Afkar Fathurahman
Sayang, aku ada di depan rumah kamu.Hari ini bisa gak berikan aku waktumu?
Hari ini hari spesial kita. Anniversary pernikahan kita yang ke empat sekaligus ultah kamu.
Kamu lagi gak di rumah ya? Di butik juga gak ada. Di mana? Biar aku susul.
Fiza menghela napas panjang membaca deretan pesan itu. Tidak menghiraukannya, perempuan itu memasukkan ponselnya ke dalam tas.
Netranya kembali fokus pada anak-anak panti. Hari ini, ia ingin menghabiskan waktunya di tempat di mana ia pernah tinggal walau hanya sesaat, merayakan ulang tahunnya bersama mereka.
"Mainnya udahan yuk, sekarang kita makan-makan. Kakak bawa banyak makanan lho!" seru Fiza.
"Waah, mau, Kak!" Mereka girang.
Bu Tika—Ibu panti membantu Fiza menyiapkan makanan. Keduanya menggelar karpet di atas rumput lalu mulai menata makanan. Puluhan anak segera merapat, mengambil tempat duduk lesehan masing-masing.
"Makan yang banyak ya."
"Oke, Kak!"
Fiza tersenyum haru melihat binar di mata mereka saat menikmati makanan yang jarang mereka konsumsi. Fiza pernah merasakan bagaimana pahitnya hidup di panti. Semuanya serba terbatas. Maka ketika ia bisa berbagi sesuatu hal yang tak biasa untuk mereka, itu sangat membuatnya bahagia.
"Terima kasih ya, Nak," ujar Bu Tika. Pandangannya tak lepas dari wajah berserinya anak-anak.
"Sama-sama, Bu. Oh, iya kenapa Ibu gak ikut makan?"
"Ibu nanti aja. Lihat mereka makan dengan lahap begitu sudah buat Ibu kenyang."
Atensi Bu Rika lalu sepenuhnya fokus pada Fiza. "Hubungan kamu sama suamimu gimana? Kamu belum maafin dia?"
Setelah memutuskan untuk masing-masing sementara waktu, Fiza memang kerap datang ke panti. Masalahnya dengan Gus Afkar, ia bagi dengan Bu Tika. Itu membuatnya sedikit tenang.
"Fiza sudah maafin dia, Bu. Cuma buat sama-sama lagi kayaknya nggak dulu. Fiza takut gak bisa mengendalikan diri karena Fiza belum sembuh dari luka batin."
Bu Tika mengangguk mengerti. "Dia ingat kalau hari ini milad kamu?"
"Ingat, Bu. Apalagi sekarang anniv aku sama dia."
"Dia gak bilang apa-apa?"
"Dia minta waktuku, tapi aku gak mau ketemu sama dia."
"Ibu, gak mau ikut campur urusan rumah tangga kalian. Semoga semuanya lekas membaik."
"Aamiin."
Selesai bermain dan melewati acara makan bersama, Fiza mengajari anak-anak panti mengaji. Beberapa dari mereka bercerita ingin menjadi hafiz/hafizah qur'an. Beberapa lagi bercita-cita ingin menjadi guru agama. Fiza apresiasi impian mulia itu sekaligus menyemangati mereka.
Pukul lima sore, menjelang maghrib baru Fiza memutuskan untuk pulang. Perempuan itu mengendarai motor matic-nya yang selalu ia bawa kemana-mana—ke rumah. Sesampai di sana, ia dikejutkan dengan kehadiran Gus Afkar yang tengah tertidur pulas di teras. Wajahnya terlihat lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFI (Cinta seorang Gus 2)
EspiritualPernikahan mereka adalah sebuah kesalahan. Keduanya menikah saat masih sama-sama belum siap. Gus Afkar dipaksa menerima dan Fiza terpaksa menerima. Bak perjodohan pada umumnya, pernikahan itu tidak berjalan mulus. Banyak kerikil, batu besar bahkan b...