Evaluasi

20 3 3
                                    

Alderon tengah menatap satu persatu mahasiswa yang tengah duduk setengah melingkar menghadap Alderon dan Pandu yang tengah berdiri di depan mereka. Semua mahasiswa itu terlihat menunduk, sama sekali tak berani menatap kedua dosennya. Seperti yang telah disepakati, hari ini merupakan evaluasi untuk pertunjukan teater yang telah dilaksanakan tempo hari.

Berbeda dari evaluasi sebelumnya, Alderon memilih melakukan evaluasi dengan cara lain. Setiap mahasiswa diminta untuk menuliskan kesalahan-kesalahan yang terjadi saat pertunjukkan kemarin. Hal inilah yang memicu kemarahan Alderon saat ia membaca satu persatu isi tulisan yang ditulis mahasiswa-mahasiswanya. Pada kertas-kertas itu berisi kalimat-kalimat saling menyalahkan satu sama lain.

"Fiona," panggil Alderon dengan nada datarnya.

Seorang mahasiswa yang namanya disebut Alderon mendongak dengan raut wajah takut. Dia menanti-nanti kalimat yang akan diucapkan Alderon selanjutnya penuh cemas. Sementara, Alderon menghembuskan nafas kasar melihat seluruh mahasiswanya menunduk penuh takut padanya. Alderon kemudian bertanya, "Bagaimana perasaan kamu saat nama kamu paling banyak disebut oleh teman-teman kamu sebagai trouble maker di pertunjukan teater kemarin?"

"Saya tidak terima, Pak. Kesalahan saya tidak sefatal itu kok. Saya akui saya beberapa kali lupa dialog, saya juga beberapa kali lupa bloking. Tapi, saya bisa mengatasinya kok," ucap Fiona dengan suara mulai bergetar.

Alderon menaikkan satu alisnya, "Oh iya? Kalau begitu kenapa di kertas ini kamu juga menyalahkan dirimu sendiri habis-habisan?" tanya Alderon masih dengan suaranya yang datar.

"Saya hanya mengakui kesalahan, Pak," jawab Fiona.

"Tadi kamu bilang, kesalahan kamu tidak sefatal itu. Bagaimana sih kamu ini kontradiktif sekali," kata Alderon membuat Fiona mahasiswi yang selama ini selalu mengagumi Alderon memilih bungkam.

Alderon menghela nafas pelan, lalu berkata, "Untuk melihat sesuatu, coba lihat dulu pada diri sendiri, jangan langsung melempar kesalahan kepada orang lain. Saya meminta kalian menulis ini bukan untuk main salah-salahan, tapi untuk saling introspeksi dan memperbaiki di kemudian hari," Alderon menatap satu-persatu mahasiswanya. Semua mahasiswa di hadapan Alderon mengangguk.

"Seperti yang saya bilang sebelumnya, di atas panggung itu 90 % kecelakaan sisanya keberuntungan. Segala hal bisa saja terjadi, tinggal kesigapan kita merespon situasi. Pertunjukan kemarin dikatakan jelek ya tidak, cukup bagus dan menghibur. Hanya saja, saya yakin kita bisa lebih dari kemarin. Percaya sama kemampuan diri sendiri, jangan ragu-ragu. Saya lihat kalian banyak ragu, tidak selepas saat latihan," kata Alderon mengungkapkan pendapatnya.

Alderon bersama mahasiswanya yang tergabung ke dalam grup Teater Janari mulai membedah ulang naskah Prodo Imitatio karya Arthur S. Nalan, lalu membandingkannya dengan penampilan mereka saat di atas panggung tempo hari. Walaupun drama dan naskah drama dua hal yang berbeda, Alderon berpikir untuk mengevaluasi mulai dari hal yang paling mendasar yaitu naskah drama. Drama sebagai pementasan dari sebuah naskah drama, maka perlu melakukan pembacaan naskah drama secara kritis agar dapat membuat suatu pementasan drama yang akurat. Naskah drama sendiri tidak terlepas dari tanda-tanda yang dapat menimbulkan multitafsir pembaca dan pelakunya.

"Coba kalian lihat dialog ini, 'saudara-saudara, uang adalah alat pembeli gelar yang paling ampuh dan dahsyat' lihat bagaimana saya melakukan penekanan pada kata uang dan bagaimana saya memainkan intonasi hanya dalam satu kalimat ini," kata Alderon mencoba mempraktikkan satu dialog dari pertunjukan kemarin. Mahasiswa-mahasiswa yang tergabung dalam grup Teater Janari menatap kagum ke arah Alderon, satu kalimat sederhana itu sukses disampaikan Alderon. Semua terlihat nyaris tanpa cela; mulai dari intonasi, penekanan Alderon dalam beberapa kata, ekspresi wajah, dan gerak tubuh sederhana.

LAKONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang