Note : Pliss ane minta maaf kalo part yang sebelumnya itu gaje pake banget. Oh ya, part yang sebelumnya itu kejadiannya di hari yang sama saat Devan dan Sera ke padang rumput.
Oke! Happy readiiiiiiiing....
Sorry for typo(s)
----------------------------------------------------------------
~:: Author POV ::~Sesuai janji keduanya. Mereka kini akhirnya terdampar di acara bazar buku besar-besaran yang digelar oleh salah satu penerbit terkenal. Tak lain dan tak bukan ini adalah ulah dari otak kriminal seorang gadis bernama Sera. Sementara makhluk di sebelahnya hanya bisa menurut dengan wajah datar-yang entah apa artinya.
Devan menghampiri sebuah meja yang berisi tumpukan buku bernama novel. Beberapa judul sudah sangat akrab dengan ingatannya. Dari novel petualangan, romance, sampai komedi hampir selalu ditemukan disekitarnya. Dulu. Dulu, saat ia masih berhubungan dengannya. Siapa? Huh, ia sudah bertekad untuk tidak menyebut namanya lagi. Ya! Memang tak ada gunanya mengingat hal yang lalu. Tempat untuk masa lalu adalah di masa lalu. The past is in the past!
Tanpa sadar ia menghempas swbuah novel yang sendari tadi digenggamnya. Tekadnya sudah kuat untuk melupakannya. Melupakan rambutnya yang selalu ia sukai. Melupakan semua perdebatan yang sering mereka lakukan. Melupakan kebiasaan-kebiasaan yang seolah sudah melekat erat. Melupakan tiap inchi kenangan yang sudah tetpatri dalam memori otaknya. Melupakan semua hal yang pernah terjadi antara dirinya dan seseorang itu. Tapi ia sendiri merasa bodoh. Kenapa? Karena ia baru saja mengingat semua hal yang seharusnya sudah ia lupakan.
'Rasanya menyakitkan...., saat kamu disana mungkin bahagia dengan dunia khayalmu yang selalu kamu banggakan. Sakit! Saat mengingatmu telah pergi dari kehidupanku. Sakiit! Saat tahu aku tak bisa menghampirimu di bangku taman yang selalu kamu sukai. Sakiiit! Saat aku berulang kali mengingat kebodohanku saat itu. Huft. Andai ada lebih banyak waktu untuk menjelaskannya padamu. Menjelaskan segala kesalah pahaman ini. Kalau kau tak bisa menerimaku kembali, setidaknya pergilah tanpa kesalah pahaman!' batin Devan
"Woi!" seru Sera membuyarkan lamunannya.
"Ih, ngapain teriak-teriak?"
"Lagian lo ngapain ngelamun! Kesambet ntar!"
"Siapa juga yang ngelamun?"
"Lo!"
"Gak gue gak ngelamun!"
"Serah lo aja deh!"
***
~:: Sera POV ::~Secangkir mocca late udah hampir habis setengahnya. Sementara cowok di depan gue masih aja bengong. Entah apa yang dari tadi bocah ini pikirin. Hemmh. Apa pun itu rasanya dia bener-bener tertekan. Yah, gak bisa dipungkiri gue juga merasakan hal yang sama. Jangan anggap gue bakal bilang 'Itu karena hati kita saling bertautan' karena gue cuma bakal bilang 'gue bete pake banget karena makhluk di depan gue dari pagi cuma diem aja'. Yah! Oke! Gue bakal mengakhiri ini segera!
"Van!" yang dipanggil masih berfokus pada cangkir yang masih penuh dengan cappuchino yang masih belum tersentuh sedikit pun.
"Van~" dia masih berkutat dengan pikirannya. Masih asyik sendiri. Oh, gue gak bisa bilang dia asyik. Karena, pliss mukanya itu miris banget.
"Devan~" argh! Sial! Gue mulai khawatir sama bocah ini. Huh, jadi ini yang dia bilang lagi bete? Tahu gini gue bakal bawa dia ke tropical land atau taman bermain lainnya biar dia gak bete. Bukan bawa dia ke bazar buku itu. Huh. Jadinya gini kan! Hah! Ini emang salah gue! Gue jarus minta maaf!
"Van! Van! Devan! Devan Andratama! Van! V--"
"Gue dari tadi denger kok Ra!"
E-e-eh? Maksud ni bocah apaan coba? Memangnya dia gak sadar dia barusan ngelamun kayak sapi ompong? Harus banget gue rekam dan jadiin hadiah ulang tahunnya? Dasar bocah!'
"Sorry ya. Gue yang ngajak lo jalan, tapi malah gini jadinya. Sorry ya. Sorry banget. Lo bisa marah atau nge-hukum gue kalo lo mau! Tap--"
"Lu apaan sih Van! Jangan ngomong seolah gue orang lain! Gue ini sohib lo! Gue malah sedih banget ngeliat lo sedih sementara gue cuman bisa diem! Gue ngerasa gak berguna banget Van! Pliis, cerita apa pun yang lagi ganjel pikiran lo! Se-enggaknya, bikin gue berharga walau pun cuman sedikit!"
E--eh, apa ini? Dia? Dia? Dia nangis? Hah? Ya ampun! Tuhan! Ada apa sih sama dia? Gue gak pernah seumur-umur ngeliat dia nangis sampai sesakit ini. Rasanya bukan hanya dia yang sakit. Tapi, gue juga!
"Sorry Ra, gue belum siap. Pulang yok! Gue anter!" dia bangkit dari duduknya. Menuju pintu keluar kafe yang sedari tadi kita diami dan ninggalin gue yang masih bengong dan frustasi sama pikiran sendiri.
--------------------------------------------------------------------------
Lohalo....
Lalallalalallallalallalalala
Part ini akhirnya update juga. Buat nemenin para readers di bulan ramadhan ini. Semoga lancar ya.....Di part ini pula kita mulai memasuki konflik konflik kecil yang bakal menghantui mereka berdua. Buat semua yang penasaran......
Keep reading, vote, and comments.....
See you in next chapter
=)

KAMU SEDANG MEMBACA
Magnet
Fiksi RemajaIni hanyalah kisah kecil tentang dua magnet yang terpaksa saling menjauh, mencoba tetap menjadi sepasang magnet. Namun bersamaan dengan itu, keduanya berubah menjadi magnet yang sesungguhnya -------------------------------------------- Mohon untuk t...