05. Lily of the valley

126 20 2
                                    

Disebuah kamar gelap yang hanya diterangi oleh cahaya kuning lampu tidur disebelah ranjang, seorang gadis terlihat tertidur lelap dengan nyaman. Kulitnya yang putih bersih serta bibirnya yang berwarna merah muda masih bisa Jake amati dari kejauhan.

Tigapuluh menit berlalu, pria itu tak mengalihkan pandangan pada ranjang didepannya. Bahkan buku yang ia pegang masih senantiasa membuka pada halaman yang sama. Duduk pada sofa empuk dengan mengenakan piyama. Merasa rugi jika ia melewatkan pemandangan langka barang sedetik saja.

Menghela napas panjang, pria itu beralih menaruh buku yang sebenarnya hanya ia gunakan untuk peralihan. Jake beranjak mendekati ranjang, mendekati Luna dengan melipat kedua tangannya didepan dada. Ia menunduk, untuk melihat lebih jelas.

Napas gadis itu berhembus dengan teratur. Tangan Jake bergerak untuk menyingkirkan anak rambut Luna yang mungkin saja bisa mengganggu tidur indahnya.

Pilihan tepat membawa gadis ini ke apartemennya alih-alih membawanya pulang. Semakin dekat semakin Jake dapat melihat dengan jelas bagaimana pahatan indah pada wajah cantik ini.

Tentu saja pria itu sudah banyak melihat gadis cantik selama hidupnya. Banyak sekali. Hanya saja baru kali ini dirinya terkesan saat melihat wajah Luna dari dekat. Kulitnya yang pucat, bibir merah muda serta hidung mancung. Bulu matanya yang tipis namun panjang. Dan juga, kulitnya yang lembut.

Pria itu membeku sejenak saat menyentuh wajah sang gadis. Tubuhnya tiba-tiba terasa tersengat, tangannya seolah terbakar seketika. Ia menarik kembali tangannya, mundur beberapa langkah untuk menjauhkan diri, pria itu menelan ludahnya susah payah.

Detak jantungnya yang bergemuruh secara tiba-tiba membuatnya berulangkali mengatur napasnya. Pria itu berbalik, meninggalkan kamar, membawa langkahnya menuju dapur untuk meneguk segelas air dingin.

Tangannya mencengkram dengan kuat gelas tersebut. Ia menggeleng, tak mengerti dengan perasaan aneh yang tiba-tiba saja membuatnya kacau. Pikirannya tak berjalan selaras dengan hatinya. Mengapa ia merasa ingin menyentuh kulit pucat itu lebih banyak? Mengapa ia merasa ingin melihat reaksi Luna jika ia menyentuhnya? Mengapa ia merasa puas melihat gadis itu tertidur pada ranjang miliknya? Dan lebih anehnya lagi mengapa ia merasa ingin membuat Luna tunduk dalam kendalinya?

---

"Kenapa kamu ga izinin aku buat jemput kamu didepan rumah, hah?"

Wonbin menutup pintu mobil sesaat setelah mendudukkan diri. Ia menghela napas pelan sebelum menjawab pertanyaan gadis disampingnya ini.

"Aku sudah disini." Ia menoleh. "Lebih baik kita segera berangkat."

Danielle berdecak sebal. "Jalan, pak."

"Baik, non."

Setelahnya mobil itu mulai berjalan, Danielle mengalihkan pandangan menatap jalanan dengan perasaan sebal. Ia tak mengerti, walaupun sudah berkali-kali mendapat perlakuan acuh dari Shin Wonbin, mengapa ia masih merasa ingin dekat dengan pria ini?

Wonbin melirik sekilas gadis itu sebelum mengeluarkan sebuah permen dari tas ranselnya. Ia menyodorkan permen itu pada sang gadis yang membuat suasana gadis itu kembali membaik.

"Buat aku?" Danielle bertanya, senyumnya mengembang.

Wonbin mengangguk.

"Awww, thanks honey.." Ia dengan senang hati mengambil permen lolipop itu lantas segera memakannya.

"Kakkku belum kembali." Ujar Wonbin tiba-tiba.

Lily of the Valley Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang