2/6 Arc Labirin -Hall Of Sacrifice II

69 6 7
                                    

Penyihir itu berbicara dengan tenang, seakan-akan sedang mendeskripsikan resep kue.

"Peraturannya sederhana," katanya, sambil mengayunkan jari-jarinya yang panjang.

"Bunuh aku. Orang yang bisa mengalahkan aku, dialah yang paling mencintai Harry Potter ini."

Draco dan Riddle saling pandang, wajah mereka memerah.

"Kau gila!" seru Draco.

"Itu aturan yang paling tidak masuk akal yang pernah kudengar!" tambah Riddle.

Zena mengangkat bahu.
"Kenapa kalian protes? Ini kan permainan yang menyenangkan. Lagipula, apa kalian tidak ingin menyelamatkan nya?"

Harry yang terikat di gerbang pengorbanan hanya bisa menggelengkan kepala. 

"Kalian tidak perlu melakukan ini," katanya dengan lemah.

Zena menunjuk jam pasir yang tiba-tiba muncul di samping Harry. 

"Waktu kalian semakin sedikit. Setiap butiran pasir yang jatuh adalah nyawa Harry yang semakin menipis."

"Ayo, ayo, jangan sia-siakan waktu yang berharga."

Draco dan Riddle saling menatap lagi. Mereka tahu bahwa mereka harus segera bertindak. Dengan gerakan cepat, mereka berdua mengeluarkan tongkat sihir mereka dan mengarahkannya ke Zena.

"Expelliarmus!" seru Draco.

"Sectumsempra!" tambah Riddle.

Kedua mantra itu membentur tubuh Zena, namun dia hanya tertawa terbahak-bahak. 

"Kalian pikir itu akan berhasil?" tanyanya sambil mengelak.

"Kalian terlalu lemah!"

Zena kemudian mengeluarkan tongkat sihirnya dan meluncurkan serangkaian mantra ke arah Draco dan Riddle. Mereka berdua berusaha menghindar, namun serangan Zena terlalu cepat. Dalam sekejap, mereka berdua sudah terkapar di lantai, tubuh mereka penuh luka.

"Kalian menyerah?" tanya Zena dengan nada mengejek.

"Not Yet" kata mereka bersamaan.

Penyihir itu membuka tangannya sambil tertawa dan berteriak.

"DATANG DAN BUNUH AKU -!"

Draco dan Riddle, matanya berkobar dengan tekad. Mereka tahu bahwa mereka harus bekerja sama jika ingin mengalahkan Zena.

Dengan gerakan cepat, mereka meluncurkan serangan kombinasi. Mantra-mantra mereka bertabrakan di udara, menciptakan ledakan cahaya yang menyilaukan.

Zena tertawa terbahak-bahak. Dengan gerakan anggun, ia mengayunkan tongkat sihirnya, membelokkan serangan mereka.

"Luar biasa!" serunya dengan nada mengejek.

"Kalian memang lebih kuat dari yang kuduga. Tapi, kalian masih anak-anak."

Draco dan Riddle semakin frustrasi. Keringat membasahi wajah mereka, napas mereka memburu. Mereka sudah mencoba segala cara, tetapi Zena selalu berhasil membendung serangan mereka.

Sementara itu, Harry terus berjuang melawan tanaman merambat yang semakin mengikatnya erat. Ia merasakan sakit yang menusuk di pergelangan tangannya.

"Malfoy! Riddle!" teriaknya.

"Jangan menyerah!"

Zena berdiri di tengah-tengah aula pengorbanan yang remang-remang, dikelilingi oleh ukiran-ukiran menyeramkan. Dinding-dindingnya dihiasi dengan goresan-goresan aneh yang memancarkan cahaya merah samar. Zena menoleh ke arah Harry.

Sacred Love [DRARRY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang