan pandangan kosong ke arahnya. Khawatir. Tentu saja! Melihat orang yang sudah meluluhkan hatinya harus begitu hancurnya. Bahkan hatinya sudah tahu apa yang membuat cowok di sampingnya itu berduka. Dia! Olivia!

***

"Van, lo mau ke kantin atau mau titip apa gitu?" Sera bertanya dengan nada seorang perawat bayi pada bayinya.

Sementara itu, yang ditanya hanya diam tak berkutik. Ditunggunya sesaat. Masih diam, tak ada tanda-tanda jawaban. Ditunggunya lagi. Masih diam tak berkutik. Ini membuatnya khawatir. Atau. Sangat khawatir. Ia masih menunggunya. Beberapa saat.

"Woi!" Gita yang benar-benar kesal lantaran sohibnya yang diajak ke kantin justru diam seperti itu. Dia memang gadis yang sadis.

"E-eh, apa?" pertanyaan bagus! Jadi, sedari tadi dia melamun? Melamun? Melamun? Argh, kalau dia gak lagi stres udah mati bocah ini! Sayangnya lagi-lagi gue cuma bisa ngumpat dalam hati
batin Sera.

"Lo mau ikut ke kantin ga?" tanya Sera sekali lagi.

"Enggak deh," jawabnya singkat, sangat singkat. Yah, bahkan kucing yang tidak sengaja lewat pun tahu ada yang salah dengannya. Pangeran tampan yang satu ini.

Sera dan Gita berjalan melewati lorong-lorong kosong menuju kantin. Sepanjang perjalanan menyebalkan itu, yang bisa dilakukan Gita hanya menatap kesal gadis disampingnya. Gadis itu berjalan dengan kepala tertunduk. Sesekali ia melihat ke samping atau ke arah lain untuk membuang wajah sedihnya. Lalu, kembali tertunduk. Ini yang selalu membuat Gita ingin sekali menghajar bocah sialan bernama Devan itu. Kenapa bisa dia gak nanggepin perasaan sohibnya yang satu ini. Kurang apa coba? Makhluk di sampingnya ini bisa dianggap cukup sempurna atau mungkin lebih dari itu. Tapi, yeah. Dia juga kurang meng-kode. Kesannya hanya sebagai teman akrab. Begitulah. Mereka berdua sama-sama salah! Haruskah mereka berdua kutampar agar sadar? Huft, segera setelah ini.

"Ra, lo mau apa? Sini titip gue aja. Lo duduk sini" seru Gita menyuruh Sera duduk di salah satu bangku.

Sera yang masih asyik dengan pikirannya sendiri hanya bisa mengangguk dan duduk di bangku yang ditunjukkan.

Gadis itu duduk sambil menebar pandangannya pada sekitar. Membuang semua pikiran jenuh yang sedari tadi menggeliat-geliat di otaknya. Yeah, memang tidak ada pemandangan yang cukup menarik di sini. Hanya kumpulan siswa dan siswi yang lapar dan berusaha menerobos antrian. Berteriak seperti serigala lapar saja.

"Hey!"

"E-eh, ada apa Rik?"

"Ga ada hal khusus. Cuma kebetulan senggang aja. Kamu sendiri ngapain? Sendiri?"

"Euh, enggak. Sama Gita. Tuh anaknya lagi ngantri!" Sera berseru sambil menunjuk Gita yang sedang memasang wajah kesal. Memandang seseorang di depannya yang terus saja berteriak. Siapa pun yang mengenalnya akan tahu apa yang dipikirkan bocah psikopat itu

'arrrrgh, akan ku hajar kau nanti! Memangnya hanya kau yang dikaruniai pita suara bagus hah?! Apa menurutmu aku ini tidak bisa teriak?! Huh!'

"Ada masalah?" Rika memulainya duluan. Seperti biasanya, Sera akan langsung menumpah ruahkan seluruh keluh kesahnya tentang makhluk yang dipujanya. Makhluk yang selalu sukses membuatnya senang dan sedih di waktu bersamaan. Makhluk yang selalu sukses mempermainkan perasaannya. Tapi, bodohnya masih saja dipuja. Siapa lagi? Devan.

Sera masih hening dengan pikirannya sendiri. Bukan pertanyaan yang harus dijawab menurutnya. Rika juga sudah pasti tahu dari raut wajahnya saat ini. Ia masih diam. Diam.

"Devan lagi, kah?" tanyanya dengan raut wajah seperti sudah hafal.

Anggukan kecil terbentuk di dagunya. Sangat lemah hingga hanya orang dalam radius setengah meter yang dapat melihatnya. Entah karena ia lemas atau lebih karena kesal dengan sikapnya sendiri. Rasanya ia lebih condong ke pernyataan kedua. Ia mulai kesal dengan dirinya sendiri. Oh, bukan! Tapi, hatinya! Hatinya yang sangat bodoh dan selalu saja bersikap bodoh. Sangat bodoh. Bodoh. Bodoh. Bodoh. Dan Bodoh.

"Siap buat cerita? Atau masih mau nunggu nanti?" tanyanya sengan nada yang sangat lembut.

"Huft, kalau gak sekarang aku gak bakal pernah siap. Jadi, aku bakal cerita," jawabnya dengan wajah tertunduk dalam.

"Ada yang aneh sama Devan akhir-akhir ini. Aku tau itu pasti ada hubungannya sama Oliv. Tapu, aku juga masih belum tau itu apaan. Aku sendiri sih, udah coba berfikir positif. Tapi, kayaknya sama aja deh. Tetap aja kepikiran terus. Masalahnya dia keliatan tertekan banget gitu. Gimana gak kepikiran?"

"Menurutmu dia kenapa?" tanya Rika dengan nada yang sangat dewasa seperti biasanya.

"Eumm, kurasa dia masih belum bisa ngelupain Oliv," jawabnya singkat dengan nada putus asa.

"Belum atau tidak sama sekali?" ranya Rika mengoyak perasaan Sera. Wajahnya makin tertunduk dalam.

"..."

"Sekali lagi. Ini bukan kisah ftv yang selalu ber-ending bahagia. Ini bukan novel abal-abal yang jodohnya sudah ketahuan dari awal. Dan, ini bukan kisah yang bahagia dari awal hingga akhir. Buktinya? Aku yakin kamu sendiri bisa lihat dengan jelas buktinya," nasihat Rika

"..."

"Gimana?" tanya Rika.

---------------------------------------------------------------------------------------------

Ayayai.....
Part 7 selesai. Entah gimana hasilnya kalian sendiri yang bakal nilai. Jangan lupa vote dan commentnya ya.... Itu sangat sangat sangat sangat~ berarti buatku.

Oh ya. Maaf berhubung sudah masuk sekolah lagi, kayaknya cerita ini bakal slow~ update.
Maaf

=)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang