13 : Diantara Senyap Dan Harapan

33 18 3
                                    

Pagi itu, sinar mentari yang lembut menembus celah-celah tirai jendela kamar Nabila menciptakan garis-garis cahaya yang menari di dinding kamar. Keheningan pagi seakan berpadu dengan kehangatan yang perlahan meresap ke seluruh sudut ruangan, membangunkan Nabila dari tidurnya yang nyenyak. Suara burung-burung yang berkicau di luar jendela terdengar sayup-sayup, menambah kesan damai yang memenuhi udara.

Nabila menggeliat perlahan di atas kasur, membiarkan tubuhnya meresapi kenyamanan yang masih tersisa dari tidur malamnya. Matanya tetap terpejam, seakan enggan terbuka, menikmati detik-detik terakhir sebelum benar-benar harus meninggalkan mimpinya. Ia menarik selimut lebih erat, merasa terlindungi oleh kehangatannya dan untuk beberapa saat, ia hanya ingin berdiam dalam momen itu-momen transisi antara mimpi yang masih samar dan kenyataan yang mulai menyapa.

Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa seperti keabadian, Nabila membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi yang lembut menyentuh wajahnya, membuat matanya harus menyesuaikan diri sejenak. Ia menghela napas panjang, merasakan sejuknya udara pagi yang menyelusup masuk melalui celah jendela.

   "Hari ini dimulai lagi," pikirnya dengan setengah sadar, tetapi belum sepenuhnya bersiap untuk meninggalkan kenyamanan kasur.

Suasana kamar yang tenang dan damai membuatnya ingin tetap terbaring lebih lama, tetapi ia tahu bahwa hari harus segera dimulai.

Setelah beberapa saat, Nabila menarik napas dalam-dalam dan menguap sambil meregangkan tubuhnya. Rasanya seperti setiap ototnya baru saja terbangun dari tidur panjang. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil di samping tempat tidur, melirik layarnya yang menampilkan pukul 9:00 tepat.

   "Sudah jam segini," gumamnya, sedikit terkejut tapi tak tergesa-gesa.

Hari itu tidak ada agenda penting yang menunggunya. Namun, pikiran tentang hari yang akan ia jalani mulai berputar di kepalanya.

Nabila duduk di tepi tempat tidur, membiarkan kakinya menggantung sejenak, merasakan lantai dingin di bawah telapak kakinya. Sinar matahari pagi masih mengalir masuk, menyapu wajahnya dengan kehangatan yang perlahan membangunkan setiap inderanya. Sebuah senyuman tipis muncul di wajahnya-ada sesuatu yang menyenangkan tentang pagi yang tenang ini, seperti janji sebuah hari yang baik akan segera dimulai.

Setelah merasa segar kembali, Nabila menyunggingkan senyum kecil ke bayangan dirinya di cermin.

   "Hari ini pasti menyenangkan," gumamnya pada diri sendiri.

Nabila akhirnya memutuskan untuk bangun dari tempat tidurnya, meskipun masih ada sedikit keengganan di dalam dirinya. Ia menggeser selimut yang membalut tubuhnya dan menurunkan kaki ke lantai yang dingin, membuatnya sedikit terjaga sepenuhnya. Sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, ia berjalan pelan menuju kamar mandi.

Setelah membuka keran, Nabila membungkukkan badan dan membasuh wajahnya dengan air dingin yang segar. Sentuhan air dingin itu langsung membuatnya merasa lebih terbangun, seakan membilas sisa-sisa kantuk yang masih tersisa. Ia mengusap wajahnya perlahan, merasakan kesegaran yang menyebar, dan berdiri sejenak di depan cermin. Pandangannya terfokus pada bayangannya di cermin, melihat wajahnya yang kini terlihat lebih segar dan siap untuk memulai hari.

Ia memastikan kuncir ekor kudanya terikat dengan rapi, tak ada helai rambut yang berantakan. Setelah yakin semuanya tampak sempurna, Nabila melangkah keluar dari kamar mandi dengan langkah yang ringan, seolah antusiasme memenuhi dirinya.

Saat mendekati dapur, aroma harum bumbu-bumbu yang tengah ditumis oleh ibunya langsung menyapa indera penciumannya. Wangi bawang putih dan jahe yang menyengat namun menggugah selera memenuhi udara. Nabila menarik napas dalam-dalam, menikmati aroma tersebut.

May I Love U?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang