Siang berganti sore, dan langit perlahan berubah menjadi jingga. Di lengkapi semilir angin berembus lembut, seakan menyapa setiap sudut kota. Nabila duduk di tepi jendela kamarnya, menatap langit yang mulai meredup. Hatinya penuh harap bahwa hari ini akan menjadi hari yang istimewa. Bagaimana tidak? Ini adalah hari ulang tahunnya, hari yang seharusnya dipenuhi dengan kejutan dan kebahagiaan.
Nabila menghela napas panjang, berharap Abimanyu datang dengan hadiah atau sekadar ucapan selamat. Namun, seiring malam tiba, harapannya seakan pudar. Perasaan kecewa meresap, membuatnya berpikir bahwa mungkin dirinya memang tidak pantas menerima hadiah, terutama dari Abimanyu. Mungkin ia terlalu berharap pada sesuatu yang seharusnya ia tahu tak akan terjadi.
"Huft!" Nabila menghembuskan napas berat.
"Vira aja nggak ucapin selamat ke gue, apalagi Abimanyu," gumamnya lirih, hampir tak terdengar.
Nabila merasakan keheningan kamar, hanya terdengar angin malam yang sesekali berembus. Ia mencoba menepis rasa sedih, meyakinkan diri bahwa hari ini hanyalah hari biasa. Namun, bayangan Abimanyu dengan senyum hangat terus mengganggu pikirannya.
Waktu terus berjalan, namun tidak ada pesan, tidak ada ketukan di pintu, tidak ada keajaiban yang terjadi malam itu. Hanya ada Nabila dengan kesunyiannya.
Nabila merebahkan diri di kasur, memeluk bantalnya erat-erat, seolah-olah itu bisa menghibur rasa kecewanya. Matahari sudah lama tenggelam, meninggalkan langit malam yang pekat. Namun, bagi Nabila, kegelapan malam itu terasa lebih hangat dibanding perasaan yang kini memenuhi hatinya.
"Se-nggak penting itu gue di mata mereka?" tanyanya ke diri sendiri. Suara yang sedikit serak karena menahan tangis.
"Apa gue cuma seonggok bayangan yang bisa dilupain gitu aja?"
Pikirannya melayang pada Vira, sahabat yang selalu menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya.
"Vira juga nggak ada kabar ... biasanya dia lebih dulu ucapin HBD ke gue," ucap Nabila sedih.
Nabila mengingat, betapa Vira sering mengingatkannya bahwa mereka akan selalu bersama, bahkan di saat-saat yang paling sepele. Tapi malam ini, kehadiran Vira terasa begitu jauh, seolah ada tembok tak terlihat yang memisahkan mereka.
Nabila berusaha menenangkan dirinya, tapi pikirannya malah beralih ke Abimanyu, seseorang yang selalu ia harapkan bisa mengerti dan menghiburnya.
"Ini Abimanyu juga ke mana sih?!" geramnya dengan nada yang semakin dipenuhi emosi.
Nabila mencoba mengirim pesan pada Abimanyu, tapi tidak ada balasan. Tidak ada pesan singkat, tidak ada panggilan tak terjawab, hanya keheningan yang menyakitkan.
"Kenapa nggak ada yang ngabarin gue?" tanya Nabila dengan suara bergetar.
Rasa kesepian dan penolakan semakin dalam menusuk hatinya, membuatnya merasa terabaikan oleh orang-orang yang selama ini ia anggap dekat.
Dia menarik selimut hingga menutupi wajahnya, berharap bisa menutupi rasa sakit yang tak tertahankan itu. Air matanya mengalir semakin deras, tak terbendung lagi oleh perasaan kecewa dan sedih yang bercampur menjadi satu.
"Apa gue nggak penting buat mereka? Apa mereka beneran lupa kalau hari ini hari ulang tahun gue?" bisiknya, tenggelam dalam kesedihan yang semakin berat.
Malam yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan dan tawa berubah menjadi malam yang penuh dengan air mata dan rasa kecewa. Di dalam kegelapan, Nabila merasa sendirian, seolah seluruh dunia telah melupakannya. Tangisnya yang terisak pelan menjadi satu-satunya suara yang mengisi kesunyian kamar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
May I Love U?
Teen FictionBertemu secara kebetulan, tetapi apakah pertemuan denganmu itu hanya kebetulan belaka? Bukan hanya dua kali, tetapi berkali-kali kebetulan mempertemukan kita. Dari kebetulan-kebetulan itu, seorang gadis mulai menyukai laki-laki yang ditemuinya. Mesk...