Sebelum baca vote dulu dan ramaikan dengan komentar kalian ya🥰
Happy reading!
🥀🥀🥀
Gus Afkar tiba di Surabaya jam enam pagi karena jam tujuh nanti ada jadwal kuliah. Pemuda itu memarkirkan motornya di depan kosannya dengan wajah tertekuk. Semalam, ia membuat masalah baru lagi. Ia telah membuat Fiza marah.
Argh! Bodoh! Bodoh! Makinya pada diri sendiri. Kenapa semalam ia bisa melakukan hal spontan itu? Tapi bukankah itu memang haknya?
Pemuda itu menghempaskan bokong di kasur, meraup wajahnya kasar. Hatinya berdialog egois, tetapi Fiza juga berhak menolak.
"Seorang suami memang berhak atas tubuh istrinya, tetapi ambillah hak itu secara baik-baik. Bagaimana pun juga, seorang istri juga manusia biasa yang punya perasaan. Memanusiakan itu lebih utama."
Perkataan gurunya melintas—menampar kalbu. Bayangan Fiza menangis semalam sebab telah dicumbui tanpa aba-aba mengiris hatinya.
Gus Afkar sadar bahwa dirinya hanya manusia biasa yang juga ingin kebutuhan biologisnya terpenuhi. Itu normal. Namun, tidak dapat mengendalikan akal yang telah disempurnakan Tuhan itu membuatnya terlihat menjijikkan.
Notifikasi lingkaran berdering, menyadarkan Gus Afkar dari keterpurukan. Pemuda itu meraih ponselnya lalu membaca pesan dari istrinya.
Perempuanku❤
Maaf, kalau sikapku semalam membuatmu tersinggung. Semoga Allah gak marah sama aku."Nggak, Fi. Kamu gak salah."
Gus Afkar segera menghubungi Fiza. Sayangnya, telponnya tidak tersambung. Dada pemuda itu berdebar cemas. Jangan-jangan Fiza memblocknya.
Gus Afkar memeriksa bar room chat istrinya. Foto profilnya kosong, statusnya juga tak terlihat. Jadi benar, ia diblokir?
🥀🥀🥀
"Maa fi musykilah, Fiza. Gak papa. Tanda ini dari suami kamu."
Bibir Fiza mencebik, meratapi warna khas di lehernya di depan cermin.
"Gus Afkar itu keterlaluan banget. Dikasih hati minta jantung," gerutunya akibat perbuatan suaminya semalam.
Namun, di sisi lain, Fiza juga merasa kasihan melihat penyesalannya semalam. Apalagi tadi ketika ingin pulang. Dia meminta maaf sampai menangis. Dan pasti sekarang, dia sedang frustrasi karena nomornya di blokir.
Bukan maksud Fiza untuk mempermainkannya, tetapi Fiza hanya tidak ingin kecewa dua kali karena tidak memberinya kesempatan untuk belajar menjadi lebih baik.
Baginya jarak dan jeda adalah metode belajar paling ampuh untuk sama-sama bertumbuh menjadi pasangan yang bijak, sebelum nanti memikul beban lebih berat lagi dengan kehadiran buah hati.
Sejam kemudian terdengar ketukan pintu. Fiza mengerjap kala membuka pintu, melihat kurir makanan tersenyum padanya. "Ada titipan makanan buat Mbaknya."
"Dari siapa, Pak?"
"Suaminya, Mbak. Di dalam ada surat permintaan maafnya. Dia minta tulisin ke saya."
Mata Fiza membulat. Gus Afkar benar-benar membuatnya hampir kehilangan kewarasannya.
"Lagi bertengkar ya, Mbak sama suaminya? Bertengkar itu hal wajar kok, yang gak wajar itu kalau gak ada yang mau mengalah buat mengucapkan kata maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFI (Cinta seorang Gus 2)
EspiritualPernikahan mereka adalah sebuah kesalahan. Keduanya menikah saat masih sama-sama belum siap. Gus Afkar dipaksa menerima dan Fiza terpaksa menerima. Bak perjodohan pada umumnya, pernikahan itu tidak berjalan mulus. Banyak kerikil, batu besar bahkan b...